RANTAI TAKDIR

Tengku Dimas Permana
Chapter #15

Taktik Majapahit

Zhahir terlihat gelisah, matanya berkaca-kaca. Mira dan Anya saling pandang, bingung dengan keadaan Zhahir.


Zhahir: "Aku tidak bisa menerima ini, Mira. Aku masih hidup! Bagaimana bisa tulang belulangku sudah ditemukan? Rasanya seperti ada yang salah, sangat salah."


Mira menghela nafas panjang, matanya menatap lantai.


Mira: "Aku juga tidak ingin percaya ini, Zhahir. Tapi bukti-bukti yang ada sangat kuat. Aku takut..."


Anya mencoba menengahi, namun suaranya terdengar lirih.


Anya: "Mungkin ada penjelasan lain yang belum kita temukan. Kita harus terus mencari."


Zhahir: "Penjelasan apa lagi? Aku sudah hidup bersama kalian selama ini. Aku merasakan cinta, aku merasakan sakit. Semua ini nyata!"


Zhahir bangkit dari duduknya dan berjalan mondar-mandir.


Zhahir: "Aku tidak akan menyerah! Aku akan membuktikan bahwa aku adalah Zhahir yang sebenarnya!"


Mira: "Sudahlah, Zhahir! Aku lelah dengan semua ini! Kamu hanyalah bayangan masa lalu, sebuah misteri yang tak akan pernah terpecahkan!”


Zhahir: (Menarik napas dalam-dalam) "Kamu salah, Mira! Aku lebih dari sekadar bayangan! Aku adalah Zhahir, Perasaan ini nyata. Aku tidak mungkin salah tentang hal ini."


Mira terdiam, menatap Zhahir dengan tatapan terkejut.


Mira: "Apa maksudmu?"


Zhahir: (Menghampiri Mira, suaranya bergetar) "Aku mencintaimu, Mira. Aku tahu ini terdengar gila, tapi perasaan ini nyata. Sejak pertama kali bertemu denganmu, aku sudah merasakan getaran yang berbeda. Aku tidak pernah merasakan hal seperti ini sebelumnya."


Mira mundur selangkah, matanya berkaca-kaca.


Mira: "Jangan bercanda, Zhahir. Ini tidak lucu. Kita berbeda zaman, berbeda dunia. Bagaimana mungkin kita bisa bersama?"


Zhahir: "Aku tahu ini sulit dipercaya, tapi cinta tidak mengenal batas waktu atau ruang. Aku akan melakukan apapun untuk bersamamu."


Mira menggelengkan kepala, air matanya mengalir deras.


Mira: "Aku tidak bisa, Zhahir. Aku tidak bisa melupakan kenyataan bahwa kau sudah mati ratusan tahun lalu."


Zhahir meraih tangan Mira, namun Mira menepisnya.


Mira: "Bagaimana bisa? Usia kita berbeda 700tahun. Kamu sudah meninggal ratusan tahun yang lalu."


Mira berlari keluar rumah, meninggalkan Zhahir dan Anya yang terdiam di tempat.


Setelah Mira berlari keluar


Zhahir terdiam di tempatnya, tatapannya kosong. Dia merasakan sakit yang menusuk dalam hatinya. "Aku sudah melakukan semua yang bisa kulakukan," gumamnya lirih. Dia bangkit perlahan, langkahnya gontai. Zhahir berjalan tanpa tujuan, pikirannya melayang pada masa lalu yang penuh misteri.


Anya yang melihat keadaan Zhahir seperti itu merasa iba. Ia ingin mendekati Zhahir, namun ragu.

Akhirnya, ia memutuskan untuk mengejar Mira. "Mira, tunggu!" teriaknya, namun Mira terus berjalan tanpa menoleh.


Sementara itu, Mira berjalan tanpa tujuan, pikirannya kacau. Segala peristiwa yang terjadi hari ini membuatnya merasa lelah dan bingung. Dia duduk di sebuah bangku taman, menatap langit malam yang gelap.


Anya menemukan Mira duduk di bangku taman. Ia duduk di samping Mira dan menggenggam tangannya. "Aku tahu kamu marah, Mira," ujar Anya lembut. "Tapi kita harus tetap berpikir jernih."

Mira menghapus air matanya. "Aku tidak tahu harus bagaimana lagi, Anya. Semua ini terlalu rumit."

Anya mengangguk mengerti. "Aku tahu. Tapi kita harus saling mendukung. Kita akan mencari jalan keluar bersama."


Malam semakin larut. Mira dan Anya memutuskan untuk pulang. Sesampainya di rumah Mira, mereka terkejut karena tidak menemukan Zhahir di sana.

"Kemana Zhahir?" tanya Anya, suaranya sedikit khawatir.


Mira menggelengkan kepala. "Aku tidak tahu. Mungkin dia butuh waktu sendiri."


Mereka berdua mencari ke seluruh penjuru rumah, tetapi Zhahir tidak ditemukan. 


Anya mulai merasa tidak enak. "Jangan-jangan ada yang terjadi padanya," gumamnya.


Lihat selengkapnya