Rawa Pasir

Ahmalia Azmi
Chapter #12

Bab 12

Alih-alih menonton pawai dan karnaval budaya di alun-alun, Mutia malah melewatkan tanggal 17 Agustus di rumah dengan tubuh lemas akibat diare. Sore sebelumnya Asyari pulang membawa sekeranjang lorjuk, jenis kerang yang sulit didapat, terakhir kali Mutia memakannya sekitar setengah tahun yang lalu. Dengan tak terkendali ia menghabiskan satu mangkok lorjuk tumis dalam sekali duduk. Mengakibatkan perutnya melilit beberapa jam kemudian.

Esok hari tanggal 18 Agustus diadakan perlombaan dekat lapangan desa yang berjarak setengah kilometer dari rumah, berdekatan dengan rumah Mat Daud. Dua hari ini Pak Kades meliburkan aktivitas pertambangan dan meminta warganya memeriahkan berbagai macam perlombaan. Tarik tambang, panjat pinang, sepak bola yang pemainnya wajib memakai sarung. Untuk anak-anak, balap egrang, makan kerupuk, dan balap karung dengan memakai helm.

Salah satu partisipan yang membantu persiapan lomba adalah Rido, ia baru saja selesai bantu-bantu di lapangan berbarengan dengan kedatangan Mat Daud, hampir jam sepuluh malam. Mat Daud mengajak Asyari menjadi bagian dari timnya. Mutia mendengar percakapan mereka dari kamar.

“Aku akan ikut dua lomba sekaligus. Besok panjat pinang dan lusanya sepak bola sarung. Aku tak peduli sumbangan Pak Kades atas perlombaan ini. Lagi pula kita juga dimintai sumbangan. Kalau menang, aku tak memakan jasanya secara cuma-cuma.

“Iya. Kurasa aku mau ikut yang main bola saja.”

“Kalau sepak bola yang juara 1 dapat hadiah 1 juta, juara 2, 750 ribu," sahut Rido.

“Bagaimana dengan panjat pinang?”

“Oh, hadiahnya kipas angin, barang-barang kelontong, sama sepeda. Ada dua sepeda pula. Sepeda perempuan sama sepeda anak roda tiga.”

Mutia segera menghambur keluar, bergabung dengan mereka. “Sepeda perempuan?” tanyanya tiba-tiba yang membuat Rido terpaku sejenak sebelum mengiyakan.

“Apa Ayah mau ikut?”

Asyari menelengkan kepala. “Kau ingin sepeda? Kalau pun dapat hadiahnya harus dibagi-bagi.”

Mutia melirik Mat Daud.

Lihat selengkapnya