Menyelamatkan Luna
Asap tipis dan kabut hangat mengambang di udara ruangan bawah tanah itu, bekas jerit, darah, dan besi yang terbakar. Senyap menguasai. Kecuali suara dengusan tertahan dari para lelaki berpakaian hitam yang kini menggeliat tak berdaya, tulang mereka patah, wajah mereka remuk.
Scarlett, Iron Lady, berdiri di tengah kehancuran, bayangannya membelah cahaya lampu redup seperti sosok dari legenda murka. Pandangannya jatuh pada satu tubuh yang tak asing: Bresthon, pria kekar dengan separuh wajah melepuh yang kini terkapar, napasnya berat, matanya memohon.
Iron Lady mendekat… setiap langkahnya menekan lantai seperti palu godam di atas dosa. Jemarinya yang berlapis sarung logam sempat terangkat, gemetar... ingin menghabisi hidupnya. Tapi tidak.
Belum.
“Aku akan menyimpanmu…” bisiknya dingin, seperti desiran angin di makam terbuka, “…sampai kau memberiku semua jawaban.”
Kemudian ia melangkah, meninggalkan Bresthon yang menggeliat di genangan dosanya sendiri.
Langkahnya berhenti di hadapan seorang wanita seksi yang bergaun sutera merah, berdiri kaku di antara noda-noda kemewahan dan kehinaan: Madam. Wajahnya pucat pasi, tubuhnya gemetar.
Iron Lady menatapnya, diam.
“Kau yang menjual gadis-gadis ini?” tanyanya pelan, seperti pertanyaan dari lubuk neraka.
Madam membuka mulutnya... tapi tak ada suara keluar. Ketakutan menggantikan lidahnya. Iron Lady tersenyum tipis, senyum yang tak mengenal ampun.
“Aku tak butuh pengakuan,” ucapnya. “Dunia ini sudah memberikanku bukti.”
Ia melangkah pergi, membiarkan Madam berdiri dalam kengerian yang akan menghantui mimpinya sampai mati.
Ia tiba di tengah ruangan. Gadis-gadis yang lemah dan hancur duduk berserakan, seperti boneka yang dibuang. Tatapan mereka kosong, beberapa menangis tanpa suara, beberapa sudah tak bisa menangis lagi.
Iron Lady mengangkat tangan.
Dari sekitarnya, potongan peralatan makan, pisau, garpu, sendok, bergetar, lalu melayang di udara… mengelilingi dirinya dalam tarian logam yang penuh murka.
Dunia ini menjijikkan.
Lalu pandangannya jatuh pada Luna, gadis berambut abu-abu, bermata orange, tubuhnya lunglai, napasnya tipis. Darah masih mengalir dari luka-lukanya, tubuhnya dingin. Ia hampir mati.