Paris
19 November 2018
Rasa benci dan rasa ingin menemui kini beradu di dalam ego ku. Sulit untuk menentukan akan keduaanya. Maka dari itu aku menulis kenangan bersamamu Rav.
Ternyata semuanya sudah benar-benar berakhir, entah aku yang melepaskan atau kamu yang meninggalkan. Nyatanya berkelana bersama kenangan begitu menyakitkan, seolah aku sengaja menghabiskan waktu dengan berdamai ulang bersama kesedihan. Bukan aku tidak berani untuk melangkah menuju masa depan. Tapi, ada sedikit rasa takut jika harus melupakan itu semua.
Kamu meninggalkanku seorang diri dengan kesedihan, tapi kamu juga lah yang mengatarkanku agar bisa meraih mimpiku saat ini. Walau aku harus mengorbakan sesuatu yang lebih besar, yaitu kamu
Rav, aku ingin bercerita tentang kegiatan aku di kampus hari ini. Yaps akhirnya aku diakui sebagai mahasiswa berprestasi Rav, dan mendapatkan beasiswa full selama aku berkuliah. Sosok Reva yang selalu menerima kejutan darimu, kini giliran ia yang akan memberikan kejutan itu.
University Ecole Normale Superieure de Lyon (ENS de Lyon). Tempat itu yang suatu saat akan menjadi saksi betapa aku benar-benar berjuang Rav, seperti katamu kala itu.
***
Bandung
19 November 2015
Gadis itu terus mengayuh pedal sepedanya dengan sekuat tenaga tatkala beberapa preman kini mengejarnya. Pagi-pagi sekali Reva sudah keluar rumah dan berniat untuk berkerja mengantar koran, tapi takdir berkata lain ketika ia ingin mengantar koran di salah satu rumah mewah, ia melihat beberapa preman sedang berusaha membuka paksa bagasi dari sebuah rumah mewah yang tak jauh dari tempat Reva berada, dan dengan bodohnya Reva malah melempar batu dan mengancam preman-preman itu jika ia akan melaporkannya pada polisi.
Sepertinya Reva mengambil keputusan yang salah kini preman-preman itu menatap geram Reva, sedangkan Reva yang mendapatkan tatapan itu langsung mengayuhkan kembali sepedanya. Sesegera mungkin meninggalkan tempat itu. Preman-preman itu terdiri dari 2 orang yang seperti Reva tahu umur dari preman itu tidak terlalu tua.
Reva terus mengayuh pedal sepedanya, sesekali melihat ke arah belakang karena preman itu mengejarnya menggunakan motor, Reva kewalahan untuk mengayuh sepeda.
Reva tidak pernah berpikir jika ia akan mengalami kejadian seperti ini, entah apa yang harus ia lakukan sekarang, apakah terus mengayuh sepeda sampai preman itu menyerah atau pulang ke rumah dan minta bantuan kepada bunda. Tapi sepertinya pilihan kedua tidak akan pernah berhasil, ia baru mengingatnya jika Tina sudah kembali berkerja besok malamnya setelah hari ulang tahun Reva. Walaupun singkat tapi kehadiran Tina sangat berarti bagi Reva.
Reva mengayuh sepedanya semakin kencang. Tanpa di sadari ada seorang lelaki yang sedang berlari kecil sepertinya sedang melakukan jogging di depan Reva mengayuh sepeda.
“Aaaa ... awas!” teriak Reva ketika baru sadar jika ia akan menabrak seseorang itu. Tetapi sepertinya Reva kehilangan keseimbangan, Reva berusaha untuk menge-rem sambil memejamkan mata tidak berani melihat apa yang akan terjadi selanjutnya.
Brukkk!
Tubuh Reva sepertinya terpental dari sepeda, Reva merasa lengan sebelah kanannya terluka. Bahkan Reva sampai menyerengit manahan sakit itu. Detik selanjutnya ia mencoba membuka matanya dan pandangan pertama yang ia dapati sosok lelaki tergeletak tak jauh darinya. Lelaki itu membelakangi Reva, jadi Reva tidak begitu mengenali siapa lelaki itu yang barusan ia tabrak. Rasa bersalah menghantui Reva, apakah seseorang yang barusan Reva tabrak mengalami luka yang berat hingga tidak sadarkan diri.
Reva melihat dari kejauhan, sepada motor itu semakin dekat. Reva ingin bangkit dan berlari sekencangnya tapi melihat keadaanya saat ini sepertinya tidak memungkinkan dan juga ia harus bertanggung jawab karena telah menabrak seseorang.