Lyra berdecak kesal, karena seragam miliknya dipenuhi tumpahan lip cream, yang berwarna merah menyala.
Saat ini tujuannya adalah ruang UKS, tempatnya biasa bolos pelajaran dan tidur siang di sana. Lebih tepatnya bobo cantik.
Salah satu adik kelas yang berpapasan dengannya membelalakkan mata, saat melihat seragam Lyra. "Da ... darah!" pekik adik kelas tersebut, kemudian berlari entah ke mana.
Lyra menggaruk alisnya. "Kenapa, sih? Nggak jelas banget."
Baru saja ia memasuki ruang UKS, langsung disambut oleh Kak Nisya. Dokter yang berjaga di UKS. Ia sudah hapal betul dengan alasan Lyra jika masuk UKS. "Mau bolos lagi, Ra?"
Lyra menggelengkan kepalanya. "Bukan bolos, Kak. Tapi, mengistirahatkan otak sejenak dari pelajaran yang menumpuk kayak dosa Lyra."
Nisya menggelengkan kepalanya, jangan tanya bagaimana Lyra bisa akrab dengan Dokter cantik itu, karena Dokter Nisya adalah Kakak sepupunya Alvin.
Walaupun Mamanya Alvin adalah pemilik yayasan, Alvin tak pernah diperlakukan istimewa, ia diperlakukan sama seperti siswa lainnya.
"Terus kenapa seragam kamu bisa kotor?" tanya Nisya.
Lyra duduk di salah satu bangkar UKS. " Tadi, lip cream aku tumpah. Terus, kena seragam, deh."
Dokter Nisya terkekeh pelan. "Orang awam bisa mengira itu darah loh, Ra. Kamu ini ada-ada aja."
Fokus para siswa kelas 11 IPA-1 kembali terpecah, saat pintu kelas diketuk oleh seorang siswa. "Itu ... Kak Lyra," ujar siswa tersebut dengan napas tersengal-sengal.
Mendengar nama Lyra, tubuh Alvin dan Alfa langsung menegang. Jantung mereka langsung berdetak lebih cepat.
"Ada apa dengan Lyra?" desak Alvin sambil menelan salivanya kasar. Entah mengapa perasaannya mendadak tidak enak.
"Kak Lyra berdarah, sekarang lagi di UKS," lanjut siswa tersebut, membuat Alvin langsung bergegas meninggalkan kelas, disusul oleh Alfa.
Mereka mengabaikan panggilan guru yang sedang mengajar, keduanya pergi tanpa pamit pada guru terlebih dahulu.
Alvin berlari sekuat tenaga, mengeluarkan segala kekuatannya untuk mencapai UKS secepatnya. Di belakangnya, sosok Alfa berlari tak kalah kencang, mereka tak kaget jika Lyra masuk ruang BK.
Bagaikan tersambar petir di siang bolong, apa yang terjadi pada gadis manis itu?
Alvin memasuki ruang UKS dengan napas tersengal-sengal, Alfa bahkan menubruk punggungnya. "Kak Nis, Lyra mana?"
Nisya menunjuk bankar paling ujung, kedua cowok tampan itu menghampiri bankar tersebut. Kemudian, menyingkap gorden yang menghalangi.
Saat gorden tersingkap, menampilkan sesosok makhluk cantik sedang berbaring di atas bankar UKS, dengan mata terpejam dan seragam yang dipenuhi warna merah.
Tenggorokan Alvin tercekat, ia dan Alfa saling memandang satu sama lain.
"Ra ... Lyra! Lo kok, bisa kayak gini sih, Ra? Lo nggak apa-apa deh, masuk ruang BK tiga kali sehari, tapi jangan mati dulu, Ra! Nanti siapa yang jadi babu gue, kalau lo mati duluan?!" raung Alfa sambil menggoncang tubuh Lyra, seketika teringat dosanya yang menumpuk kepada Lyra.
"Kak Nis, siapa yang melakukan hal ini pada Lyra?" tanya Alvin dengan tatapan yang menghunus layaknya pedang pada Nisya.
Nisya yang sedari tadi bingung dengan kelakuan dua cowok itu, semakin tak kondisi yang saat ini terjadi. Lyra biasa datang ke UKS untuk membolos saat jam pelajaran, lantas mengapa wajah mereka terlihat sangat tegang?
Alvin mengepalkan tangannya, kuku-kukunya memutih, menahan amarah. Ia tak tahan jika melihat Lyra lecet sedikit saja. Ia bersumpah akan menjadikan orang yang menyakiti Lyra sebagai samsak tinjunya.
Berkali-kali Lyra selalu mendapatkan teror di sekolah ini, namun ia selalu gagal mendapatkan bukti dan pelaku yang melakukan hal tersebut.
Tanpa sepengetahuan Alvin, Lyra telah menyembunyikan seluruh rekaman CCTV dan bukti yang mengarah jelas pada Olivia, pacar cowok tampan itu.
Lyra tak bisa membayangkan, jika Alvin tahu bahwa yang selama ini meneror dirinya adalah Olivia. Si psikopat bertopeng malaikat itu.
Alfa menepuk pelan pipi Lyra. "Ra, lo beneran mati? Apa ini jebakan Batman? Tapi, lo bukan artis yang terkenal-terkenal amat. Lo nggak lagi prank, kan?"
Lyra membuka matanya perlahan, setelah merasakan ada yang menggoncang tubuhnya. Ketika matanya terbuka sempurna, menampilkan sosok Alfa."Lo apaan, sih, Kak? Gue tuh mau tidur, jangan ganggu, sana pergi!"
"Lo nggak jadi mati, Ra?" tanya Alfa polos, membuat Lyra heran mengapa kembarannya itu memiliki otak yang encer. Alfa mungkin jenius dalam pelajaran, namun terkadang bodoh dalam hal sepele seperti ini.
Lyra meniup poni rambutnya. "Siapa yang mati, sih? Gue tuh, lagi mau bobo cantik! Kalau gue mati, nggak mungkin gue masih di sini, yang ada gue udah gentayangin, lo! Karena lo sering minjam uang gue, kagak pernah dibalikin!"
Alfa meraih salah satu tangan Lyra dan meletakkan tangan gadis itu di dadanya. "Untung lo nggak jadi mati! Nanti nggak ada tempat gue buat minjam duit lagi. Lo satu-satunya adik gue, Ra. Meskipun lo nyebelin, tapi lo bank berjalan gue."
"Terus kenapa kalau gue mati tadi? Lo mau bunuh diri gitu?" tanya Lyra dengan wajah kusut.
"Ya, nggaklah! Mau gue bacain surat yasin!"jawab Alfa asal. Cowok tampan itu langsung mendapat lemparan bantal yang mendarat tepat di wajahnya, yang dilayangkan seorang Lyra.
Alvin mencoba memahami situasi yang terjadi. "Terus kenapa baju lo banyak darah, gitu?"
Nisya yang mendengarnya langsung tertawa kencang. "Astaga, jadi kalian berdua tadi lari dari kelas ke sini, gara-gara mengira Lyra terluka?"