Rasanya Seperti Mimpi

Rahma Nanda Sri Wahyuni
Chapter #2

Demi Agis, Apa yang Enggak?

 "Ini untuk Agis! Ini untuk Oka dan ini untuk Miya." Mamak membagikan bekal satu persatu pada Kak Miya, Agis dan tentu aku. 

 Pagi hari selalu menjadi hari yang menyibukkan bagi kami bertiga. Meskipun kami sekolah di tiga sekolah yang berbeda, namun perginya harus sama. Sama-sama naik motor, diboncengi oleh Kak Miya. 

 "Aku aja yang bawa keretanya!" kataku dengan semangat. Kami tinggal di kawasan Sumatera Utara, dimana sepeda motor disebut kereta. Jadi saat aku bilang kereta, jangan bayangkan kereta api.

 Miya membuka tasnya dan memperlihatkan sebuah benda ajaib yang bisa dipakai olehnya untuk mengitari bumi perkotaan dengan sepeda motor. Apalagi benda ajaib itu jika bukan SIM. 

 "Sombong sementang udah punya SIM. Baru juga punya SIM C, nanti Oka punya SIM B baru tau."

 "Yaudah sana, kamu pikir Kakak peduli? Mau kamu punya SIM A, B, C, D, E sampe Z juga kakak gak peduli."

 "Mak, kami pergi dulu ya. Hati-hati kami ya Mak! Jangan nakal-nakal kami ya Mak! Hihihi" kataku sambil salam sama Mamak.

"Seharusnya Mamak yang bilang gitu Oka!" Mamak tersenyum sambil membelai kepalaku dengan lembut.

 Miya dan Agis ikut salam dan segera naik ke atas motor. Kami bertiga mengenakan seragam yang berbeda satu sama lain. Miya dengan seragam SMA, aku dengan seragam SMP dan Agis dengan seragam SD. Kami pakai helm. Di kepala Miya, selain ada helm, juga ada topi rajut khusus, topi rajut warna-warni. Mirip seperti topi Mbah Surip, yang menyanyikan lagu 'Tak Gendong Kemana-mana'.

 Bruuum!

 Sepeda motor kami mulai melaju pelan awalnya. Hanya awalnya saja tapi. Kak Miya mengendarai sepeda motornya dengan sedikit terburu-buru. Dipinggangnya sudah ada tangan Agis yang melingkar. Sementara aku duduk paling belakang. Ini adalah pemandangan pagi hari saat kami berangkat ke sekolah. 

 Glodak!

 Kak Miya menabrak sebuah lubang di jalan. Tidak membuat kami jatuh memang, tapi cukup membuat pantatku membentur besi belakang sepeda motor.

 "Tabrak aja semua lubang di jalan ini Kak Miya! Biar habis pantatku tinggal sebelah nanti."

 "Selow kau Oka! Jangan sampai kakak masukkan kau keparit-parit itu."

 Sepeda motor Kak Miya meliuk-liuk di jalanan kota Kisaran. Sebuah kota kecil di salah satu kawasan Sumatera Utara. Kota dengan pemandangan alun-alun yang indah. Kami bertiga, jelas keturunan orang Jawa. Ibu dan Bapak kami adalah orang Jawa, namun berhubung lahir di Sumatera Utara, maka logat kami juga khas Sumatera Utara. Dimana motor menjadi kereta, kamu kadang menjadi kau, jalan adalah pasar dan banyak lagi kata-kata yang sedikit melenceng dari KBBI. 

 Ciiit!

 Miya mengerem sepeda motornya dengan sedikit mendadak. Hal ini membuat aku dan Agis merosot ke arah depan membuat Kak Miya hampir jatuh. Kami sudah sampai di tujuan pertama, sekolah Agis.

 "Agis sekolah dulu ya Kak! Assalamualaikum!" kata Agis sambil salam pada tangan Kak Miya. 

Lihat selengkapnya