Penghakiman Bresthon
Langkah-langkah berat menggema di ruang bawah tanah yang hanya diterangi cahaya obor. Bau besi, darah lama, dan kepasrahan memenuhi udara, seperti doa yang tak akan pernah dijawab.
Di ujung ruangan, Bresthon terbaring lemah di lantai, tubuhnya lemah, matanya sayu, bukan karena kurang tidur, tapi karena hidup telah menelanjangi segala lapisan martabat terakhir dalam dirinya.
Iron Lady berdiri di hadapannya. Sosok itu merupakan mimpi buruk yang menghantuinya setiap malam. Tak ada amarah di matanya. Hanya logam dingin. Seperti pedang yang telah memilih tujuannya.
Ia mencengkeram kerah Bresthon, mengangkatnya dari lantai.
“Di mana putra Baron?”
Suara itu tak menggelegar. Ia berbisik, namun lebih mematikan dari raungan.
Bresthon, separuh tersenyum miring, seperti seseorang yang sudah tak tahu mana yang lebih menyakitkan, kehidupan, atau pengakuan.
“Bagaimana kalau... aku menolak menjawabnya?”
Iron Lady tidak bereaksi. Tak ada kemarahan. Hanya keheningan mekanik. Lalu—
Brak.
Tubuh Bresthon dilempar ke atas meja kayu hingga bergema bunyi retakan. Sebelum ia sempat menarik napas, satu pisau melayang memotong satu jari.