"Semakin kau menolakku, maka semakin besar keinginanku untuk mendapatkan hatimu,"-Lyra.
Lyra tersenyum miring, membuat Rania dan Valen saling melempar pandang satu sama lain. Sahabatnya itu tak henti-hentinya mengembangkan senyuman.
"Teman lo gila!" bisik Valen.
"Lo ngapain, sih, Ra? Senyam-senyum nggak jelas!" kata Rania sambil bergidik ngeri.
Takut jika tiba-tiba Lyra kesurupan.
Valen menggaruk alisnya yang tak gatal. "Lo nggak gila karena ditolak sama Karell, kan?"
Lyra justru membalasnya tersenyum manis. "Dia orang yang pertama yang menolak gue. Dia semakin membuat gue ingin mendapatkan hatinya."
Valen dan Rania tertawa pelan. Heran, tak biasanya Lyra tertarik pada seorang cowok.
Rania memakan keripik kentang kesukaannya. "Kenapa, sih, lo? Baru kali ini kayaknya tertarik banget sama cowok."
Lyra menopang dagunya. "Dia berhasil menarik perhatian gue sejak awal."
Valen mengerling jahil pada sahabatnya itu. "Lo yakin, dia juga bakal suka sama lo? Jelas-jelas tadi dia menolak lo. First time, ada cowok yang berani menolak bahkan mengajak lo taruhan."
Lyra tersenyum miring. "Lo lupa siapa gue? Tak akan ada yang bisa menolak pesona seorang Lyra. Dia juga pasti akan suka sama gue. Gue tahu dia tadi cuma akting, mungkin agar popularitasnya meningkat. Let's see, Karell!"
Valen dan Rania kembali saling melempar pandang satu sama lain. Kemudian, mengangkat kedua bahu.
"Because, i'm playgirl also badgirl," gumam Lyra pelan.
Julukan dan popularitas yang telah ia dapatkan, tentu ia tak akan membiarkan siapa pun mencoreng citra tersebut.
Justru, Karell yang harus mulai berhati-hati saat ini.
Saat ini, ia hanya tertarik pada satu cowok yaitu Karell. Ia harus bisa mendapatkan hati cowok itu.
Lyra mengibaskan rambutnya. "Apa yang gue inginkan, pasti akan gue dapatkan."
Sejak awal ia menyadari jika Karell terlihat tak peduli padanya. Lyra yakin, semua itu hanyalah akal-akalan Karell semata.
Cowok itu pasti ingin menarik perhatiannya dengan berpura-pura tak menyukai Lyra.
Apalagi Karell telah melukai harga dirinya. Ia tak bisa diam saja, saat reputasinya akan dipertaruhkan.
"Lihat aja, siapa yang bakal bertekuk lutut dan kalah dalam taruhan ini. Gue akan meakukan berbagai cara, supaya Karell jatuh cinta sama gue. Setelah itu, gue akan mencampakkannya. Sama seperti mantan-mantan gue yang sebelumnya," ujar Lyra sambil meminum susu kotak rasa coklat kesukaannya.
Tekadnya telah bulat, ia tak akan bermain-main lagi.
"Sejujurnya gue cuma tertarik wajah sajah tampannya yang sedikit berada di atas Alvin. Tapi, dia sungguh semena-mena. Mulutnya persis tetangga gue yang tukang ngerumpi. Untung ganteng kalau nggak udah gue ceburin ke empang, tuh, orang. Songong amat jadi orang!" sinis Lyra yang disetujui oleh kedua temannya.
"Dia belum tahu Lyra yang sebenarnya!" sewot Rania menyetujui ucapan Lyra.
"Gila! Video lo yang ditolak mentah-mentah sama Karell, udah kesebar ke mana-mana, Ra. Bahkan, sampai ke sekolah lain!" pekik Valen sambil menunjukkan layar ponselnya.
Terlihat banyak orang yang mengomentari postingan video tersebut, yang diunggah di salah satu platform media sosial.
Lyra mengepalkan tangannya. "Karell Van Senna, lo harus membayar mahal atas perbuatan lo!"
Sementara itu, di kelas 11 IPA-1 Karell berhasil menjadi pusat perhatian lagi, karena ia telah menolak Lyra.
Seorang gadis cantik, primadona SMA Permata ditolak oleh Karell, yang notabennya siswa baru.
"Wah, lo hebat, Rel. Lo berhasil mempermalukan Lyra di depan banyak orang," ujar Olivia dengan wajah sumringah. Membuat Karell menatapnya dengan dahi berkerut.
"Memangnya belum pernah ada yang menolak Lyra?" tanya Karell sambil keheranan.
Olivia menggelengkan kepalanya. "Belum ada. Lo orang pertama yang melakukan hal itu."
Olivia kemudian menceritakan tentang hal yang apa yang akan dilakukan oleh Lyra setiap minggunya.
Karell dibuat terperangah oleh penjelasan Olivia. Bagaimana bisa ada gadis seperti Lyra, yang berganti pacar setiap minggunya?
"Playgirl!" ujar Darren sambil tersenyum miring.
"Yes. She is crazy girl!" sahut Olivia dengan bersemangat. Baru kali ini ada cowok yang membenci Lyra. Biasanya para cowok lain justru akan sangat memuja kecantikan Lyra.
"Olivia, kembali ke tempatmu! Sebentar lagi guru akan masuk!" seru Alvin pada Olivia. Cowok itu berucap dengan wajah datar dan nada dingin.
"Okay, baby Alvin!" sahut Olivia sambil mengulas sebuah senyuman.
Setelah Olivia pergi, Alvin menatap sinis ke arah Karell.
Karell berdecak pelan, merasa risih karena tatapan Alvin. "Ada apa?"
Alvin menyeringai. "Bagaimana rasanya menjadi trending topic hari ini? Pasti menyenangkan buat lo."
Karell mengerutkan dahinya. "Maksud lo?"
"Drama yang lo buat barusan, penolakan terhadap Lyra," balas Alvin sambil membuka buku paket Biologi miliknya.
"Apa ucapan lo bisa gue pegang?" tanya Alvin, kemudian menoleh ke arah samping.
Karell mengangkat salah satu alisnya. "Ucapan gue yang mana?"
"Kalau lo nggak akan pernah suka sama Lyra," jawab Alvin dengan tatapan tajamnya.
Karell justru terkekeh pelan, setelah mendengarnya. "Of course. Lo pikir gue bakal ngajakin dia taruhan, kalau tahu gue bakal kalah?"
"Gue pegang ucapan lo. Tapi, gue nggak yakin kalau lo bisa mempertahankan pendirian itu," kata Alvin sambil menyenderkan punggungnya.
"Lo bisa bilang begitu, karena lo belum mengenal Lyra," tutur Alvin sambil menatap lurus ke depan.
"Lo pikir cowok-cowok itu naksir sama Lyra karena dia cantik, doang? Salah besar. Lyra punya sejuta pesona tersembunyi, yang membuat semua cowok akan menyukainya," lanjut Alvin membuat Karell melipat kedua tangannya di depan dada.
Karell mengerutkan dahinya."Termasuk lo?"
Alvin terdiam sejenak, mendengar perkataan Karell. Kemudian, ia menganggukkan kepalanya pelan. "Ya. Gue termasuk dari salah satu cowok yang mengagumi Lyra."
"Jangan pernah suka sama Lyra," imbuh Alvin, yang kemudian beranjak keluar dari kelasnya. Ia butuh oksigen yang lebih banyak.
Karell semakin tak mengerti dengan Alvin. Alvin suka dengan Lyra, namun berpacaran dengan cewek lain.
"Aneh."
***
Lyra melirik arloji yang melingkar manis di tangannya, ia telah menunggu di depan mobil Karell. Ia tersenyum saat melihat Karell keluar. Gadis cantik itu berencana pulang bersama cowok itu.
"Lo ngapain di sini?" tanya Karell sambil mengangkat kedua alisnya.
"Mau pulang bareng lo," balas Lyra tanpa beban.
"Lo lupa apa yang terjadi di Kantin tadi?" tanya Karell sambil menoleh ke arah lain.
Lyra menggelengkan kepalanya. "Ya nggak mungkin, lah. Justru gue akan selalu mengingat kejadian itu seumur hidup gue."