"Cinta itu memang buta, bahkan seseorang bisa kehilangan rasa kemanusiaannya, saat telah jatuh cinta dengan seseorang. Melakukan segala cara, walaupun harus menyakiti orang lain."-Valen member of The Fantasia Girl.
Lyra tersenyum menatap rumah Ayah Aaron, senyumnya semakin lebar saat melihat Karell mengeluarkan mobil dari garasi.
"Bahkan, lolipop ini kalah manis dengan wajah tampan lo," gumam Lyra sambil memasukkan lolipop kesukaannya ke dalam mulut.
Satu hal yang berubah dari sosok Lyra semenjak kedatangan Karell, yaitu ia jadi lebih sering bangun pagi.
Mama Raisa jadi lebih menghemat suara merdunya.
Saat kakinya hendak melangkah, sebuah motor berhenti di depannya membuat Lyra terkejut. "Sialan lo, Vin! Lo pikir gue kucing apa! Yang punya nyawa banyak. Hobi banget bikin orang spot jantung!"
Alvin membuka helm miliknya. Kemudian, menyuruh Lyra naik ke atas motornya. "Tunggu apa lagi, naik buruan!"
Lyra melirik sekilas. Salah satu alisnya terangkat."Biasanya lo, kan berangkat bareng Olivia!"
Semenjak pacaran dengan Olivia, Alvin sering berangkat dan pulang sekolah bersama pacarnya itu.
"Lo lupa yang gue bilang di kedai es krim? Kalau mulai hari ini lo pulang dan pergi ke sekolah bareng gue," jelas Alvin yang berusaha terlihat sesantai mungkin. Padahal jantungnya sedang berdangdut-ria.
Lyra melipat kedua tangannya di depan dada. "Yakin, Olivia nggak marah? Kalau lihat gue berangkat bareng lo?"
"Waktu gue berangkat bareng lo minggu kemarin aja, gue dilabrak di Toilet. Belum lagi, rem mobil gue dibuat blong," tutur Lyra sambil meniup poni rambutnya.
Dahi Alvin menampilkan kerutan samar. "Maksudnya?"
Lyra langsung merapatkan bibirnya, saat sadar jika ia barusan mengatakan keburukan Olivia di depan Alvin. "Hah? Emangnya gue ngomongin apaan?"
"Kata lo barusan, dilabrak! Olivia ngelabrak lo?" tanya Alvin membuat Lyra menelan salivanya.
'Haduh, dasar mulut ember! Bisa-bisanya keceplosan!' batin Lyra kesal.
"Lo salah dengar kali. Gue tadi bilang, lagi pengin makan ketoprak!" elak Lyra sambil tersenyum lebar.
Alvin menggaruk tengkuk lehernya yang tak gatal. Mungkin, benar kata Lyra, jika ia salah dengar.
"Iya, kayaknya telinga gue salah dengar. Olivia, anak yang baik. Dia nggak mungkin nyakitin lo," ujar Alvin tersenyum menampilkan lesung pipinya.
Mendengar hal tersebut, Lyra langsung mual seketika. "Iya, saking baiknya, sifatnya nggak ada bedanya sama iblis!" gumam Lyra pelan.
"Hah? Lo ngomong apaan, sih?"
Lyra langsung menjitak kepala Alvin. "Masih muda udah budek aja lo!"
Saat Lyra menatap rumah Ayah Aaron, mobil milik Karell tak ada lagi. "ALVIN! GARA-GARA LO! GUE NGGAK JADI NEBENG MOBIL KARELL!" gerutu Lyra sebal sambil memanyunkan bibirnya.
"Lo, sih! Ngajak gue ngomong! Tuh, kan Karell-nya udah pergi!" oceh Lyra kesal sambil berkacak pinggang.
Alvin langsung memakaikan helm ke kepala Lyra dan mengaitkannya. "Buruan naik! Jangan banyak cakap!"
Dengan perasaan dongkol, Lyra naik ke jok motor Alvin. Tak lupa, ia menjitak pelan kepala Alvin. Cowok tampan itu langsung melajukan motornya menuju SMA Permata.
Saat sampai di koridor, Lyra terkejut saat semua orang berkumpul di depan lokernya. Lokernya penuh dengan coret-coretan menggunakan pylox berwarna merah.
"SOK CANTIK!"
"SOK BERKUASA!"
"MATI!"
Lyra dengan santai membaca setiap tulisan yang tertera di lokernya.
"Wow, di pagi yang cerah ini gue mendapatkan hadiah yang luar biasa," tutur gadis cantik itu. Seolah hal yang biasa baginya.
Karell yang lebih dulu sampai di sekolah dan menyaksikan hal tersebut, tak kalah terkejut. Ia justru terkejut saat melihat sikap Lyra. Gadis itu terlihat tenang untuk orang yang sedang diteror.
Ada sebuah kotak berwarna merah yang diletakkan di depan lokernya, dengan setangkai bunga mawar merah di atasnya. "Romantis banget, sih! Yang kasih hadiah ini, pakai bunga mawar segala lagi," kekeh Lyra sambil melipat kedua tangannya di depan dada.
Saat Lyra hendak mengambil kotak tersebut, tangan Alvin mencekalnya.
"Biar gue aja yang buka!"
Alvin membuka kotak tersebut dengan perlahan, setelah kota tersebut terbuka, bau menyengat langsung menyerbak ke seluruh koridor.
Membuat semua orang langsung menutup hidung mereka, bahkan ada yang sampai mual dan muntah-muntah.
Isi kotak tersebut tak lain adalah bangkai seekor burung dara, yang mengeluarkan bau tak sedap.
"Untuk siapa pun yang memberikan hadiah ini, gue ucapkan terima kasih banyak! Tapi, gue lebih suka burung gagak daripada burung dara. Besok-besok kalau mau kasih gue hadiah, gue request bangkai burung gagak aja!" tutur Lyra dengan suara yang tenang, kemudian menatap ke arah Olivia yang tersenyum miring.
Lyra yakin, Olivia adalah dalang dari teror hari ini.
Seperti kejadian yang terjadi pada mobilnya, yang remnya dibuat blong dan berita-berita buruk dirinya yang tersebar di sekolah ini, tak lain ulah Olivia.
Karena, tak ada orang lain yang memiliki masalah dengannya.
Lyra merasa diri, walaupun ia dijuluki Badgirl karena sering membolos, datang terlambat dan usil kepada para guru. Ia tak pernah menghina atau melabrak seseorang.
Olivia memiliki alasan kuat, apalagi Alvin memutuskan untuk tidak mengantar nenek sihir itu ke sekolah lagi.
"Karena gue yakin, sang pelaku ada di sini dan sedang mendengarkan ucapan gue," kekeh Lyra, kemudian membereskan kotak tersebut.
"Berita ini, jangan sampai menyebar ke Kepala Sekolah atau pun para guru. Biarkan ini menjadi masalah pribadi gue," seru Lyra di depan semua orang. Untungnya, kali ini ia datang lebih pagi, karena para guru maupun Kepala Sekolah belum datang.
"Arthur, lo Ketua klub melukis, kan?" tanya Lyra pada seorang siswa dengan iris mata berwarna abu-abu. Arthur, pria keturunan Australia-Indonesia itu, menjabat sebagai ketua klub melukis SMA Permata.
Arthur adalah salah satu mantan Lyra saat ia masih duduk di bangku SMP.
Walaupun Lyra telah putus dengan para mantan kekasihnya, ia tetap menjalin hubungan pertemanan yang baik dengan mereka.
Arthur mengangguk singkat. "Iya."
Lyra menghela napas pelan. "Gue minta tolong sama lo. Lo bisa, kan menutupi tulisan di loker gue itu? Nggak enak untuk dipandang, lagipula gue lebih suka warna biru muda daripada merah."
Arthur mengangguk paham. "Oke, Ra. Gue akan suruh anggota-anggota gue untuk menutupi tulisan itu dengan lukisan yang indah."
"Thanks," balas Lyra tulus.
Ternyata memiliki banyak mantan, mempunyai banyak keuntungan.
Untung saja, ia tetap menjalin hubungan baik dengan para mantan kekasihnya.
Lyra membawa kotak tersebut, diikuti oleh Rania dan Valen di belakangnya. Ia menuju ke tempat pembuangan sampah.
Lyra meletakkan kotak tersebut, sambil mengepalkan tangannya erat. Ingin rasanya ia melayangkan sebuah pukulan pada wajah Olivia.
"Lo tadi udah foto loker sama kotak ini, kan?"tanya Lyra pada Valen.
Valen mengangguk. "Lo tenang aja, udah gue foto, kok!"
"Baguslah, kita bisa gunakan ini menjadi bukti untuk menghancurkan Olivia pada saat yang tepat. Membongkar kebusukan nenek sihir itu tepat pada waktunya nanti," lanjut Lyra menatap kosong pada kotak tersebut.
"Apa arti dari setangkai mawar merah?" lirih Lyra pelan.