Rante Aji

Arumdalu
Chapter #14

Keputusan Dan Bertahan

Sudah lewat satu minggu sejak kejadian malam mencekam itu terjadi. Pihak pesantren juga mendengar kabar bahwa sehari yang lalu, jasad Ki Jiwastina ditemukan di dalam rumahnya sendiri, di atas meja sesajen. Warga memasuki rumah itu karena mencium bau busuk yang sangat menyengat, dan ternyata ada jasad Ki Jiwastina terlentang di atas meja sesajen. Jasad Ki Jiwastina pun segera dimakamkan, Kyai Haady ikut dalam pemakaman jasad Kakaknya itu ditemani istrinya serta Kyai Abrar.

Pagi ini, semua santri dikumpulkan di dalam masjid. Di situ Kyai Haady meminta maaf atas semua kejadian yang didalangi oleh Kakaknya sendiri. Kyai Haady pun menjelaskan secara detail bagaimana kejadian ini bisa menimpa mereka. Matanya berkaca-kaca menahan tangis menjelaskan semuanya ... mulai dari bagaimana dia bisa menjadi santri di pesantren ini.

Sembilan belas tahun yang lalu, ketika usia Kyai Haady sepuluh tahun dan usia Kakaknya lima belas tahun. Mereka adalah Kakak Adik yang sangat akur juga akrab, Ayah mereka seorang dukun sangat sakti. Dari kecil mereka sudah diajari berbagai ilmu serta ajian. Dan tepat saat usia Kyai Haady atau Jayastu itu sepuluh tahun, Ayah mereka mendapat bisikan bahwa dia harus mengikat seluruh ilmunya ke anaknya agar kelak mereka bisa mewarisi semua ilmu itu. Pengikatan ilmu itu disebut ritual rante aji, namun sayang ternyata mantra rante aji tidak bisa mengikat ke Jiwastina. Dan saat ritual itu dilakukan kepada Jayastu, rante aji terikat sempurna. Kata Ayah mereka Jiwastina belum cukup mumpuni untuk menerima rante aji, sedangkan Jayastu ... meski dia lebih muda tetapi memang kemampuannya mempelajari atau menyerap ilmu itu lebih baik dibanding Kakaknya.

Lihat selengkapnya