Lyra tersenyum saat melihat portal berita SMA Permata. Artikel baru yang ditulis di portal itu sangat menarik perhatian banyak orang.
'Alfa dan Stella resmi menjadi sepasang kekasih.'
Seperti itu lah judul artikel yang tertera. Ditambah dengan foto Alfa yang menggenggam tangan Stella saat memasuki gerbang SMA Permata, menambah bukti jika keduanya telah resmi menjadi sepasang kekasih.
Rumor kedekatan keduanya telah tersebar lama, ditambah dengan kesaksian beberapa siswa yang melihat keduanya bergandengan tangan di sebuah Mall kemarin, membuat semuanya semakin yakin, jika hubungan mereka sudah lebih dari sekadar teman.
Lyra sendiri tak terkejut dengan berita ini, sudah seminggu ini ia membantu Alfa untuk mengatur rencana dan menyatakan cinta pada Stella. Seperti dugaannya, Stella juga menyimpan rasa pada Alfa.
Terlihat dari tatapan dan gestur gadis itu saat berada di dekat Alfa.
Ia menopang dagunya, ingin melihat reaksi Karel, setelah mengetahui berita ini. Lyra mendongak saat seseorang meletakkan sekotak susu rasa strawberry kesukaannya di mejanya. Sosok yang tak lain adalah sahabatnya, Rania sedang menyantap sandwich miliknya.
"Valen bilang dia nggak masuk hari ini, katanya dia lagi nggak enak badan," kata Rania membuat Lyra mengerutkan dahinya. "Oh, ya? Perasaan tadi malam pas teleponan masih sehat-sehat aja, tuh anak."
"Sakit, kan bisa datang kapan aja, Ra," decak Rania.
"Kayaknya hari ini lo lagi happy banget, ada apa?" tanya Rania sambil menaikkan salah satu alisnya.
Lyra langsung menunjukkan artikel tersebut, membuat Rania melotot sempurna. "Astaga, jadi ini alasan Valen nggak masuk hari ini."
Dahi Lyra berkerut. "Maksudnya? Apa hubungannya Alfa jadian sama Stella, dengan Valen nggak masuk hari ini?"
Rania langsung meruntuki dirinya sendiri yang keceplosan. "Memangnya gue ngomong apa barusan?"
Lyra berdecih pelan, kemudian meminum susu kotak miliknya. "Masih muda aja, udah pikun lo!"
Rania menghela napas lega, saat Lyra kembali fokus menatap layar ponselnya. Ia harus berbicara pada Valen setelah pulang sekolah nanti.
Seharian ini pula, Lyra memilih berdiam diri di kelasnya. Terlalu malas untuk melangkahkan kakinya keluar dari kelas. Pasti, semua orang di sekolah ini sedang membicarakan berita Alfa yang jadian.
***
Sore hari adalah waktu di mana Lyra untuk bersantai ria. Ia bahkan melakukan perawatan rutin untuk wajahnya. Seperti menggunakan masker dan menonton drama korea.
"LYRAAA!!" teriakan seseorang sambil menggedor pintu kamarnya, membuat Lyra terkejut dan berakhir masker di wajahnya retak seketika. "Yah," lirih gadis itu saat melihat masker di wajahnya yang retak.
Lyra melangkah gontai dan membuka pintu kamarnya. Pemandangan pertama yang ia tangkap adalah wajah Bunda Kanya yang terlihat sangat khawatir. Untuk pertama kalinya, ia melihat Bunda secemas ini.
"Bunda, ada apa?"
"Lyra, Karell belum pulang dari sekolah. Bunda udah coba telepon dan kirim SMS ke dia, tapi teleponnya nggak diangkat," kata Bunda dengan nada pelan, namun raut wajahnya sangat menggambarkan kekhawatirannya.
Lyra melihat jam dinding di kamarnya, ia saja sudah pulang sejak satu jam yang lalu, itu pun ia mampir ke Mall terlebih dahulu untuk membeli skincare sekitar satu jam.
Apalagi hari telah menjelang sore. Ke mana cowok itu pergi?
"Seharusnya, dia udah sampai dari dua jam yang lalu. Selama beberapa minggu di sini, Karell nggak pernah pulang setelat ini." Air mata Bunda Kanya yang ia tahan sejak tadi luruh seketika. Masalahnya, Karell tak memberi kabar sedikit pun dan ponselnya tak bisa dihubungi.
Ponsel Kanya berdering, ia mengangkat panggilan tersebut. Lyra juga langsung cemas, setelah mendengar berita ini.
Ponsel milik Kanya terlepas dari tangannya seketika, membuat Lyra semakin panik. "Bunda ada apa? Siapa yang menelepon barusan?"
"Tante Lucy bilang, ia dapat laporan dari wali kelasnya Karell barusan. Kalau hari ini Karell nggak masuk sekolah," kata Lucy dengan tubuh yang gemetar dan tatapannya kosong.
Lyra langsung menutup mulutnya, seharian ini ia memilih tak keluar dari dalam kelas.
Dengan mata yang dilapisi cairan bening, Kanya menatap Lyra. "Ra, Bunda harus apa? Asal kamu tahu, kalau sebelum datang ke sini Karell pernah mengalami depresi. Dia pernah melakukan percobaan bunuh diri dengan meminum obat tidur hingga overdosis. Dia masih berada dalam kondisi trauma, akibat rencana perceraian kedua orang tuanya."
Rahang Lyra mengeras seketika, berbagai pikiran buruk terlintas di kepalanya.
Apa mungkin hal ini terjadi karena Karell tahu Stella jadian dengan Alfa?
Lyra langsung menggenggam tangan Bunda Kanya. "Bunda tenang dulu, ya! Lyra akan cari cara dan membawa Karell kembali dengan selamat. Bunda percayakan semuanya pada Lyra!"
Bunda Kanya mengangguk setuju, kemudian menyeka air matanya. "Tolong, bawa Karell kembali."
Tanpa pikir panjang, Lyra langsung mencuci wajahnya hingga bersih.
Kemudian, menyambar jaket dan kunci mobil miliknya. Tentunya, Bunda Kanya sudah menjelaskan keadaan genting ini pada Mama Raisa.
"Tenang Lyra! Gunakan otak pas-pasan mu dengan baik!" mohon Lyra pada dirinya sendiri. Semoga saja, kapasitas otaknya yang pas-pasan bisa memikirkan sebuah ide cemerlang. Tak mungkin, jika ia harus mencari ke seluruh sudut Jakarta yang luas ini, seorang diri.
Setelah sepuluh menit berlalu, ia belum menemukan ide cemerlang. Lyra yang frustasi membenturkan pelan dahinya pada kemudi mobil.
Matanya melotot sempurna, saat sebuah ide cemerlang terlintas di kepalanya. Ia langsung mengeluarkan ponsel miliknya, kemudian mengirim pesan ke Bang Vandra.
Lyra bisa tersenyum simpul saat Bang Vandra menyanggupi permintaannya.
Ya, Lyra memberikan nomor ponsel Karell pada Bang Vandra dan meminta untuk melacak lokasi ponsel Karell saat ini. Secercah harapan muncul, saat Bang Vandra mengirimkan lokasi ponsel milik Karell.
Langsung saja Lyra menginjak pedal gas mobilnya dan melaju dengan kecepatan sedang menuju lokasi Karell.
Lyra memanjatkan puji dan syukur saat melihat punggung cowok itu. Karell sedang duduk di tepi sebuah danau. "Lihatlah, di saat semua orang mengkhawatirkannya, dia malah duduk santai di danau."
Setidaknya, sesuatu yang buruk tidak terjadi pada cowok itu. Lyra berjalan menghampiri cowok itu. Karell memandang lurus ke depan sambil beberapa kali melempar batu kecil ke dalam danau.
"Lo, kok bisa tahu kalau gue di sini?" tanya Karell, membuat Lyra menoleh menatapnya.
"Lo lupa, kalau gue punya radar yang bisa melacak keberadaan orang tampan?" canda Lyra, membuat Karell tersenyum miring. "Lagipula gue nggak terlalu peduli tentang itu."
Karell mendudukkan tubuhnya di atas hamparan rumput yang berwarna hijau, melihat hal tersebut Lyra melakukan hal yang sama.
"Wah," gumam Lyra yang kagum akan pemandangan di hadapannya. Air danau yang sebening kristal dipadukan dengan pantulan langit yang berwarna jingga membuatnya terpukau.