"Astaghfirullah hal'adzim, Jamilah. Mana ada hal yang seperti itu antara Gus Karim dan Nadhira!"
Aku dengan cepat membantah pernyataan Jamilah. Aku merasa Jamilah sedang mengatakan omong kosong yang tidak masuk akal. Bagaimana mungkin Nadhira akan menjadi calon istri baru dari Gus Karim? Memikirkannya saja aku tidak pernah. Memangnya ada alasan sehingga ia bisa menuduh teman sekamarku seperti itu?
"Coba kau pikirkan lagi Sabiya. Uztadzah Normazah, istri dari Gus Karim sudah jarang kelihatan menemani Gus Karim di pesantren ini. Lalu tiba-tiba saja, Gus Karim membawa gadis itu ke pesantren ini. Aku mendengar kalau Gus Karim sendiri yang mengurus kepindahan Nadhira ke pesantren ini."
Jamilah dengan cepat memotong seruanku dan menambahkan penjelasannya secara lebih rinci meskipun masih dengan suara setengah berbisik. Namun aku buru-buru menggelengkan kepalaku dengan cepat.
"Tidak, aku dengar sendiri dari Gus Karim. Nadhira itu adalah anak dari kawan beliau di kota..."
"Sabiya, kau ini terlalu polos jadi tidak mengerti."
Sekali lagi Jamilah dengan mudahnya memotong ucapanku begitu saja.
"Kalau kau adalah Gus Karim, apakah kau akan mengaku dengan mudahnya? Mungkin memang benar kalau Nadhira adalah anak dari teman Gus Karim di kota, tapi apa yang terjadi antara mereka berdua mana ada yang tahu. Sejak Nadhira datang ke pesantren kita ini, Gus Karim terlihat begitu mengutamakannya. Kita tidak bisa mengeyampingkan kenyataan bahwa Gus Karim begitu peduli pada Nadhira. Lagipula apa kau tidak merasa janggal melihat kedatangan Nadhira di sekeliling Gus Karim tepat pada saat kabar hubungan beliau sedang renggang dengan istrinya?"
Aku tiba-tiba saja menjadi terdiam setelah mendengarkan ucapan Jamilah. Aku yang awalnya tentu saja menolak rumor itu entah mengapa mendadak merasa berpikir dua kali untuk membalas ucapan Jamilah.
"Tapi Nadhira dan Gus Karim, jarak umur mereka saja dua kali lipat adanya..."
"Kalau urusan perasaan, tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Lagipula umur itu hanyalah angka. Banyak gadis belia seusia kita di luaran sana yang sudah menjadi istri orang tua, bahkan lebih tua dari Gus Karim. Dalam kepercayaan yang kita punya, mempunyai lebih dari satu pasangan itu diperbolehkan. Tapi tentu saja, untuk kasus Nadhira dan Gus Karim aku merasa cukup mencurigakan dan mayoritas penghuni kelas kita juga merasa demikian."
Aku mengernyitkan kening atas pernyataan Jamilah barusan.
"Maksudmu apa, Jamilah?"
"Maksudku... bisa saja apa yang terjadi antara mereka berdua dilandaskan atas suatu perselingkuhan. Nadhira merebut Gus Karim dari Ustadzah Normazah. Orang-orang menyebutnya sebagai pelakor? Perebut laki orang?"
Aku membulatkan kedua mataku tidak percaya atas penuturan Jamilah yang entah mengapa semakin terdengar liar dan mengada-ada. Namun, gadis itu malah mengangkat kedua bahunya sembari menatapku dengan tatapan santai tak bersalah.
"Sekali lagi coba pikirkan, Sabiya. Kenapa Gus Karim tiba-tiba membawa gadis remaja ke pesantren kita ini? Tanpa ada angin, tanpa ada hujan? Sementara Uztadzah Normazah, istrinya sudah tidak pernah kelihatan lagi. Kalau bukan mencurigakan, lalu apa lagi?"
Aku terdiam dalam keadaan sedang berpikir berat. Aku ingin membantah semua ucapan Jamilah, namun apa yang ia katakan tentang Gus Karim yang secara tiba-tiba membawa Nadhira ke pesantren ini memang terdengar mencurigakan.