"Dek! Jangan tidur di sini!" teriak tukang jaga kuburan.
Oka membuka matanya yang memang sedang mengantuk. Hal pertama kali yang dilihatnya adalah bunga kamboja bewarna putih. Setelah bunga kamboja tadi, pandangan matanya teralihkan pada tukang jaga kuburan yang membangunkannya. Dia bangkit dari posisi tidurnya yang tepat berada di antara dua kuburan.
"Ini sudah kesembilan kalinya saya mendapati kamu tidur di antara dua kuburan ini. Sekali lagi saya pergoki, kamu bisa dapet kulkas. Cepat bangun! Sebentar lagi ada rombongan pengantar jenazah yang mau datang. Jangan sampai saya emosi, terus kamu ikut saya kubur."
"Ini sudah yang kesepuluh kalinya saya ketahuan tidur di sini Wak. Wawak salah hitung." Oka malah protes.
"Eh, ini kamu mau ngajak ribut atau gimana?"
Oka menguap, mengibaskan tanah yang menempel pada bagian baju dan celana. Setelah itu dia berkata pada kedua makam yang ada di kanan dan kirinya.
"Kak Miya, Adek Agis! Oka pulang dulu ya. Besok-besok Oka yang tampan ini balik lagi."
"Iya Oka tampan yang mukanya mirip angkot 103!"
Oka tertawa mendengar suara itu. Itu jelas bukan suara Miya atau Agis, tapi suara si tukang jaga kuburan. Tentu saja, karena Miya dan Agis sudah ada di dalam tanah, mereka tidak mungkin bisa menjawab. Tak selang berapa lama Oka bangkit, ada rombongan pengantar jenazah datang. Pemandangan itu jelas bukan pemandangan yang aneh, namanya juga di tempat pemakaman umum, ya pasti pemandangan seperti ini lumrah. Ini adalah salah satu pemakaman yang cukup padat di kota Medan. Lokasinya berada di areal pinggiran kota.
Dari pinggiran kawasan kuburan, Oka melihat salah satu pengantar jenazah menangis meraung-raung di dekat kuburan. Dugaan Oka, orang itu pasti adalah yang merasa terpukul dengan kepergian orang yang meninggal. Dia adalah seorang pria, entah siapanya yang meninggal Oka tidak tahu, bisa jadi saudaranya atau istrinya. Oka melangkah menuju ke tepian dekat pinggir jalan.
"Dek! Beli es cendol saya dong!"
Oka menoleh ke arah orang yang bicara padanya barusan. Dia memperhatikan tukang es cendol yang ada di dekatnya. Tukang es cendol itu membawa sebuah gerobak dorong. Segera Oka merogoh kantongnya, mencoba mengingat apa tadi dirinya membawa dompet atau tidak. Syukurlah dia membawa dompet ternyata.
"Satu!" kata Oka memesan es cendol.
"Meninggal kenapa itu yang dikuburkan Dek?" tanya si tukang cendol.
"Sakit jantung Wak! Jantungnya berhenti, makanya meninggal."
"Oh gitu. Kamu kok tahu? Saudaranya?"
"Bukan."
"Temannya yang meninggal?"
"Bukan juga."
"Terus? Kenapa bisa tahu?"