"Semuanya kumpul dulu yang rapi, yang tenang. Ada kawan baru untuk kalian."
Suara klasik milik Gus Karim terdengar memasuki ruangan kelas pagi itu seusai Yasinan pagi hari yang biasanya memang rutin selalu dilaksanakan setiap hari Jumat. Bersamaan dengan itu, Gus Karim terlihat mengayunkan tangannya pelan seperti sedang memanggil seseorang dari arah luar untuk segera masuk ke dalam ruangan sehingga membuat seisi kelas semakin bertambah penasaran.
Beberapa detik kemudian sosok seorang gadis nampak memasuki ruangan kelas dengan langkahnya yang ringan seringan hembusan angin yang sedang berderu lembut di luar sana, membuat keheningan seketika mencuat dan membuat seluruh perhatian seakan hanya tertuju kepada gadis itu seorang.
"Ini Nadhira. Nadhira Dalila Husein. Kawan baru kalian di pesantren ini."
Saat Gus Karim memperkenalkan gadis baru itu dihadapan seluruh penghuni kelas, suasana yang tadinya hening tiba-tiba saja berubah menjadi agak gaduh. Suara bisikan-bisikan kecil seakan tidak terelakkan ketika mereka satu per satu mulai menyadari siapa anak baru yang akan bergabung dengan kelas mereka mulai dari sekarang itu.
'Dia Nadhira yang itu kan?'
'Nadhira yang videonya sempat viral itu?'
'Yang bener aja, masa dia masuk pesantren kita?'
Semuanya terdengar sibuk saling berbisik antara satu sama lain dengan gerakan tubuh yang amat kentara sekali.
Meskipun begitu Nadhira, si santriwati baru yang dengan sadar mengetahui dirinya sedang menjadi objek gunjingan seisi kelas pada pagi hari itu sama sekali kelihatan tidak peduli dan bergeming sedikitpun. Begitupun dengan Gus Karim. Lelaki bertubuh tinggi tegap dengan kain putih yang melilit menutupi hampir seluruh bagian kepalanya itu lebih memilih untuk mengajak bicara Nadhira sekali lagi, sepertinya masih ada urusan yang harus mereka lakukan sebelum melepas anak baru itu sepenuhnya ke dalam kelas dan memulai pelajaran.
"Nadhira, barang-barang kamu sudah tiba. Sebelum masuk kelas, alangkah baiknya kalau kamu berbenah terlebih dahulu. Pihak pesantren sudah memilihkan kamar dan asrama buat kamu."
Nadhira hanya menganggukkan kepalanya kecil begitu mendengarkan ucapan Gus Karim barusan. Karena itu, suasana kelas menjadi semakin lebih heboh lagi namun mereka semua tetap bertahan untuk mengungkapkannya masih dengan cara berbisik satu sama lain sebagai bentuk penghormatan karena Gus Karim, salah satu Uztadz dan Mudarris kenamaan yang pondok pesantren mereka punya itu masih berada di dalam kelas.
Para santriwati lainnya penasaran dengan siapakah Nadhira akan berakhir satu asrama? Pondok 'Darul Langitan' selalu membagi satu kamar asrama untuk setiap santriwati yang mereka miliki, dengan kata lain Nadhira yang baru datang sudah pasti juga akan mendapatkan teman sekamar sama seperti santriwati lainnya, kecuali kalau gadis itu mendapatkan keistimewaan penting saat datang ke pesantren ini.
Saat memikirkan hal itu, pandangan para santriwati lainnya kompak tertuju pada satu sosok yang sama.
Seorang santriwati yang baru saja ditinggalkan oleh teman sekamarnya beberapa minggu yang lalu.
"Sabiya, kamu ikut juga, ya. Bantu teman sekamar kamu berbenah dan merapikan barangnya."
Prasangka para penghuni kelas benar adanya.
Santriwati yang akan berbagi kamar dengan Nadhira... sudah pasti adalah aku, Sabiya, si santriwati bayangan yang keberadaannya seperti warna abu-abu di pesantren ini.