"Tuhan memang terlalu baik sama gue, buktinya jelmaan dewa yunani sekarang tinggal di depan rumah gue. Gue bebas mengangumi salah satu keindahan ciptaan Tuhan itu." -Lyra.
Pagi yang cerah, di mana sang mentari telah bersinar terang, burung-burung berkicauan.
Membuat seorang Lyra terbangun dari tidur nyenyaknya, hari ini ia sengaja bangun pagi dan berjalan menuju balkon kamarnya.
"Selamat pagi, dunia!" teriak Lyra dengan suara serak, khas bangun tidur.
Ia merenggangkan tubuhnya, sambil mengucek kedua matanya. Kebetulan, balkon kamarnya berhadapan langsung dengan balkon salah satu kamar di rumah Ayah Aaron.
"Apa Bunda Kanya sudah bangun?" gumam Lyra pelan. Gadis cantik itu teringat, jika Bunda Kanya baru kembali dari Belanda kemarin. Ia belum sempat menemui Bundanya itu.
"Gue harus ke sana sekarang, siapa tahu Bunda beliin banyak oleh-oleh," lanjut Lyra pelan, dengan bibir yang melengkungkan senyuman.
Ia tak sabar, ingin melihat oleh-oleh yang dibawakan oleh Bundanya dari Belanda.
Lyra mengerjapkan matanya, saat seseorang muncul di balkon rumah Ayah Aaron.
Lyra menyipitkan matanya, memperjelas objek yang menarik perhatiannya. "Kenapa gue mikirin cowok bule itu terus, sih!" omel Lyra pada diri sendiri.
Ia meruntuki dirinya sendiri, yang selalu terbayang wajah cowok bule semalam.
Bule yang bertemu dengannya, di Minimarket tadi malam.
Bahkan, saat ini dirinya seolah melihat cowok bule itu sedang berdiri di balkon rumah Ayah Aaron dan menatap ke arahnya.
"Muka cowok itu kelewat tampan, sampai gue selalu terbayang,"decak Lyra pelan. Ketampanan bule yang semalam ia temui, seolah terus terbayang di kepalanya.
Lyra menggelengkan kepalanya pelan."Ngapain, sih?! Gue sekarang berkhayal, kalau lagi lihat cowok bule itu, di balkon rumah Ayah Aaron. Menatap gue dengan tatapan sinis."
Lyra menarik napas dalam-dalam, kemudian memilih masuk ke kamarnya. "Tingkat halusinasi gue, sepertinya berada di ambang yang cukup parah."
Masih dengan menggunakan baju tidur, bermotif beruang kesukaannya. Lyra berjalan menuju rumah Ayah Aaron. Melangkahkan kakinya dengan riang gembira.
"Assalamualaikum Ayah, Bunda. Anakmu yang cantik jelita ini datang, ingin mengambil oleh-oleh," teriak Lyra dengan suara yang menggema ke seluruh penjuru rumah Ayah Aaron.
Bunda Kanya yang sedang menyiapkan makanan pun langsung tersenyum, melihat kedatangan Lyra. "Hai, anak cantiknya Bunda. Kangen nggak nih, sama Bunda?"
Lyra langsung memeluk tubuh wanita, yang sudah ia anggap seperti Mamanya sendiri."Kangen banget, lah. Itu mah nggak usah Bunda tanyakan lagi. Sehari tak bertemu Bunda, serasa setahun bagi Lyra yang cantik ini."
Kanya terkikik geli mendengar jawaban dramatis Lyra. "Kangen Bunda apa kangen oleh-olehnya, nih?
Lyra terlihat berpikir sejenak, kemudian mengerling jahil menatap Bunda Kanya. "Hmm ... Bunda apa oleh-oleh, ya?"
Bunda Kanya berpura-pura kesal dan mengerucutkan bibirnya.
Lyra kembali memeluk Bunda Kanya."Lyra sayang Bunda."
Bunda Kanya yang tak tahan melihat Lyra mengeluarkan jurus andalannya, yaitu bersikap manis langsung tersenyum.
"Bunda nggak lupa beliin Lyra oleh-oleh, kan?"
Kanya tertawa pelan. Kemudian, menunjuk beberapa paper bag di sudut ruangan. "Tuh, punya kamu sama Alfa. Bunda belinya buru-buru, semoga kalian suka."
"Thank you, Bunda. Bunda Kanya memang yang terbaik. I love you, Bunda," ucap Lyra sambil mencium pipi Bunda Kanya tersayang.
"Oh iya, Bun, Lyra mau ngambil barang yang ketinggalan di kamar atas. Pas Lyra menginap di sini, beberapa hari yang lalu," ujar Lyra, ia ingin mengambil barangnya yang tertinggal di kamar tamu.
"Ambil aja, sayang. Pasti ada di kamar tamu yang biasa kamu pakai. Kamar itu, kan jarang dipakai. Bunda juga nggak pernah mindahin barang-barang kamu," sahut Bunda Kanya.
Lyra dan Alfa memang sering menginap di rumah Bunda Kanya dan Ayah Aaron. Kamar atas merupakan ruangan yang biasa si kembar pakai.
Lyra mengangguk singkat, kemudian naik ke lantai dua. Tempat di mana kamar tamu yang biasa ia gunakan terletak.
Ayah Aaron memang menyediakan berapa kamar kosong, jika ada tamu atau Lyra bahkan Alfa ingin menginap.
Masih dengan baju tidur bermotif teddy bear, ia berjalan gontai menuju kamar atas.
Setelah tiba di depan pintu kamar tersebut, Lyra menggenggam erat gagang pintu dan membuka kamar tersebut.
Hal pertama yang ia lakukan setelah itu adalah membulatkan matanya sempurna. Rahangnya mengeras seketika.
Pemandangan di hadapannya saat ini, membuatnya berpikir jika ia telah gila.
Sebab, saat ini ia melihat cowok bule tersebut. Sedang menatapnya dengan wajah datar. Jangan lupakan tatapan matanya yang tajam.
"Kenapa lo selalu ada di pikiran gue, sih. Sejak semalam," racau Lyra, sambil menghentakkan kakinya dan mengacak rambutnya.