Gedung asrama santriwati kami dengan cepat dikerubungi banyak orang dalam waktu singkat setelah aku berlari terbirit keluar kamar dalam keadaan berkeringat hebat dan melaporkan keanehan yang terjadi dalam diri Nadhira, teman sekamarku.
Para pengurus pesantren, pengajar, santriwati lainnya termasuk Kyai Hasanuddin langsung berkumpul di kamarku demi mengecek keadaan Nadhira.
Dari keterangan pengurus pesantren lainnya aku juga baru tahu kalau ternyata pada waktu kami melakukan pengajian setelah Maghrib tadi, Nadhira terlihat berkeliaran di gedung kantor pesantren dan mengikuti Uztadzah Normazah dari arah belakang.
Lalu kemudian, Nadhira menarik hijab Uztadzah Normazah dari belakang lalu menjambak rambut beliau dan kemudian kabur berlari dalam waktu cepat, membuat Uztadzah Normazah tidak sempat membela diri dan nyaris jatuh tersungkur.
Semua kejadian itu terekam dalam CCTV kantor dengan jelas dan menunjukkan bahwa Nadhira memang benar adalah pelaku yang menyerang Uztadzah Normazah.
Semuanya saling bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi pada diri Nadhira. Dalam sekali pandang, gadis itu terlihat seperti tidak kerasukan sama sekali. Ia berbaring di atas ranjangnya dalam posisi tenang meskipun kami mengerubunginya seperti ini.
Namun, kedua mata gadis itu melotot dan terlihat memerah menyala, menatap ke arah kami semua yang berada di kamar ini dengan nanarnya.
"Apa Nadhira menunjukkan tanda-tanda yang mencurigakan dan aneh sebelum ini?" Kyai Hasanuddin bertanya kepadaku selaku teman sekamarnya dan aku menggelengkan kepalaku dengan cepat. Seingatku, Nadhira terlihat normal-normal saja sejak kemarin hanya saja hari ini ia sempat izin dari kelas karena merasa kurang enak badan.
"Nadhira tidak mungkin sengaja mencelakai Uztadzah Normazah. Ia sangat menghargai Uztadzah Normazah dan Gus Karim karena sudah mendapatkan bantuan yang banyak sejauh ini dari mereka berdua, karena itu..."
Aku tidak sempat melanjutkan ucapanku karena tiba-tiba saja kedua mataku melotot terkejut bukan main begitu menyaksikan sesuatu yang amat janggal dan gaib sedang terjadi pada diri Nadhira. Menyadari ekspresi terkejut yang tergambar di wajahku, mereka semua yang ada di ruangan kamar ini juga refleks menoleh dan tentu saja sama terkejutnya seperti diriku.
Bagaimana tidak.
Malam itu, kami semua yang ada di kamar menjadi saksi mata yang melihat langsung bagaimana tubuh Nadhira terlihat di atas ranjang tempat tidurnya dalam keadaan... melayang!
Benar-benar melayang!
Melayang perlahan ke udara hingga pada akhirnya tubuhnya jatuh kembali ke ranjang.
Kejadian itu berlangsung sangat cepat dan sepertinya hanya dalam waktu hitungan detik namun mampu membuat mulut kami semua menganga tidak percaya.
Hal gaib seperti ini... ternyata benar-benar ada?
***
Malam itu kami semua yang berada di gedung asrama secara serempak memilih untuk tidak tidur dan menjaga Nadhira sampai pagi buta. Nadhira tidak menunjukkan adanya tanda-tanda pemberontakan, namun kedua matanya terus melotot menyala tanpa terkatup hampir sepanjang malam.
Kyai Hasanuddin, Uztadzah Nur dan Uztadzah Normazah yang menyadari hal itu terlihat saling memasang cemas seperti sedang mengkhawatirkan sesuatu.
"Anak ini sedang dalam bahaya," sahut Kyai Hasanuddin setelah cukup lama terdiam memperhatikan Nadhira yang masih tertidur terlentang di atas tempat tidurnya.