Batu air mata Kesakten Guru.
"Aku ingin bertemu dengan Dewi, Kesakten Guru."
Penjaga itu tertawa, matanya bergerak memindai penampilan seorang pemuda dengan lencana simbol Kerajaan Medang. "Kamu pikir semudah itu untuk bertemu dengan Kepala Sekolah Annapurna? Lagi pula ini sekolah perempuan! Pria tidak diijinkan masuk sembarangan!"
Annapurna adalah sekolah khusus perempuan yang didirikan oleh Kesakten Guru itu, yang terletak di tengah-tengah perbatasan antara wilayah Medang dan Kabalon. Murid-murid yang diterima hanya anak-anak perempuan yang memiliki bakat menjadi penyantera atau sejak lahir dianugerahi abhicara.
Gerbang besar berukir daun pepatran itu dikelilingi perisai abhicara yang tebal. Jika ada penyusup yang berani menggugurkan pembatas gedung itu, maka penyusup itu akan tersegel di tembok tinggi itu.
Aesar bersikap santai, ketika salah satu penjaga sekolah itu berdiri lebih dekat dengannya. Tombak dua mata milik ras manusia itu seakan-akan siap menembus tubuhnya.
Pedang Dasa Ashra belum keluar dari selongsongnya, sebenarnya ada keraguan untuk datang ke selokah Annapura. Sasaran Aesar selanjutnya, adalah Pemimpin Kesakten Guru yang menjabat sebagai kepala sekolah. Apalagi hanya memecahkan perisai pelindung tingkat tinggi di sekitar gerbang itu. Anehnya, bersamaan dengan kuatnya aura sang Kesakten Guru … ada sulur keemasan turut berpendar di sekitarnya. Ada pancaran kekuatan lainnya yang turut menariknya.
"Apakah kalian tidak mau membukakan gerbang ini untukku?"
"Apakah kamu ini tuli? Aku sudah mengatakannya, pria dilarang masuk kemari!" seru penjaga itu seraya memiringkan tombak di tangannya. "Cepat pergi dari sini!"
Rona mata biru Aesar berkilap ketika mengalihkan tatapannya tepat di wajah penjaga itu. Aesar menyunggingkan ujung bibirnya, dia masih bergeming di depan gerbang sekolah itu. Aesar, bukanlah orang yang suka dihalang-halangi.
Satu tangan Aesar melesat, mengambil jangkauannya. Area tenggorokan penjaga itu dicengkaunya tepat di bawah rahang, karena titik sasaran itu membuat manusia tidak berkutik. Perisai pelindung di gerbang itu bereaksi, ketika Aesar mendorong tubuh sang penjaga dengan keras ke batas perisai. Lamat-lamat … aksara carakan timbul secara acak, di sisi badan pintu masuk itu. Abhicara yang ditembus paksa itu mengaktifkan sistem keamanannya, memercik seperti aliran listrik yang terpecah. Aesar sengaja, membiarkan perisai itu memindai kehadirannya, namun sebenarnya dia memberikan jebakan. Penjaga itu terperanjat, bahkan tidak sempat berteriak, ketika aksara-aksara pada perisai itu menariknya masuk ke dalam segel pengurung.
"Kalian ini tidak ramah. Aku hanya ingin menemui Kepala Sekolah Annapurna," desis Aesar. Dia pun sigap menangkap tombak milik penjaga sebelum jatuh ke tanah. Sosok penjaga itu hilang ditelan perisai, sedangkan dirinya sudah masuk melewati gerbang itu.
Terdengar suara peluit meninggi sebagai tanda waspada. Beberapa penjaga berhamburan membentuk formasi untuk mengempung pria asing yang berani menyusup ke dalam sekolah Annapura.
Tombak di tangan Aesar dinaikkan lurus setinggi bahu, sebagai tanda peringatan jika mereka menghalanginya. namun, Aesar tidak terganggu dan tidak menganggap para penjaga dari ras manusia itu adalah ancaman terbesarnya.
***
Kaki Aesar terhenti di salah satu pintu menara. Sinar mentari yang hampir sepuncak kepala, seakan tak sanggup menembus gedung sekolah yang lebih mirip labirin. Bangunan batu merah itu tinggi dibangun tinggi, dengan lapangan luas di tengah-tengahnya. Aesar memandangi tombak di tangannya, senjata buatan manusia itu sudah patah. Setelah menghabisi para penjaga, atmosfer sekolah itu menjadi sepi.
Aesar memindai udara di sekitarnya, mengunci aura Kesakten Guru yang memang diincarnya. Sekali lagi konsentrasinya terganggu, pancaran Kesanten Emas yang turut berbaur di pengelihatannya itu tidak bisa dia abaikan. Kesakten Emas ini memiliki kekuatan yang mirip dengan ibunya. Kaki Aesar mulai meniti anak tangga. Sementara, dia memilih mengabaikan tujuannya, dia memilih mencari Sang Kesakten Emas terlebih dahulu … sebelum memenggal Kesakten Guru.
Ada rasa hangat yang turut menelisik, menggugah keinginannya untuk segera bertemu. Ada aroma menyenangkan dari aura sang Kesakten Emas yang berterbangan di udara. Ketika Aesar menyentuh pendar itu, serpihan kecil seakan meloncat dari ingatannya. Sayangnya, penerawangan itu kabur … dia tidak bisa membacanya lagi. Objek tipis yang tampak di pelupuk mata itu bukanlah kenangan yang menyakitkan … Aesar menyakini objek itu adalah wujud seorang perempuan.
Aesar mengerdipkan matanya, dengan cepat dia menarik pedang Dasa Ashra dari punggungnya. Pemuda itu waspada dan memutar tubuh ketika sebuah pintu besar terbuka. Ketujuh batu-batu pada quillon pedang itu menyala seluruhnya …. Aesar tidak menurunkan pedangnya. Akhirnya, dia menemukan sumber kekuatan Kesakten Emas yang menariknya.
Perempuan yang berdiri di depan pintu perpustakaan menjatuhkan buku-buku yang dibawanya. Tentu, dia pun terkejut. "Bagaimana kamu bisa masuk? Pria dilarang masuk kemari!"
Bagi Aesar, persona Kesakten Emas itu sangat sempurna. Kulitnya putih bersih, rambutnya bersuar keemasan, berpadu magis dengan netranya. Tanpa melakukan apa pun, Aesar bisa merasakan abhicara Kesakten Emas ini sangat kuat. Dia pun tidak menduga … bisa bertemu dengan Pengganti ibunya, Pemimpin Kesakten Emas.
"Kamu — Pemimpin Kesakten emas?"