Victor dan Adim sedikit terseok memapah Kang Slamet, mereka menyenderkan orang itu ke tembok masjid.
“Apa maksudmu melakukan ini semua Kang Slamet?” hardik Kyai Abrar.
“Maafkan saya Kyai Abrar,” ucap Kang Slamet menunduk.
“Jadi selama ini kamu yang menanam semua buhul itu, di mana saja kamu meletakkan benda-benda itu?” tanya Kyai Abrar.
Kang Slamet memberi tahu di mana saja dia meletakan benda terlaknat itu, menurut penuturan Kang Slamet ... sebagian besar buhul-buhul itu ternyata sudah ditemukan oleh para santri dan dibakar di tengah lapangan. Kyai Abrar terdiam menahan amarah, para santri yang masih berada dalam masjid itu hanya saling berbisik dan mencerna apa yang sedang terjadi. Tiba-tiba Kang Slamet tertawa dengan keras, matanya melotot merah dengan senyum menyeringai.
“Siapa kamu?” tanya Kyai Hasan yang paham bahwa Kang Slamet sedang kerasukan.
“Aku peliharaan Ki Jiwastina, ANTAR AKU PULAAAANG! ANTAR AKU PULANG KE SUNGAI SEBELAH BARAT!” ucap Kang Slamet yang sedang kerasukan.
“Antar aku pulang jika kalian tidak ingin aku mengganggu lagi,” imbuhnya lagi.
“Tidak! Kami tidak akan mengantarmu pulang! Kamu tidak bisa menipuku wahai makhluk laknatullah ... tidak ada jin ataupun setan yang menjadi peliharaan atau budak manusia, kalian yang memanipulasi semuanya,” tegas Kyai Abrar.