Rante Aji

Arumdalu
Chapter #7

Lebih Asing

“Oi ... nomor 3 ini gimana cara ngerjainnya?” ucap Victor membolak-balik buku PR-nya.

“Ni ... kaya gini lho,” jawab Alam, mengulurkan bukunya.

“Kok bisa ya ada orang hafal semua rumus matematika di luar kepala, aku mahamin satu bab aja kaya mau meledak,” keluh Victor.

Sore itu mereka sedang mengerjakan tugas sekolah yang diberikan. Setelah itu satu persatu membubarkan diri untuk mandi dan menunggu waktu shalat magrib.

Alam mengambil baju ganti serta peralatan mandinya, lalu melangkah menuju deretan kamar mandi pesantren. Seperti biasanya, dia mencuci baju yang baru saja dipakai agar tidak menumpuk. Ketika tangannya fokus menyikat baju dan celana, mata Alam menangkap sesuatu yang janggal. Diraihnya sikat WC untuk mengambil benda yang menyita perhatiannya itu. Helaian rambut pajang tersangkut di sikat yang Alam genggam, rambut itu sangat panjang berhamburan di lantai pojok kamar mandi dan juga saluran pembuangan air. Alam terheran dengan temuan itu ... karena sudah dipastikan itu bukan milik santri, tidak ada santri di sini yang berambut gondrong apalagi sepanjang ini. Meski bingung, Alam mencoba menghiraukan hal itu ... dia membalutkan handuk ke badan bagian bawah kemudian membuang rambut-rambut panjang tersebut ke tempat sampah depan kamar mandi. Alam menutup kembali pintu kamar mandi, dia membilas pakaian menggunakan air yang sebelumnya dia tampung di sebuah ember. Alam membilas dan memeras pakaiannya lalu memasukkannya ke ember itu lagi untuk dia jemur nanti. Setelah selesai dengan kegiatan mencuci, Alam bersiap mengguyur badannya. Gayung biru muda telah dia genggam ... namun saat hendak mengayunkan gayung ke bak air, gerakan Alam terhenti. Dia melihat banyak rambut yang mengambang di permukaan air dalam bak mandi itu. Alam mengambil rambut-rambut tersebut, batinnya kembali kebingungan karena sebelum mencuci pakaian dia sempat mengambil air dalam bak tersebut untuk menyiram lantai dan mengisi ember cucian untuk membilas pakaian, dia pastikan tadi rambut-rambut panjang ini tidak ada sama sekali. Alam kembali membuang rambut itu ke tempat sampah, istighfar serta doa dia panjatkan dalam hati. Alam mandi dengan sangat singkat sore itu, setelah menjemur pakaian ... Alam buru-buru kembali ke kamar.

“Tadi pas kalian mandi, banyak rambut panjang nggak di kamar mandi yang kalian pake?” tanya Alam ke teman-temannya.

“Rambut panjang? Nggak ada ... rambut siapa coba, orang santri di sini pendek semua rambutnya, yang cewek juga cuma ada Ibu Nyai Fatimah sama pengurus dapur aja,” ujar Wicak.

“Tapi Ibu Nyai nggak mungkin pakai kamar mandi santri, pengurus dapur juga,” ucap Adim.

“Bingung juga aku, soalnya ada yang aneh juga di rambutnya itu,” ujar Alam.

“Aneh gimana?” tanya Hanif tiba-tiba nimbrung.

“Aku kan kalau mandi langsung kucuci baju yang kupakai sebelumnya, aku siram-siram dulu itu lantai kamar mandi kan, aku ambil air di bak mandi pakai gayung buat nyiram lantai, terus aku juga ambil air kutampung ke ember buat nyuci ... nah yang pertama, aku nemu rambutnya di lantai deket lubang air, pas lagi nyikat baju lihat tuh ada rambut ... kuambil pakai sikat WC. Rambutnya panjaang banget, langsung kubuang ... abis selesai nyuci aku mau mandi nih, pas mau ambil air pake gayung ... itu di permukaan air bak mandi udah ada rambut juga, banyak dan rambutnya juga panjang,” ucap Alam, menceritakan kejadian tadi.

“Lho ... lha tadi pas ambil air buat ngguyur lantai sama buat bilas itu ada rambut di bak mandi nggak?” tanya Wicak.

“Itu anehnya, pas ambil air buat guyur sama buat bilas itu bak mandinya bersih nggak ada rambut sama sekali, pas aku mau mandi tiba-tiba ada,” ucap Alam.

“Ini nggak ngarang kan?” tanya Hanif tak percaya.

“Wallahi ... Demi Allah aku nggak ngarang, ayo kita periksa tempat sampahnya kalau nggak percaya” ucap Alam.

“Astaghfirullah ... istighfar ... istighfar ... besok-besok lebih kencengin doanya tiap mau ngapa-ngapain, mungkin hari ini lagi hari apesmu Lam, selama ini kita di sini juga nggak ada apa-apa kok, paling cuma ada santri yang kesurupan ... itu pun di sekolah menjelang ujian,” jelas Hanif menenangkan.

“Iya selama ini nggak pernah ada yang aneh-aneh kok ... eh tapi ada hubungannya sama Victor yang diganggu nggak ya ... Vic, kamu dapet gangguan kaya Alam juga nggak?” tanya Adim.

“Nggak Dim, kalau di dunia nyata ... di keadaan sadar gini aku nggak ngalamin gangguan, cuma pas sukmoku kelepas aja baru ngalamin gangguan-gangguannya,” jawab Victor.

“Semalem masih suka lepas sukmonya?” tanya Hanif.

“Alhamdulillah nggak, aku bener-bener nggak lepas dzikir ... aku ketiduran pas keadaannya masih dzikir ... Alhamdulillah nggak lepas lagi,” jawab Victor.

“Udah ... yok kita siap-siap nunggu maghrib aja ... mungkin emang bener kata Hanif, lagi apes aja kamu Lam,” ujar Wicak.

Azan berkumandang memenuhi rungu orang-orang, memanggil hamba yang beriman untuk segera menunaikan kewajibannya. Para santri berbondong mengisi ruang dalam masjid pesantren, beberapa lainnya melakukan jamaah bersama warga Desa. Kaki Alam melangkah keluar masjid setelah selesai shalat berjamaah, dia kembali ke kamar untuk mengambil meja kecil dan buku untuk mengaji. 

“Aduh,” ucap Alam menghentikan langkahnya.

“Kenapa Lam?” tanya Victor.

“Sendalnya putus kayaknya,” ucap Alam, kemudian berjongkok.

Ternyata benar, sendalnya putus. Alam hendak berdiri kembali namun dia mencium bau yang asing, ada bau aneh, sedikit sangit dan juga bau wangi yang masuk ke indra penciuman Alam. Lalu Alam tersadar jika dia menginjak sesuatu yang seharusnya tidak ada di tanah tersebut, terlihat kelopak-kelopak bunga yang sudah layu.

Lihat selengkapnya