Ratu Legiun: Wanita Besi dan Putri Cahaya Bulan

Eldoria
Chapter #17

Vol 1 Bab 17: Ketika Korban Menjadi Eksekutor

Pengadilan Besi

Langkah sepatu besi kembali menggema di ruangan merah yang kini sepi dari tawa, hanya menyisakan suara erangan… dan rasa takut yang menusuk sumsum. Iron Lady berjalan perlahan, seperti algojo yang tak terburu-buru menjemput ajal para terhukum.

Satu per satu, pria-pria berjas hitam yang masih menggeliat kesakitan di lantai, ditarik oleh kerah mereka. Suara logam beradu kain kasar. Iron Lady menyeret mereka tanpa ampun seperti membuang bangkai hewan busuk ke sudut ruang. Mereka ditumpuk… satu per satu… membentuk bukit daging pendosa, dan di puncaknya: Bresthon, tubuhnya gemetar, berdarah, tapi matanya masih dipenuhi ketakutan yang lebih dalam dari neraka.

Tak lama, suara sepatu besi kembali berderak... lalu Madam yang gemetaran, wajahnya basah oleh air mata dan kencing ketakutan, diseret ke tumpukan itu. Ia menjerit, meronta... namun tak berarti. Iron Lady melemparkannya ke atas tumpukan dengan satu gerakan tajam.

Bunyi tubuhnya membentur seperti kantong daging busuk.

Lalu Iron Lady berdiri di hadapan mereka.

Tatapannya bukan amarah.

Bukan dendam.

Melainkan jijik.

Jijik terhadap dunia. Jijik terhadap sistem. Jijik terhadap mereka yang menyebut diri manusia namun hidup seperti setan berseragam dosa.

Kemudian ia berpaling, meninggalkan tumpukan pendosa, dan melangkah ke sisi lain ruangan. Ke tempat para gadis muda yang sebelumnya menjadi hiburan murah bagi pria-pria bajingan itu.

Langkahnya melambat saat ia mendekati seorang gadis berambut pirang yang duduk di pojok, tubuhnya gemetar, mata sembab, tubuh mungilnya mengerut dalam ketakutan.

Iron Lady berlutut perlahan, menyamakan tinggi tubuh mereka. Lalu ia menepuk pundak gadis itu lembut… tapi tegas.

“Jangan takut. Aku tidak akan menyakitimu,” ucapnya pelan, suaranya bagai kabut malam, namun penuh kuasa.

“Aku datang bukan sebagai pembunuh. Tapi sebagai hakim… untuk membelamu.”

Gadis itu masih terisak. Tapi gemetarnya mulai mereda.

“Siapa namamu?”

Suara itu seperti pelukan pertama setelah badai.

Perlahan, gadis itu menjawab, “…Bestie.”

Scarlett tersenyum tipis. Mata merahnya melunak sejenak.

“Baiklah, Bestie.”

Lihat selengkapnya