Akhirnya semua orang dapat bernapas lega, karena tugas praktikum dan membuat makalah penelitian Kimia telah selesai. Nilai memuaskan pun didapatkan oleh semua orang.
Selama beberapa hari itu pula, ketika malam hari Lyra sering menatap balkon milik Karell. Menunggu sang pemilik balkon kamar keluar. Namun, sepertinya Karell terlalu fokus pada tugasnya.
Ketika bertemu atau berpapasan baik di sekolah atau pun teras rumah, mereka hanya saling melemparkan senyum tipis.
Lyra menutup laptop miliknya, kemudian membaringkan tubuhnya di atas kasur Queen size miliknya. Tatapannya menerawang ke langit-langit.
"Apakah hubungan ini harus segera diakhiri?" gumam Lyra pada dirinya sendiri.
Melihat Stella dan Karell yang sepertinya semakin dekat, membuat hati kecilnya terus mengelak. Selama seminggu ini pula, ia banyak merenungkan.
Apakah hatinya telah jatuh sepenuhnya untuk Karell?
Atau ini hanyalah perasaan obsesi belaka?
Terlalu rumit untuk menjabarkan perasaannya saat ini.
Pintu kamarnya diketuk, kemudian terbuka lebar menampilkan sosok Alfa dengan wajah yang terlihat semrawut.
Alfa duduk di pinggir kasur Lyra. Gadis itu mengubah posisinya menjadi duduk, di samping Kakak kembarnya itu.
"Kenapa wajah lo kusut begitu?" tanya Lyra yang telah paham jika ada sesuatu yang tak beres dengan hubungan Kakaknya itu.
Alfa menghela napas dalam, sebelum melanjutkan ucapannya. "Gue putus sama Stella."
Degh!
Satu kalimat yang berhasil membuat Lyra mematung di tempatnya.
"Kenapa tiba-tiba?"
Alfa tersenyum miring. "Sebenarnya nggak terlalu tiba-tiba. Hubungan kami terasa semakin renggang belakangan ini. Seolah masing-masing dari kami menemukan orang lain. yang menggoyahkan prinsip hubungan ini."
"Stella barusan mutusin gue, katanya dia menyukai orang lain dan ingin berteman kembali sama gue," jelas Alfa sambil mengusap wajahnya frustasi.
"Gue nggak bisa menyalahkan dia, toh, gue juga kurang menghabiskan banyak waktu sama dia. Mungkin, gue terlalu cepat mengambil keputusan. Gue cuma mengagumi Stella," lanjut Alfa yang jelas sangat terlihat kecewa.
"Apa Karell orang yang Stella suka?"
Alfa dengan cepat menoleh menatap Lyra, adiknya itu terlihat tersenyum tipis.
"Darimana lo tahu?"
Lyra memejamkan matanya sejenak, menahan perihnya rasa sakit di hatinya. Mengapa ia seolah terkejut?
Kenapa rasanya sekakit ini, ketika mengetahui jika Stella juga menyukai Karell?
Walau terlihat jelas dari tatapan dan perilaku gadis itu.
"Karell juga menyukai Stella," tambah Lyra sambil meneguk salivanya.
"Apa kontrak pacaran kalian akan berakhir hari ini?"
Tubuh Lyra menegang, ia beralih menatap Alfa." Maksud lo?"
"Lo mungkin bisa menipu banyak orang, tapi bukan gue orangnya. Dari awal hubungan kalian sangat mencurigakan, gerak-gerik kalian juga sangat aneh. Gue nggak sengaja buka laci kamar lo dan menemukan surat perjanjian lo dan Karell," jawab Alfa jujur.
Sebenarnya, ia telah mengetahui jika hubungan Lyra dan Karell adalah sebuah kebohongan belaka.
Insting anak kembar, memang selalu kuat.
"Lo suka sama Karell, kan, Ra?" tanya Alfa yang membuat Lyra tak bisa berkutik. Lebih tepatnya bingung untuk menjawab apa.
Alfa menyugar rambutnya ke belakang. "Lo bukan orang yang mudah untuk diajak melakukan perjanjian semacam itu. Lo orang yang memiliki prinsip kuat. Lyra adik gue, nggak akan mudah tunduk pada sebuah peraturan. Dilihat dari segi mana pun, perjanjian itu kurang menguntungkan buat lo."
Alfa memegang pundak adik kembarnya itu. "Nggak ada alasan lo untuk setuju sama perjanjian itu, kalau bukan karena lo suka sama Karell. Mungkin, saat itu lo belum menyadarinya. Apa alasan lo nggak pernah bilang, kalau lo suka sama Alvin? Karena lo masih belum bisa membedakan mana rasa suka sebagai wanita atau yang mana rasa takut kehilangan sebagai seorang adik."
Ucapan Alfa berhasil membuat seorang Lyra kembali berkecamuk, antara hati dan pikirannya.
"Apa yang lo rasakan selama bersama Karell?"
"Perasaan nyaman dan takut kehilangan. Lebih tepatnya, gue ingin dia selalu tersenyum. Awalnya, gue memang terobsesi untuk mendapatkan Karell, karena harga diri gue yang terluka. Tapi, gue nggak tahu dengan diri gue. Kenapa gue bisa membuat diri gue melampaui batasan itu. Gue seperti ingin menjadi versi terbaik di depannya, gue belum pernah sefrustasi ini." Lyra memukul dadanya pelan.
Mulai dari merubah image dan berusaha menjadi tipe ideal Karell. Lyra terlalu banyak melakukan pengorbanan hanya demi kebahagiaan cowok itu.
Alfa menangkup wajah Lyra, mengunci iris mata adiknya itu. "Lo udah jatuh cinta sama Karell, Ra. Cinta itu kenyamanan, cinta itu ketika lo mau mengorbankan semua hal untuk seseorang."
Tangis Lyra pecah seketika, Alfa langsung memeluk tubuh adiknya itu. "Lo benar, Kak. Gue jatuh cinta sama Karell."
Kini, tak ada alasan Lyra untuk mengelak lagi.
"Gue harus apa?!" pekik Lyra sambil terus terisak.
"Jangan pernah menahan perasaan lo lagi, kali ini. Cukup, lo dulu menahan perasaan untuk Alvin. Jangan sampai suatu saat lo menyesalinya," balas Alfa sambil mengecup kening adiknya.
Lyra kembali merasa bersalah saat menatap Alfa. "Maafin gue, karena dengan membantu Karell gue merusak hubungan lo sama Stella."
"Jangan salahkan diri lo, memang pada dasarnya hubungan gue dan Stella kurang cocok. Lagipula, gue jadi sadar siapa sosok yang bisa melengkapi dan mengerti gue dengan baik," ujar Alfa sambil menahan senyumannya.
"Siapa?"
"Valen, bahkan gue belum pernah merasakan perasaan itu saat bersama Stella. Tapi, bersama Valen gue merasa kita berdua saling melengkapi," terang Alfa.
"DAEBAK!"
Lyra tak menyangka jika Alfa akan menyukai Valen.
Lagipula, saat melihat Alfa bersama Valen, cowok itu terasa lebih lepas dan menjadi dirinya sendiri.
"Kalau lo menyakiti Valen, siap-siap gue buat babak belur!" ancam Lyra yang mood-nya mulai kembali membaik.
"Urusin dulu masalah percintaan lo! Itu ingus lo ke mana-mana! Dasar jorok!" cibir Alfa membuat Lyra memanyunkan bibirnya.
***
Bunda Kanya: Ra, temenin Bunda beli bahan-bahan kue, yuk!
Lyra :Kapan, Bun?
Bunda Kanya:Sekarang! Oh, iya pakai dress yang Bunda titipin ke Mama Raisa.
Bunda Kanya :Jangan pakai baju lain, loh!
Lyra:Oke, Bundaku yang cantik.
Meskipun awalnya bingung, Lyra akhirnya memutuskan untuk menuruti Bunda Kanya. Ia terkejut saat membuka kotak yang Bunda Kanya titipkan pada Mama Raisa.
Kotak tersebut berisi sebuah dress selutuh berwarna hitam yang sangat cantik. Lyra bersiap-siap dan memakainya. Saat ia melihat jam di ponselnya, sudah menunjukkan pukul lima sore.
Lyra yang telah siap dan memoleskan make-up tipis di wajahnya turun dan saat membuka pintu rumahnya, ia terkejut saat menemukan sosok Karell yang berdiri di depan pintu.
Cukup lama, keduanya hanya saling memandang satu sama lain. Selama beberapa hari tak berbicara, membuat atmosfer kecanggungan jelas tergambar pada keduanya.
Lyra terpaku pada sosok Karell yang terlihat tampan dengan kemeja putih, yang lengannya digulung hingga siku.