Rasuk Terakhir: Huriyyah

litareea
Chapter #10

GADIS BISU YANG MALANG

Kyai Hasanuddin menceritakan kepada kami semua sebuah kisah memilukan tentang kehidupan seorang santriwati yang membuat gempar wilayah ini pada tahun 1998 lalu.

Pada waktu itu, ada seorang gadis remaja bernama Huriyyah yang menuntut ilmu di pesantren 'Darul Langitan' ini. Ia adalah seorang gadis cantik dan rajin, setiap hari selalu datang paling pagi lalu membersihkan kelas. Tipikal gadis tekun dan pekerja keras, hanya saja gadis itu memiliki satu kekurangan yang berdampak penuh pada kehidupan dan tumbuh kembangnya.

Huriyyah, gadis itu... bisu.

Ya, ia adalah seorang gadis yang bisu dan tidak bisa bicara sejak lahir. Sejak kecil berkomunikasi melalui bahasa isyarat dan gesture tangan saat ingin menyampaikan sesuatu. Meskipun begitu, ia tidak pernah mengeluh. Ia tetap menjalani hidupnya dengan bersyukur dan optimis bahwa kelak ia akan lulus dari pesantren dan mengejar impiannya pada bidang medis dan kedokteran yang sudah lama begitu ia idamkan.

Namun, kehidupan gadis bisu itu mendadak berubah seratus delapan puluh derajat begitu pengelolaan pesantren ini dipindahtangankan pada seorang pemuka agama termasyhur di wilayah ini pada saat itu, Kyai Abdul Jatira. Kyai Abdul Jatira adalah seorang ulama dari daerah Jawa yang pernah mengeluarkan banyak buku filsafat dan ilmu agama.

Meskipun beristri tiga dan mempunyai banyak anak dari silsilah yang berbeda-beda, para masyarakat wilayah pada waktu itu sangat menghormati dirinya sebagai salah satu pemuka agama yang sering diwawancarai bahkan pernah masuk stasiun televisi lokal.

Titik balik dari kehidupan Huriyyah adalah ketika ia bertemu dengan Adil Tsani, putra bungsu dari Kyai Abdul Jatira dan istri ketiganya. Adil Tsani adalah seorang lelaki yang berusia dua puluhan lebih pada saat itu dan baru saja menyelesaikan pendidikannya di salah satu Universitas bergengsi. Setelah kelulusan, lelaki itu banyak menghabiskan waktu menemani Ayahnya untuk membantu urusan yang ada di pesantren 'Darul Langitan'.

Saat pertama kali melihat ada santriwati secantik Huriyyah, lelaki itu langsung jatuh hati. Mengenyampingkan fakta bahwa gadis itu bisu dan memiliki kekurangan, Adil Tsani mendekati Huriyyah dengan niat untuk mendapatkan hati gadis itu.

Namun, Huriyyah sama sekali tidak tertarik. Gadis bisu itu justru malah terkejut melihat anak dari petinggi pesantren tempatnya tinggal tiba-tiba saja mendatanginya dan mengajaknya untuk berpacaran yang mana bagi Huriyyah pacaran atau kencan merupakan sesuatu yang dilarang dalam agama dan kepercayaannya.

Selain itu, sebenarnya Huriyyah sudah lebih dulu jatuh hati pada sosok seorang lelaki remaja dari pesantren sebelah, seorang penghafal Al-Qur'an yang sering diundang dalam acara keagamaan yang sering pesantren ini adakan. Lelaki remaja berusia sepantaran dengan dirinya itu bernama Gus Karim, murid dari pengurus pesantren ini sebelumnya. Gadis bisu itu sangat menyukai Gus Karim dan sering memikirkannya. Namun, ia memendam segala perasaan masa muda itu dan hanya bisa mengagumi Gus Karim dari kejauhan dengan harapan suatu saat nanti Gus Karim bisa menyadari perasaannya.

Penolakan dari Huriyyah itulah yang membuat Adil Tsani bukannya menyerah malah menjadi semakin merasa tertantang untuk membuat gadis bisu itu jatuh bertekuk lutut tepat di kakinya. Sebuah awal dari obsesi yang malah membuat lelaki itu menjadi hilang akal dan mengandalkan segala cara agar membuat Huriyyah menjadi miliknya. Dan cara yang lelaki itu pilih adalah dengan menjerumuskan gadis itu melalui 'doktrin' Ayahnya.

"Laki-laki adalah seorang 'Khalifah' di muka bumi ini. Sementara kodrat perempuan selamanya adalah sebagai pengikut. Ketika 'Khalifah' telah mengatakan, memerintahkan atau menginginkan sesuatu, maka wajib hukumnya bagi sang perempuan untuk menuruti apapun yang laki-laki katakan kepadanya. Itu seakan sudah menjadi hukum bagaimana dunia dan agama ini bekerja, anakku. Kalau kau melawan, menolak atau mengingkari, itu sama saja artinya bahwa kau melakukan sesuatu yang dilarang agama kita. Dan itu semua adalah bagian dari dosa."

Itu adalah ucapan dan wejangan khusus yang keluar dari mulut sang pemuka agama ulung, Kyai Abdul Jatira kepada Huriyyah. Huriyyah yang pada saat itu masih sangat muda, tidak bisa membedakan mana hal yang baik dengan buruk termakan doktrin itu seketika. Ia membenarkan segala doktrin dan ajaran dari Kyai Abdul Jatira itu tanpa menyadari bahwa ia baru saja terkena ajaran salah sekaligus pemahaman patriarki yang amat menyesatkan.

Ia merasa dirinya sangat berdosa karena selama ini sudah bersikap keras kepala karena terus menghindari Adil Tsani yang secara terang-terangan mendekatinya. Setelah mendengarkan ucapan petinggi pesantren itu, sang gadis bisu langsung beranggapan bahwa ia harus menuruti segala kemauan dan perintah dari manusia yang berjenis kelamin laki-laki kalau tidak ingin berdosa.

Sebuah anggapan polos yang membuka gerbang kemalangan dalam hidupnya. Karena setelah itu, Adil Tsani semakin melancarkan rencana jahatnya pada diri Huriyyah. Berdasarkan pemikiran Huriyyah yang sudah termakan doktrin Ayahnya itu sepenuhnya, Adil Tsani memanfaatkan hal itu untuk merusak kepolosan gadis bisu itu sepenuhnya.

Lelaki itu meminta Huriyyah untuk memberikan tubuh dan keperawanan yang ia punya. Kalau Huriyyah menolak, maka itu berarti gadis itu sudah melanggar agama dan melakukan dosa besar. Dengan perkataan semacam itu, Adil Tsani beserta Ayahnya memperdaya Huriyyah.

Huriyyah yang sudah menanamkan anggapan bahwa setiap laki-laki adalah seorang 'Khalifah' tidak mempunyai pilihan lain selain mengiyakannya meskipun ia tahu bahwa kehidupannya akan rusak sepenuhnya setelah ia menuruti keinginan lelaki itu. Ia mengubur dalam-dalam perasaan sukanya pada Gus Karim dan memaksakan diri untuk menjadikan Adil Tsani sebagai seorang 'Khalifah' dalam hidupnya. Karena Adil Tsani adalah laki-laki pertama yang menginginkan sesuatu dari dirinya.

Dalam keadaan hati yang memberontak dan tidak rela, gadis bisu nan malang itu membiarkan dirinya menjadi objek pemuas nafsu sang anak bungsu petinggi pesantren itu selama berulang-ulang kali hingga membuat perasaan ia miliki perlahan-lahan mati tidak berasa lagi. Meskipun menyakitkan, gadis bisu itu harus tetap melaluinya. Adil Tsani memperlakukan dirinya dengan kasar dan selalu menuntut, membuat mental Huriyyah yang masih sangat belia itu kacau dan berantakan.

Namun, sekali lagi gadis itu seakan tidak memiliki pilihan. Yang bisa ia lakukan hanya menuruti segalanya, seperti seekor peliharaan kesayangan yang dikurung dalam kandang lalu diperlakukan seenaknya dan tetap tidak bisa melakukan apa-apa. Begitulah kehidupan remaja sang gadis bisu yang tidak banyak diketahui orang-orang.

Setelah berbulan-bulan melakukan sesuatu yang tidak senonoh dan semena-mena pada diri Huriyyah, Adil Tsani kembali menginginkan sesuatu yang lain. Kali ini, lelaki itu menginginkan untuk mempersunting Huriyyah dan menjadikan gadis bisu itu istrinya. Sebuah keinginan yang sangat tidak berdasar nan egois karena lelaki itu sadar bahwa gadis yang ia ingin nikahi berada pada usia bawah umur pada saat itu namun ia tetap saja menginginkannya.

Lihat selengkapnya