Begitu bel pulang berbunyi, Lyra dan Rania bergegas mencangklong tas miliknya, mereka berniat ke Rumah Sakit untuk menjenguk Valen.
Kedua gadis itu terkejut saat melihat Alfa berlari menuju mereka. Di belakang ada Alvin dan Darren yang berlari kecil.
"Ra! Ada kabar gembira!" bisik Alfa pada Lyra.
"Apa? Lo mau bayar hutang lo sama gue?" decak Lyra sebal.
"Pelaku yang mendorong Valen sudah ditemukan! Pelakunya menyerahkan diri ke kantor polisi!" ujar Alvin pelan, agar siswa lain tak mendengarnya.
Raut wajah kedua gadis itu berbinar seketika, saat mendengar hal tersebut.
"Kita harus buru-buru ke kantor polisi sekarang! Gue nggak sabar untuk mematahkan leher orang itu," celetuk Lyra dengan semangat menggebu-gebu.
Alfa mengangguk setuju, ke-limanya langsung menuju parkiran. Rania membawa mobil miliknya, Alfa telah masuk ke mobilnya.
Alvin langsung menarik tangan Lyra, hendak mengajak gadis itu agar naik motor bersamanya. Alvin menyeringai, saat tangannya dicekal oleh seseorang.
Karell langsung merangkul bahu Lyra, membuat gadis itu tercengang. "Maaf, kalau lo lupa Lyra sekarang pacar gue. Jadi, dia sebaiknya naik mobil bersama gue."
"Lo pikir gue peduli gitu, hah? Gue sahabatnya Lyra!" teriak Alvin sambil mendorong bahu Karell menggunakan jari telunjuknya.
"Kalau seperti itu, bertindaklah layaknya seorang sahabat," bisik Karell di telinga Alvin. Membuat darah Alvin mendidih seketika, keduanya saling melemparkan tatapan tajam.
Lyra menggaruk tengkuknya yang tak gatal, ia segera melerai kedua cowok itu. "Gue bareng Alfa aja. Anak kembar sebaiknya selalu bersama."
Gadis itu segera melarikan diri dan masuk ke dalam mobil Alfa. Alvin yang kesal menendang bagian depan mobil Karell.
Karell mengelus dada, hampir saja ia bertengkar dengan Alvin lagi.
Mereka segera melajukan kendaraan masing-masing menuju Kantor Polisi.
"Mana orangnya, mau gue cakar wajahnya! Berani-beraninya dorong Valen!" ujar Rania layaknya emak-emak yang hendak menagih hutang.
Langkah mereka terhenti, ke-lima orang itu mematung di tempat, saat melihat Arthur dengan tangan yang diborgol dan sedang duduk di hadapan polisi. Sepertinya sedang di interogasi.
Arthur, adalah Ketua Klub Melukis SMA Permata. Salah satu mantan Lyra. Yang pernah membantu Lyra mengecat dan menghias loker miliknya.
"Thur, lo ngapain di sini?" tanya Lyra.
"Dia pelaku yang mendorong seorang siswi di SMA Permata. Dia orang yang mendorong Nona Valen dari tangga. Pelaku baru saja menyerahkan diri," terang seorang polisi wanita yang sedang menginterogasi Arthur.
Ditambah dengan kehadiran Bu Lucy, yang baru saja berunding dengan kedua orang tua Arthur.
Rania menutup mulutnya tak percaya, begitu pula dengan Lyra yang langsung terhuyung, untung saja Karell sigap menangkap tubuh gadis itu.
"Arthur, pelakunya?" ucap Lyra dengan suara yang bergetar.
Lyra tertawa kencang, membuat semua orang yang berada di ruangan itu menatapnya. "Apa ini masuk akal? Seorang Arthur bisa menyakiti Valen?"
"Pak Polisi, saya nggak percaya! Arthur orang yang baik, saya mengenalnya dengan baik. Dia pasti bukan pelakunya," tambah Lyra dengan nada tak percaya. Arthur hanya bisa menundukkan kepalanya.
Bu Lucy, selaku Kepala Sekolah mengelus pelan bahu Lyra. "Arthur telah mengakui perbuatannya. Dari rekaman CCTV di depan ruang musik, terdapat dua orang yang lewat setelah Valen. Satunya Stella dan yang lainnya Arthur. Stella telah membantah tuduhan tersebut, karena ia ingin pergi ke Toilet saat itu. Dan Arthur juga tertangkap rekaman CCTV melintas di depan ruang musik, setelah Valen lewat."
Lyra menghampiri Arthur, kemudian menangkup memegang kedua pundak Arthur. "Arthur, tatap gue! Lo bukan pelakunya, kan?!"
Arthur akhirnya memberanikan diri menatap iris mata Lyra, lalu berucap. "Sorry, Ra. Gue pelakunya, gue yang dorong Valen dari tangga."
Tangan Lyra terlepas dari wajah Arthur. "Lo bohong!"
Semua orang di SMA Permata mengenal Arthur sebagai sosok yang ramah dan aktif di Klub Melukis.
Lyra pernah berpacaran dengan Arthur, walaupun hanya satu minggu. Menurutnya, Arthur adalah orang yang baik.
"Apa tujuan lo melakukan hal itu?" tanya Rania sambil berkacak pinggang.
"Gue menyukai Valen, tapi dia nggak pernah menyadari perasaan gue ke dia. Jadi, gue membalaskan dendam gue ke dia. Gue ingin wajah cantiknya hancur, agar tak ada yang menyukainya," tutur Arthur sambil menundukkan kepalanya.
Alfa langsung emosi saat mendengar alasan Arthur, ia bersiap melayangkan sebuah pukulan ke wajah Arthur.
Untung saja, Alvin dan Karell berhasil mencegahnya. "Bajingan lo! Sialan! Gue nggak akan memaafkan lo. Semoga lo membusuk di penjara!"
"Lo yang bakal masuk penjara, kalau berantem sama Arthur di sini!" bisik Alvin, berusaha meredam emosi Alfa.
"Gue nggak akan membiarkan lo mendekati Valen, seumur hidup lo!" geram Alfa, hingga urat-urat lehernya terlihat.
"Sampah!" umpat Rania yang berusaha menahan emosinya. Bagaimana bisa Arthur bisa berkata semudah itu, setelah hampir merenggut nyawa Valen.