Ranjang Pencabut Nyawa

Sri Wahyuni Nababan
Chapter #3

#3 Sosok Berkebaya Putih

"Kak, Kakak nunggu siapa?"


Tak ada sahutan dari perempuan itu. Tiba-tiba terdengar suara tangisan tersedu-sedu, tapi pelan. Mirzha makin panik karena tidak tahu kenapa perempuan itu menangis. Sementara tak ada sesiapa pun bersama mereka.


Tak lama, bau amis menyeruak masuk ke hidung. Luar biasa baunya melebihi bangkai hewan. Gadis itu melihat ke sekeliling ruangan kelas dengan teliti. Ia meyakini kalau sosok yang tak terlihat berada di dekatnya.


"Kak, Kakak nyium sesuatu nggak?" tanya Mirzha pada perempuan itu tanpa melirik ke arahnya. "Bau, kan?"


Karena tak ada sahutan, kembali melihat ke pojok tempat perempuan tadi. Entah kapan sosok itu keluar tanpa sepengetahuan Mirzha. Kini ia menghilang seolah ditelan bumi. Tak ada tanda-tanda kalau ada yang lewat. Dengan merinding, kakinya juga mulai gemetaran karena yakin kalau perempuan tadi bukan manusia.


Kampus terasa sepi. Suasana seakan mengajak langkah kakinya menuju pintu. Baru tiga langkah, tiba-tiba perempuan itu sudah muncul di depannya. Kepalanya menunduk, rambutnya juga terurai panjang menutupi seluruh wajah. Terlihat bayi dalam gendongannya juga berlumuran darah. Tak terdengar suara tangisan bayi. Namun, otak Mirzha bisa menangkap kalau sosok itu ingin meminta pertolongan.


"Jangan pergi. Jangan sakiti aku. Jangan tinggalkan aku dan anak ini."


Perempuan berkebaya putih itu mulai bicara. Masih dengan posisi awal, tak ada saling pandang di antara mereka. Mata Mirzha hanya tertuju pada bayi dalam jarik gendongan. Ia hampir pingsan saat tangan kanan itu meraih lengannya.


"A-aku nggak pernah ganggu Kakak. Jadi jangan ganggu aku. Pergi! Pergi!" usirnya dengan suara lantang.


Ucapannya tak didengar, maka ia berlari keluar kelas dan menuruni anak tangga dengan cepat. Karena terlalu terburu-buru, kakinya keseleo dan terjungkal ke lantai. Dengan menahan rasa sakit, ia memegang kakinya dengan mengeluh.


Suasana benar-benar lengang dan tegang. Tak seorang pun terlihat di sekitarnya. Ia berusaha untuk bangkit dan berlari sekuat tenaga. Sementara perempuan berkebaya tersebut sudah berada di anak tangga pertama. Untung saja Mirzha bisa lolos darinya.


***


Ia merasa ada seseorang yang menemani di belakangnya. Namun, diabaikan karena hanya perasaannya saja. Terus melanjutkan tugas dengan baik di depan laptop. Bu Nababan bukanlah dosen yang ramah dan mau memaafkan begitu saja pada mahasiswa melalaikan tugas.


Setelah menyelesaikan makalah pada mata kuliah statistik, ia selonjoran di lantai kamar. Kakinya terasa keram sejak kejadian siang tadi. Bayangkan jika ia tak sadarkan diri saat berada di kampus, mungkin perempuan dengan sosok menakutkan akan menyakitinya.


"Mir, kamu lagi ngapain?"


Tiba-tiba Misrah sudah berada di pintu yang terbuka lebar.


"Astaghfirullah! Ih, Kakak bikin aku kaget aja." Mirzha mengusap dadanya, lalu membuang napasnya agar lega.


"Saya bukan hantu, malah takut."


"Kak, boleh nanya?"

Lihat selengkapnya