“Makanya lo juga harus belajar lebih giat, dan yang lebih penting lagi, gue juga pengin sahabat-sahabat gue punya IPK bagus hasil kerja kerasnya sendiri.”
–Basir Kurniawan
Kehangatan baru terasa setelah kami keluar dari jalanan berbatu yang diapit oleh pepohonan bambu, cahaya pagi menembus celah di dedaunan dan menyentuh kulit kami. Dua ekor kupu-kupu terbang di antara semak-semak, mungkin mencari bunga untuk mengisap nektarnya. Hingga sekarang aku masih belum tahu kenapa tidak ada satu pun dari Vida, Basir, ataupun Kevin yang menanyakan alasan Ronal memuntahkan makanannya dan menunjuk ke arah pepohonan bambu. Namun, aku yakin mereka memiliki alasan, dan alasan itu terlahir dari pengalaman sebelumnya. Apa pun itu, aku berhak menanyakan dan mengetahuinya nanti.
Akhirnya Vida menghampiri Ronal. “Tadi lo lihat apa, Nal?”
“Cewek,” jawab Ronal. “Tangan kirinya buntung. Dia punya niat jahat, tapi udah gue suruh pergi.”
Jahat? batinku.
“You muntah,” kata Kevin, “kalau laper ada roti di dalam tas, perjalanan masih jauh, isi lagi perut you.”
“Thanks, Vin. Ntar aja, gue masih enek.”
“Hantu-hantu di hutan.” Tiba-tiba Basir bersenandung menggunakan nada dari lagu Cicak-Cicak di Dinding. “Diam-diam mengintip, si Ronal sensitif banget, hoek! Muntahin ketoprak.”
“Hahaha!” Vida terkekeh mendengar lagunya, aku pun ikutan nyengir. Guyonan Basir mengubah suasana yang tadinya mencekam jadi lebih rileks. Memang seharusnya seperti ini agar kami bisa menikmati liburan dengan ceria. Vida mengacak-acak rambut ikal Ronal. “Thanks, Nal. Lo emang selalu bisa diandalin buat jagain kami dari gangguan goib.”
Ronal menjauhkan kepalanya dari Vida, kemudian pria itu melangkah cepat ke depan. Ia menyalip Kevin dan memberikan minyak kayu putih pada Basir lagi—Basir menerimanya.
Aku pun beringsut mendekati Vida dan berbisik, “Vi, kenapa lo baru tanya apa yang dilihat Ronal sekarang? Kenapa nggak dari tadi?”
Vida juga menjawabnya dengan berbisik, “Kalau Ronal sampai muntah, itu berarti tandanya udah gawat. Kalau kita lama di sana dia bisa kesurupan, makanya kita langsung menjauh dan bahas itu di tempat terbuka.”