Ranum

Merta Merdiana Lestari
Chapter #6

Nenek

Ingatan - ingatan yang tumbuh didalam isi kepala kita

Selalu mempunyai tempat dan waktunya masing - masing, seperti menenun ingatan - ingatan,

Dan pengalaman hidup selalu memberi suatu pembelajaran.



Karena tidak semua orang tua memiliki keterbukaan terhadap anaknya. Ibu adalah salah satu dari orang tua yang tidak begitu terbuka padaku sebelum aku berumur 30 tahun. Barangkali, faktor dari diamnya ibu dulu karena ada luka yang begitu dalam yang tidak dapat aku lihat, dan nenek adalah satu - satunya orang terdekat didalam keluarga untukku. Ibu dati ibuku ini adalah salah satu keluarga yang kita tahu dia lebih awal hidup 10 kali lipat dari kita, karena nenek adalah ibu dari orang tua kita, jadi memori hidup dan pengalaman hidup yang dialaminya akan lebih banyak dibandingkan kita. Aku selalu tahu cerita tentang sejarah, cerita rakyat, bahkan tentang ayahku nenek sedikitnya tahu. Sampai detik inipun aku tahu tentang ayah, adalah gambaran yang aku dengar dari nenek, walaupun nenek sering ngambek dan marah, nenek tetap menjadi tempat aku berlindung ketika ibu memarahiku. Pernah suatu momen, ibu begitu sangat marah padaku sebab aku begitu larut menonton televisi, hingga pekerjaan rumahku terbengkalai, ibu begitu sangat marah hingga teriakannya bisa terdengar ke beberapa rumah dan aku langsung tanpa pikir panjang sembunyi di rumah nenek, nenek selalu paham ketika aku ngaprit berlarian ke rumah dia, itu pertanda aku sedang dalam masalah.

Nenek, adalah salah satu orang yang menumbuhkan rasa cintaku pada sejarah. Semenjak nenek sering bercerita apapun pada aku atau saudara - saudaraku, aku sering banyak bertanya kepada nenek tentang apapun perihal sejarah baik sejarah Indonesia ataupun asal - usul sejarah keluarga kami, bahkan ketika ada tugas dari sekolah nenek selalu menjadi sumber jawabanku. Nenek pernah bercerita, bahwa alasan bapak tiriku berselingkuh karena Ibu tidak bisa memberikan dia anak laki - laki, memang selama aku menjadi seorang kakak, empat adik yang aku punya adalah perempuan, ketika Tuhan mengabulkan doa Ibu, saat aku duduk di kelas sepuluh aku mendapatkan adik laki - laki, aku dan ibu barangkali berfikir bahwa hidup kami akan tenang dan tidak ada lagi kekerasan, jika memang alasan bapak tiriku berselingkuh dari ibu adalah menginginkan anak laki - laki. Tidak lama setelah adik laki - laki ku lahir saat dia menginjak sepuluh bulan, bapak tiriku ketahuan main perempuan, tetap pulang dari pangkalan dengan keadaan mabuk, bisa dibilang setiap hari aku sebelum sekolah, harus membersihkan bekas muntahan mabuk dari bapak tiriku. Saat - saat itu tidak ada depresi atau perasaan bunuh diri dalam diriku, karena hal itu sebuah kebiasaan yang aku temui, aku hanya menjalani hidup yang terus berjalan saja, tetapi rasa takut dan benci terus bertambah didalam hatiku kepada bapak tiriku.

Selama ibu pergi ke pasar untuk berjualan, dan aku harus sekolah nenek selalu menjadi orang yang menjaga adik - adik yang kecil ketika bapak tiriku masih tertidur dan ibu tidak pernah lupa membawakan nenek ikan setelah pulang dari pasar. Entah mengapa, dari sekian cucu yang nenek miliki dia lebih baik kepadaku, setiap kali memiliki sesuatu baik makanan atau barang - barang seperti tas baju nenek selalu memberikannya padaku bahkan uang jajan. Bertahan hidup dari anak - anaknya dan pensiunan kakek, nenek bisa membangun rumah baru yang dimana rumah lama yang dulu nenek tempati diberikan kepada ibu, yang akhirnya kami bisa tinggal berdekatan dengan saudara ibu yang lain dan tidak perlu pindah - pindah kontrakan lagi, namun hal yang nenek berikan pada ibu ternyata menyimpan kecemburuan dari saudara ibu yang lain. Aku selalu menjadi cucu yang nenek cari ketika nenek harus mengambil uang pensiunan ke Kantor Pos setiap bulan, kesabaranku terbentuk hingga hari ini adalah pengalamanku ketika harus menunggu antrian di Kantor Pos. Selain materi uang jajan yang selalu nenek berikan padaku, pengalaman berkebun dan bertani salah satu pengalam hidup yang hingga hari ini sangat bermanfaat bagi keberlangsungan berkehidupanku. Usut punya usut, kelurga kami berasal dari turun temurun seorang Raden, sebab itu ketika almarhum kakek masih bekerja di pemerintahan Belanda saat itu, banyak sekali tanah juga kebun yang ditinggalkan untuk anak - anaknya, selain ibu yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga oleh seorang suami, nenek dahulu sering sekali mendapat perlakuan yang kurang baik dari kakekku, hal itu sering ibu ceritakan ketika memarahiku juga adik - adik sebagai gambaran bahwa kami masih beruntung hidup diserba ada dan cukup patuh pada orang tua. Dari peninggalan kakek itu, nenek mengelola kebun dan sawah sebelum anak - anak nenek yang laki - laki harus berebut dan dijual secara diam - diam. Setiap hari minggu di libur sekolah, nenek selalu mengajak ku pergi ke sawah entah hanya sekedar melihat dan memastikan irigasi air yang lancar atau memanen hasil yang nenek tanam, entah pisang, melinjo, ubi - ubian dan sayur mayur. Saat aku berumur lima sampai enam tahun nenek selalu menyuruh cucu - cucunya termasuk aku untuk ikut menanam jagung dan kacang, katanya anak kecil yang belum baligh bisa menumbuhkan tanaman yang baik dan subur. Dari pengalaman - pengalaman itulah, aku tidak terlalu tabu berbicara alat - alat berkebun dan memanen. Kini rumah nenek hanya menjadi kenangan yang bisa aku liat ketika melewati pinggiran jalan raya, karena rumah nenek, rumah ibu dan saudara - saudara ibu saat itu berlokasi di pinggir jalan raya, kini baik rumah nenek dan rumah ibu sudah di jual ke pendatang dari Padang, selama nenek sudah tidak begitu kuat untuk menggendong cucu - cucunya saat aku sekolah SMA aku tinggal berdua dengan nenek, menjaga dan membersihkan rumah nenek selayaknya rutinitas yang aku lakukan di rumah, mengepel, mencuci pakaian nenek, menyiram tanaman nenek dan kadang - kadang memasak untuk nenek dan semua keluargaku mempercayakan hal itu padaku untuk merawat nenek. Alasan rumah nenek di jual karena nenek sudah tidak ada dan rumah itu di jual sebagai harta gono - gini untuk anak laki - laki nenek, sedangkan rumah ibu pemberian nenek yang juga tidak kalah banyak momen didalamnya terlebih aku, harus di jual karena lokasi yang sangat dekat dengan jalan raya dan pernah ada suatu kejadian kecelakaan sepeda motor yang melibatkan rumah kami, dimana kendaraan dua itu masuk melalui pintu depan dan menabrak tembok. Ibu akhirnya membeli sebidang tanah kavling yang lumayan jauh dari rumah kami yang dulu tetapi lebih sejuk dan sunyi.

***

Lihat selengkapnya