Ranum

Merta Merdiana Lestari
Chapter #4

Radio

Terkadang, kita tidak menyadari bahwa benda - benda yang kita pernah miliki, bisa menjadi salah satu proses perjalanan hidup kita



Dengan perasaan yang masih setengah sadar, aku membuka mata, ketika suara tukang yang sedang memperbaiki kontrakanku telah tiba dan sedang bekerja, karena kebetulan pemilik kontrakan sedang merenof kontrakan sebagai salah satu hal yang ia lakukan untuk menarik orang – orang agar menggunakan jasa kontrakannya, atas aktivitas itu belakangan aku sering kesulitan untuk beristrahat ketika libur kerja. Lagi, mereka membangunkan lelahku dari mimpi yang tidak dapat ku ingat. Sejenak mataku menatap jendela yang mampu di tembus cahaya matahari, aku ingin mengingat mimpi tetapi beberapa menit aku menerka – nerka isi kepalaku, mimpi itu tak kunjung aku selesaikan untuk di ingat. Aku menoleh ke arah lain, jam dinding di sebelah kiriku menunjukan pukul sembilan pagi, waktu yang masih dini untuk aku bermalas – malasan di hari libur kerja. “Sabtu ini, aku kemana yah” gumamku dalam hati, aku meraih handphone yang sedang di charger, kubuka aplikasi radio dan bergegas merapihkan tempat tidurku lalu pergi ke kamar mandi. Sudah menjadi kebiasaan buatku ketika bangun tidur aku selalu bergegas menyetel musik. Dulu sebelum aku mengenal youtube dan aplikasi musik lainnya, radio adalah salah satu teman yang menemaniku ketika aku sedang membantu ibu di rumah, entah urusan pekerjaan rumah, atau membantu ibu menyiapkan jualannya. Radio adalah satu – satunya hadiah ulang tahun yang berharga dalam hidupku, ibu memberikan hadiah itu Ketika aku berumur 11 tahun, saat itu aku duduk di kelas satu SMP, awalnya ibu membelikanku sebuah catur, karena aku bilang pada ibu, bahwa aku tidak bisa bermain catur maka ibu mengganti catur itu dengan radio. Sejak saat itu radio menjadi teman lamunanku disaat aku bekerja menyiapkan bumbu - bumbu dapur ibu selama enam tahun. Radio menambah wawasanku soal genre musik, artis dan band - band terkenal baik dalam negeri dan mancanegara. Selain bisa mendengarkan musik, berita yang sering aku dapatkan, menjadi sumber dan pengetahuan baru buatku, walaupun terkadang ada bahasa - bahasa yang sulit aku pahami, tetapi radio menjadi salah satu sumber bagaimana caraku berpikir. Selain dapat mendengarkan musik dan berita, radio bisa menjadi pos surat bagi pendengarnya, pernah beberapa kali dengan keisenganku aku sering mengirim - ngirim pesan untuk seseorang yang aku kagumi di sekolah, walaupun orang yang aku kagumi itu belum tentu mendnegarkan radio. Sebagai generasi milenial aku sangat bersyukur dengan keterbatasanku di dunia luar sekolah aku masih bisa menikmati masa - masa remajaku dengan caraku sendiri. Dan hal itu menjadi sangat memorable bagi masa remajaku. Radio saat itu menjadi parenting buat ku untuk bisa berbicara di depan kelas. Karena sering mendengar suara penyiar aku sempat tertarik untuk menjadi seorang penyiar radio saat di Universitas dan pernah suatu ketika aku ingin mempunyai penghasilan tetapi tetap kuliah, aku mendaftar lowongan menjadi penyiar radio di salah stasiun radio di kota Serang, tetapi beberapa kali aku gagal di tes wawancara. Bersama radio, aku seperti memiliki dunia ku sendiri, aku bisa menciptakan duniaku dengan menjadi karakter yang aku suka di sebuah imajinasi yang aku bangun sendiri, sambil membungkus bumbu dapur, aku banyak menciptakan diriku yang lain. Sejak itulah aku jadi sering berimajinasi dan menjadi pelamun yang baik.

Radio tinggal menjadi kenangan, pemberian ibu yang berharga itu harus masuk rongsokan karena sudah rusak dan tidak berfungsi. Beberapa momen yang pernah aku lakukan dengan radio kesayanganku menjadi salah satu aku bertahan sampai saat ini untuk terus mendengarkan radio. Membuat teh hangat dan memutar radio di handphone, aku duduk di depan pintu kamar dan membakar satu batang rokok, lagu Hindia dengan judul rumah ke rumah tiba - tiba saja di putar, dengan suara khasnya yang melankolis tetapi penuh semangat, membuka gerbang - gerbang ingatanku, perkakas di dapur yang menjadi pemandanganku serta suara tembok yang makin keras di pukul oleh tukang, aku ingin menulis ingatan dalam lamunan.


Biarlah,

Lihat selengkapnya