Setelah melepas kaca mata, aku memijit kedua pangkal alis dengan ibu jari dan jari telunjuk secara bersamaan. Perlahan pening mulai memudar dari kepalaku. Aku melakukan relaksasi mata—dengan menggerakkan bola mata ke kanan, kiri, atas, bawah dan memutar—secara elegan. Berpura-pura mengamati keadaan yang ada di sekitar.
Seperti biasanya, weekday Joint Café tidak begitu ramai. Suasana yang memang kuharapkan agar aku bisa fokus bekerja. Maksudku tentu saja mengerjakan orderan tugas kuliah dari para mahasiswa pemalas.
Setiap jam kuliah selesai aku memang selalu tidak langsung pulang ke rumah. Aku menghabiskan waktu di perpustakaan, taman atau pun café yang menyediakan wifi gratisan. Selain mencari suasana yang nyaman untuk ‘bekerja,’ aku juga tidak mau tampak pura-pura belajar di hadapan keluargaku.
“Aku mau setelah menikah kita tinggal terpisah dari orang tua,” ucap seorang wanita dari meja nomor 20.
“Baiklah akan aku bicarakan pada Papa dan Mama,” jawab pria yang ada di hadapannya.
“Menikah artinya kita siap hidup mandiri, Babe. Aku nggak mau ada bayang-bayang orang tua yang mengatur rumah tanggaku kelak.”
“Tentu saja, sayang.” Si Pria menggenggam jemari wanitanya.
Aku mendesah sambil memainkan tepian cangkir espressoku. Menikah memanglah jalan satu-satunya agar terlepas dari jerat tuntutan orang tua. Sejujurnya, aku pun ingin segera menikah agar segera bebas dari segala nada omelan Ibu. Namun jangankan calon suami, pacar pun aku tidak punya.
Kusesap sisa espresso di cangkirku hingga tandas. Setelah memandang layar yang menampilkan kedipan kursor di huruf terakhir ketikanku, aku memutuskan untuk menyudahi pekerjaanku hari ini. Kututup laptop dan segera memasukkannya ke dalam ransel hitam berserta semua buku diktat dan catatan yang sedari tadi berserakan di meja.
Biasanya aku menyudahi pekerjaanku tepat saat senja merajahi cakrawala. Namun saat ini, aku sedang merasa jenuh dan tidak konsentrasi. Daripada memaksakan diri, lebih baik kuakhiri saja. Toh, semua deadline tugas yang kukerjakan masih minggu depan.
Kuhabiskan jamur crispy yang sudah tak lagi renyah karena terlalu lama terpapar udara. Sayang jika harus kutinggalkan begitu saja. Air mineral yang masih tersisa setengah botol pun kumasukkan ke dalam tas. Lagi-agi, sayang jika harus terbuang.
Setelah menyelesaikan tagihanku di meja kasir, aku berjalan melangkah keluar dari Joint Café. Suasana Polygon Mall yang lenggang segera menyambutku. Selain weekday, hari ini juga tanggal tua.