Rante Aji

Arumdalu
Chapter #1

Pindah

Sinar lampu tiba-tiba menyinari sebuah ruangan seluas 3×3 meter. Langkah kaki terdengar menyapa sunyi yang menggigil. Pukul dua dini hari, tampak satu anggota keluarga tengah mengoyak rasa kantuk untuk melaksanakan shalat tahajud. Air sejuk yang mengalir dari keran itu membasuh wajah dan beberapa anggota tubuh pemuda bernama Hamzah Alamsyah atau lebih sering dipanggil Alam. Selepas mengambil wudhu, pemuda itu melangkah menuju mihrab rumah tersebut. Saat sampai di ruangan shalat langkah Alam terhenti sejenak, sedikit terpatung melihat sosok wanita yang masih berbalut mukena itu terisak tipis dalam tengadah doanya dini hari ini.

“Alam ... kok diem aja, ayo masuk shalat,” ucap Pak Faris. Ayah Alam yang sudah selesai melaksanakan tahajud dan hendak keluar dari ruangan tersebut.

“Eh ... Iya Yah,” ucap Alam.

Selepas melaksanakan tahajud, Alam merapikan barang-barang di kamarnya sembari menunggu subuh, berkemas dalam bisu. Setiba azan subuh berkumandang, kakinya bergegas melangkah menuju kamar Ayahnya dan bersiap pergi ke masjid yang tidak jauh dari rumah. Suasana saat ini berbeda, biasanya dalam perjalanan menuju masjid Ayahnya akan berbasa-basi mengusir sunyi, namun kali ini semua diam tenggelam dalam segala pikiran yang mengkudeta tenang. Sepulang dari masjid, tampak Ibu Alam sedang menata satu koper besar dengan beberapa kardus berisikan peralatan sehari-hari.

“Ibu kok nyiapin sendiri sih, biar Alam aja yang ngangkat, berat ini Bu.” Alam menghampiri Ibunya di samping mobil.

“Udah nggak papa, kamu istirahat aja ... kemaren lusa kan kamu udah capek kemas-kemas sendiri di pondok,” ujar Ibunya.

“Nak ... maafin Ayah ya ... pasti berat buat kamu." Ayah Alam menghampirinya dan berkata dengan sendu menatap satu koper, juga beberapa kardus yang ada di bagasi mobil.

“Nggak papa Yah ... Bu ... Alam tetep seneng kok, temen Alam nanti bakal lebih banyak, Alam juga bakal tau daerah baru selain Jawa Barat dan Jawa Timur. Niat Alam kan belajar, mau di tempat dulu atau yang sekarang itu sama-sama bakal dapat ilmu,” ujar Alam berusaha tersenyum.

Ayah Alam mengelus kepala anaknya. Sejujurnya ini semua memang berat untuk Alam, harus pindah secara mendadak. Sebelumnya Alam mencari ilmu di sebuah pondok pesantren modern yang cukup ternama di Jawa Timur, terhitung sudah hampir empat setengah tahun Alam belajar di sana. Kurikulum yang sedikit berbeda membuat pembelajaran tingkat SMP harus ditempuh selama 4 tahun, begitu pula di SMA. Tingkat SMA di pondok lama Alam juga harus ditempuh selama 4 tahun, namun belum genap semester pertama Alam harus meninggalkan tempatnya menimba ilmu tersebut karena usaha Ayahnya yang sedang dalam masalah, membuat Ayahnya tidak bisa memenuhi biaya pendidikan di pondok tersebut yang memang terbilang mahal, belum lagi uang saku dan segala macam.

Pukul setengah enam pagi setelah sarapan, Alam berangkat menuju pesantren barunya bersama orang tuanya. Dalam perjalanan pikiran Alam jauh menerawang akan seperti apa pesantren tersebut. Ibunya hanya memberi informasi bahwa pesantren itu ada di Jawa Tengah, tempatnya masih asri dan tenang. Ibunya mendapat rekomendasi dari Pak Dhe Fauzan Kakak kandungnya yang memang berdomisili di Jawa Tengah, kebetulan dulu Pak Dhe Fauzan juga memondokkan anaknya di situ. Dalam bayangan Alam, asri dan tenang itu berarti tempat yang rimbun serta terpencil ... bangunan yang sederhana terbuat dari kayu seperti di sinetron walisongo yang dulu dia tonton, serta kurikulum yang pasti jauh berbeda dengan pesantren sebelumnya. Sedih, ragu dan berharap ini tidak terjadi ... tapi Alam tidak ingin mengecewakan orang tuanya yang tetap berusaha agar dia menuntut ilmu agama serta sekolah secara layak padahal ekonomi keluarga itu sedang mengalami masalah.

“Besok kalau udah lama di pondok, udah lumayan kenal daerahnya sekali-kali silaturahim ke Pak Dhe Fauzan pas libur, ya nak ... sayang Pak Dhe lagi pergi jadi kita nggak bisa mampir,” ucap Ayah Alam.

“Rumah Pak Dhe deket dari pondok Yah?” tanya Alam.

“Emm ... dibilang deket juga nggak tapi dibilang jauh juga nggak, ya Bu?” jawab Ayahnya.

“Iya beda Kabupaten, kalau pakai angkutan umum sekitar dua jam, kalau pakai kendaraan sendiri ya satu setengah jam,” imbuh Ibunya.

Lihat selengkapnya