Yani bangun pagi-pagi sekali. Ia mandi dan berganti baju. Lalu ia memakai rok milik Linda. Baru jam enam pagi, tapi Linda belum bangun, Yani memutuskan untuk menunggu di kamarnya sambil mengaca. Ia merasa dirinya sangat jelek. Wajahnya kucel walau sudah mandi. Selama ini Yani tidak pernah menggunakan bedak maupun lipstik. Saat sibuk mengaca, Esti mengetuk pintu kamarnya dan membuka pintu. “Wah, semangat sekali yang mau pergi dengan pacar.”
“Stt,” Yani buru-buru menutup mulut Esti. “Kamu jangan bicara lagi. Lagi pula dia bukan pacarku.” Yani tersipu malu.
“Tapi Mbak Yani suka kan?” Esti menggoda Yani dan ia hanya mengangguk pelan.
“Semangat banget yang mau pacaran.” Linda muncul dan mengagetkan mereka. “Ayo Yan ke kamarku.”
Yani di dudukkan di depan meja rias Linda. Sedangkan Esti duduk di kasur dan memperhatikan mereka. Linda mulai menggunakan bedak ke muka Yani. “Selama ini, lo gak pakai bedak ya?” Yani menggeleng. “Pantesan wajahnya kaya gini.” Linda memperhatikan wajah Yani yang sebelumnya coklat sekarang lebih cerah. Linda kemudian memakaikan blush on di pipi Yani.
“Ada yang kaya gitu ya? Pipinya bisa merah?” Esti takjub melihat blush on karena baru pertama kali ia melihat itu.
“Ada dong,” Linda kemudian menggunakan pensil alis lalu menggunakan eye shadow berwarna ungu ke kelopak mata. Terakhir, Linda menggunakan lipstik berwarna merah ke bibir Yani. “Sudah selesai, rambutnya mau gini aja?”
Yani memegang rambut sebahunya. “Mau di sasak?” Yani mengerutkan keningnya. “Itu nanti rambut lo bisa ngembang di sini.” Linda mengangkat tangannya tepat di atas rambutnya.Yani menggeleng, ia tidak ingin terlihat berlebihan. Linda hanya menyisir dan terus menyisir rambut Yani, ia ingin mengubahnya menjadi lebih bagus. “Apa dikeriting aja? Tapi waktunya gak cukup.” Linda berbicara dengan dirinya sendiri.
“Bagaimana kalau pakai itu?” Esti menunjuk jepitan rambut yang ada mutiaranya.
Linda mengambil jepitan rambut di meja riasnya lalu memasangkan ke rambut Yani. “Bagus juga. Baguskan Ti?” Esti mengangguk dengan semangat. Mereka bertiga tersenyum bersama, merasa telah melakukan hal besar dengan mendandani Yani. Tapi di balik kegembiraan mereka, Euis berdiri di depan pintu dan merasa kesal dengan mereka bertiga.
***
Yani dan yogi memang sepakat akan bertemu jam 9. Tapi Yani terlalu bersemangat sudah menunggu Yogi jam setengah sembilan. Matahari sudah mulai naik, tapi tidak membuat Yani kesal. Ia malah merasa bahagia karena akan bertemu dengan Yogi sebentar lagi. Yani menunggu sambil melihat ke sana ke mari, mungkin saja dari kejauhan motor Yogi kelihatan.
Tapi hanya motor dan mobil asing yang Yani lihat, matahari semakin ke atas yang artinya panasnya mulai bertambah. Yani tidak tahu sudah berapa lama ia sudah menunggu Yogi yang tidak kunjung datang. Apa Yogi lupa kalau ia akan mengajak Yani pergi? Yani hendak kembali ke kontrakan. Saat akan menyebrang masuk ke gang kontrakannya, Yogi datang. “Maaf Yani, kamu pasti mau pulang ke kontrakan ya?” Wajah Yogi begitu gugup.
Yani kaget melihat Yogi, ia tidak menyangka kalauYogi akan datang. Mengingat sudah lama Yogi tidak kunjung datang. “Maaf, maaf banget. Aku telat dua jam. Tadi.. tadi.” Yogi melihat ke sana ke mari. “Tadi bantu kakakku pindah rumah. Tidak tahu ternyata selama itu.”
Yani tersenyum, “Iya, tidak apa-apa kok.” Yogi baik sekali hari libur yang bisa digunakan untuk istirahat dan main malah digunakan untuk membantu kakaknya.
“Ayo naik.” Pinta Yogi. Yani kemudian membonceng, ”Hari ini kamu cantik sekali.” Ucap Yogi yang langsng membuat Yani tersipu. “Yani, kamu suka penyanyi siapa?”
“Ehmm,” Yani berpikir sejenak, “Entahlah, kalau lagunya bagus aku suka. Kalau kamu?”
“Nike Ardila, Chrisye, Elvi Sukaesih. Banyak sih. Ah aku juga suka Michael Jackson, Madonna. Penyanyi barat gitu, kamu pasti gak tahu mereka ya?” Yani hanya diam saja, ia memang kampungan sekali. Tidak tahu ini dan itu. “Tidak apa-apa, nanti kalau kamu tahu pasti kamu akan suka.”