Batu Air Mata Kesakten Oikos.
Kesakten Oikos tercipta dari biji pohon Ficus yang dibawa oleh burung punai dan dijatuhkan di daerah penjagalan hewan dan manusia di masa lalu. Biji-biji itu tumbuh dengan mengadaptasi sari manusia sebagai sumber kehidupannya. Kesakten ini tidak memiliki kekuatan untuk menyerang. Namun, mereka mampu berkomunikasi binatang dan tanaman. Manusia sering memperkerjakan mereka di perkebunan dan rumah ternak. Salah satu keahlian mereka adalah mengatur hama atau serangga untuk melakukan penyerbukan pada pohon-pohon penghasil buah.
"Bukankah hari ini sangat cerah, tuan?"
Aesar menyandarkan bahunya di pintu istal, ujung bibirnya tersungging tipis. Kesakten yang dia temui kali ini adalah seorang kesakten muda, yang mungkin seumuran dengan dirinya. Tobi terlihat lebih tenang dengan kehadirannya. "Bagaimana Kesakten muda sepertimu bisa menjadi pemimpin Kesakten Oikos?" tanyanya.
Tangan Tobi terhenti. Sisir perak digenggamannya tidak lagi bergerak, surai kuda putih itu terlepas dari sela-sela jarinya. Telinga hewan itu bergerak, dan mulai gelisah. Ladam kakinya pun diketuk-ketukkannya ke tanah. Tampaknya, kehadiran tamu asing itu membuat sensitif insting hewan berkaki empat itu. Bola matanya yang berwarna merah vermilion bergerak, mengirimkan komunikasi yang hanya mampu ditelaah oleh Tobi.
Tobi menepuk-nepuk punggung sang kuda putih itu dengan lembut. Tobi berbisik untuk menenangkan kuda putih itu. Selain mengurusi ladang palawija milik seorang Saudagar di Prabumulih. Tobi dipercayakan untuk mengurusi kuda putih kesayangan putri sang Saudagar. Yang mana, kuda albino itu benar-benar langka dan tidak akan berumur panjang.
"Kuda ini mengatakan, kalau tuan adalah orang yang jahat," ucapnya tanpa menatap Aesar.
Aesar tertawa. "Benar, aku adalah orang yang paling jahat di semesta ini." Namun, dia belum menarik pedang Dasa Ashranya. "Kamu pasti sudah tahu, alasan aku datang ke mari."
Bola mata sewarna lumut itu berguling ke arah Aesar. Namun, yang menjadi perhatiannya adalah bilah pedang di punggungnya. Secara tak kasat mata, tenaga abhicara yang dikandung benda itu sungguh luar biasa.
Kabar menakutkan itu memang sudah sampai ke telinganya. Konon … ada seorang pria dari Kerajaan Medang yang berani meminta nyawa pemimpin para kesakten, demi mengambil batu air mata kesakten. Pria yang berdiri tidak jauh darinya, sungguh memiliki aura yang luar biasa. Tanpa melakukan apa pun, Tobi merasakan jeratan dominasi yang begitu luar biasa … hanya saja, ada yang aneh dengan selubung hitam yang menutupi jiwanya.
"Tidak ada yang bisa mengambil Batu Air Mata Kesakten itu ... apakah tuan benar-benar keturunan Manusia dan Kesakten Emas?"
"Aku tidak ingin membuang waktu dengan menjawab pertanyaanmu!" Aesar menyahut cepat.
Tobi diam. Sekali lagi, dia memperhatikan kondisi kuda putih itu, sebelum meninggalkannya. Beberapa peralatan tidak lupa dirapikannya. "Apakah tuan tahu, kuda itu tidak ingin melihatku mati?"
"Apa perduliku?"
Sekali lagi, Tobi memandangi sosok pria itu. Dalam hati kecil, dia bukannya khawatir dengan nyawanya yang terancam … justru pendar aura pria bermata biru ini membuatnya bertanya-tanya dan mulai mencari jawaban di dalam kepalanya. Bagaimana bisa keturunan seorang Manusia dan Kesakten Emas … juga memiliki … selubung hitam yang mirip dengan Kesakten Hitam? Mengapa dia sampai bisa mengeluarkan batu air mata kesakten?
"Apa aku terlihat tampan? Sampai-sampai kamu tidak berkedip menatapku." Aesar melipat tangannya, dia mulai tidak sabar.
Tobi memaksakan dirinya tertawa di balik ketegangannya. Dia menarik pasak pengganjal dan bergegas menarik pintu kayu istal, dan memastikan tertutup dengan rapat. Tobi berniat mengiring pria itu menuju bekas ladang jagung tidak jauh dari. "Sayang sekali, saya adalah seorang pria, dan tidak bisa menikahi manusia ataupun kesakten," kelakarnya.
"Jangan khawatir. Begitu kepalamu terlepas dari tubuhmu … aku akan menebarkan abumu di atas bangkai binatang atau mayat manusia, agar bibit pohon ficus itu bisa tumbuh dan berbuah," seloroh Aesar.