Rawa Pasir

Ahmalia Azmi
Chapter #1

Bab 1

Dari bilik sisi panggung, Alana memanjangkan leher di balik tirai yang separuh terbuka, mencoba menangkap detail riasan pada wajah gadis dengan nomor urut 57. Lebih tepatnya mencari cela dari hasil polesan make up satu rival yang dianggapnya potensial meraih piala.

Selama satu jam perlombaan tadi berlangsung fokusnya hanya tertuju pada tiap penempatan produk kosmetik dan warna untuk menonjolkan keelokan wajah Dini; model yang ia sewa secara dadakan atas sodoran bosnya, lantaran keputusan mengikuti lomba muncul saat jam-jam terakhir pendaftaran ditutup. Ia tak punya cukup waktu untuk memperhatikan hasil riasan para pesaingnya. Peserta nomor 57 berdekatan dengannya karena Alana sendiri bernomor urut 58. Saat melihat hasil akhir riasan peserta itu, tanpa sadar ia menatap sekitar sepuluh detik lalu kepuasan terhadap hasil kreasinya sendiri jadi sedikit berkurang.

Riasan klasik menjadi pilihan Alana pada Dini. Tertolong dengan tekstur kulit modelnya yang mulus nyaris tanpa noda, sama sekali tak ada masalah dalam meratakan foundation, penempatan concealer maupun contour. Bulu mata palsu yang dipasangnya dua lapis tampak rapi dan kokoh; ia mati-matian menahan jemarinya tetap fokus dan tidak gemetar saat memasangkan bulu-bulu lentik itu pada kelopak mata. Gincu merah menyala selalu tak pernah gagal menyempurnakan riasan mata dengan pilihan warna netral. Hijabnya dibuatnya dengan gaya tumpuk sederhana dengan mahkota kecil yang dipadu padankan dengan gaun mekar brokat berwarna biru lembut di tubuh proporsional Dini.

Untuk kerudung sendiri ditata saat menit-menit terakhir. Waktu yang semakin menipis berpengaruh pada tubuh Alana, membuat bagian bawah perutnya melilit, mirip dengan sensasi kebelet buang air kecil. Reaksi yang sering dialaminya dulu ketika mendengar pengawas ujian sekolah mengumumkan waktu pengumpulan kertas soal ujian tinggal semenit lagi sementara ia masih belum memeriksa ulang jawaban-jawabannya.

Hasil riasan nomor 57 begitu rapi dari segi complexion, tinggi alis yang ideal dan teknik contouring halus namun efektif membuat wajah modelnya berdimensi. Ia satu-satunya peserta yang memulaskan warna magenta pada bibir modelnya. Model itu melangkah gemulai di panggung dan entah bagaimana caranya dengan bawahan gaunnya yang mengembang dan mencecah lantai, ia berjalan sambil berputar-putar. Bahkan Alana sempat berpikir gadis itu akan menari balet, tapi gadis itu masih berjalan dengan lurus, menebar pesona di hadapan penonton dan juri selama beberapa detik lalu berbalik, masih dengan senyumnya yang cantik.

Pembawa acara kemudian memanggil si perias, yang berdiri di sebelah Alana. Sedari tadi ia menangkupkan kedua telapak tangan dekat mulutnya, berdoa dengan lirih. Bunyi dengusan napasnya sedikit mengagetkan mengingat tubuh mungilnya. Ia lalu memutar kepala, garis bibirnya melengkung kaku dengan sorot mata pasrah pada Alana.

“Semangat,” kata Alana dengan lirih dan ia pun memasuki panggung dengan tubuh lebih tegak.

Lihat selengkapnya