Ratu Untuk Sang Raja

ersula
Chapter #7

Batu Air mata Kesakten 1


Bola mata biru itu menyelisik udara di sekitarnya. Intuisinya tajam mencermati apa yang tak tertembus atmosfer kelam itu. Aesar sendiri tidak tahu, situasi dan keberadaannya. Ketika berpindah dimensi, dia seperti ditarik tenggelam ke dalam terowongan yang gelap dan sepi. Bahkan langkah tapak kakinya terdengar begitu aneh, menggema di seluruh ruangan. Langking Hitam, bukanlah tempat yang mudah ditembus … hanya ras tertentu yang memiliki kemampuan untuk memasuki dimensi Kerajaan Kesakten Hitam.

Aesar mengeratkan cekamannya. Gagang dari kayu oak yang dilapisi dengan lilitan kulit rusa itu terasa solid di tangannya. Pembuluh darahnya merayap ke permukaan kulit, persisten mengencangkan kekuatan otot lengan kanannya. Ujung pedang dua mata itu merelap, ketika kedua kakinya berhasil menembus dimensi portal yang berbeda.

Lamat-lamat, satu-satunya batu yang terpanjang di batang silang Pedang Dasa Ashra berpijar … satu batu berwarna keemasan itu adalah air mata Kesakten Emas terkuat. Aesar baru berumur 7 tahun, ketika mendapatkan batu inti kekuatan pertamanya ... dia memenggal kepala ibunya sendiri.

Aesar meletakkan ujung pedangnya di depan kakinya. Dia mengawasi sekelebat gerakan yang bergerak di sekitarnya. Sosok-sosok itu berlarian … bersembunyi dan mengawasinya. Kilap mata ketakutan itu perpapar pijaran cahaya dari Pedang Dasa Ashra.

"Kenapa kalian bersembunyi?" kedua netra Aesar bergerak, memutari seluruh area gelap itu. Tidak ada jawaban untuknya, mereka tetap bisu dan bersembunyi. Aesar pun tidak bisa menebak, seperti apa tempat yang dia pijak. "… bukankah dulu kalian mencariku sampai ke Medang? Sekarang aku sudah ada di Langking Hitam! Keluarlah kalian, Kesanten Hitam!"

Aesar mengeratkan cengkeraman jari-jarinya, tekanan membuat ujung pedangnya melanyak ke permukaan. Mantra Abhicara halus diucapkannya, sambil menggesekkan cepat ujung pedangnya. Bilah baja yang bersanggit ke sekeliling tubuhnya, sontak mematik bara api. Kilatan api terpecah dan berpedar memutari tubuh Aesar. Api itu membesar dan menyebar ke seluruh sisi menghapus kegelapan yang menutup tempat itu tempat. Ternyata … tempatnya berdiri adalah aula Singgana Langking Hitam.

Api terus menyebar … menggulung … dan mengekspose seluruh tempat. Tidak ada yang mampu bersembunyi di balik kegelapan itu, hingga ke ujung ruangan luas itu. Beberapa sosok hitam yang tadinya bersembunyi dan terlihat panik.

Aesar tertawa, ketika melihat beberapa Kesatria Hitam ketakutan melihatnya. "Apa yang kalian takutkan? Bukankah sepuluh tahun yang lalu kalian mencariku? Sekarang aku datang menyerahkan diri kemari."

"Lindungi, Yang mulia. "

"... siapa dia?"

"Siapa dia sampai berani memasuki Langking Hitam?"

Ketakutan para Kesatria Hitam terdengar. Kepanikan itu membuat mereka berbodong-bodong membentuk formasi untuk melindungi seorang perempuan yang duduk di atas kursi kebesarannya.

Aesar bergeming, dia masih dalam posisi yang sama di tengah aula singgasana.

Ratu Kumala diam. Tatapan keterkejutannya masih belum habis. Dia masih memirsa dan menebak sosok pemuda nekat yang memiliki pedang dengan semburat keemasan. Ada yang berbeda, jelas sekali pemuda itu memiliki selubung hitam bergerak mengelilinginya … jiwa itu hadir tanpa rasa takut. Dengan kemampuan yang bisa menembus Langking Hitam, Ratu Kumala menebak sosok pemuda itu sudah dipastikan adalah seseorang keturunan Kesakten Emas.

"Berani sekali keturunan Kesakten Emas menerobos kemari!" Ratu Kumala berdiri dari singgasananya.

"Bukankah kalian memang mencariku?"

Ratu Kumala tidak mengerti. "Mencarimu? Kamu ini— siapa?"

Aesar menaikkan pedangnya ke arah Ratu Kumala. Pedang Dasa Asha itu bahkan lebih panjang daripada jangkauan tangannya. "Aku Aesar."

Mata Ratu Kumala membesar, satu batu keemasan itu menarik atensinya. Dia teringat dengan cerita kesalahan pendahulunya yang menyerang Kerajaan Medang. Mereka berencana memenggal calon raja baru yang diramalkan akan menjadi raja terkuat. Kakaknya, Ratu Jihan tidak berhasil membunuh calon raja baru itu. Namun, diluar dugaan anak kecil itu malah menggila … dia memenggal raja dan ibunya sendiri … sampai-sampai rahasia batu air mata yang dimiliki kesakten itu terungkap. Ada rasa gentar di dalam dada Ratu Kumala, sudah dipastikan pemuda yang berani mengacungkan pedang itu adalah calon raja dari Kerajaan Medang!

""Kamu— Aesar? Apa yang kamu inginkan di sini?"

Lihat selengkapnya