Rawa Pasir

Ahmalia Azmi
Chapter #12

Bab 12 : Asyari yang Bersemangat

Langkah-langkah kaki terdengar memasuki ruang depan. Gani dan Gustian baru kembali dari rumah Mat Daud.

“Gan, Mutia bilang padaku pas tanggal 18, di jalur pulang dari rumah Mat Daud, almarhum Paman diajak bicara oleh seseorang. Gelagatnya agak mencurigakan. Mutia enggak kenal sama orang itu,” kata Alana. “Biar kupanggilkan dia dulu supaya kalian dengar sendiri.” Alana mendekati jendela, mengeraskan suara memanggil nama sepupunya. Tak lama kemudian Mutia segera menghampiri mereka.

“Kau ingat ciri fisik orang yang mengajak ayahmu bicara waktu itu?” tanya Gani.

Mutia melirik ketiganya sebelum bicara. “Tia enggak terlalu ingat. Dia kelihatannya lebih muda dari Ayah dan juga sedikit lebih tinggi. Dia bertanya apa Ayah akan terus memprotes tambang. Ayah bilang iya. Tapi itu perkataan yang Tia sempat dengar karena mendekati mereka.”

“Apa nada suaranya seperti mengancam?”

Mutia terdiam sejenak. “Kalau diingat-ingat lagi sepertinya enggak. Pas Tia mendekat, dia langsung berbalik. Oh, Ayah bilang dia salah satu pengurus KPRP.”

“Apa dia si Sapto?”

Mutia menggeleng. “Enggak. Tia tahu Pak Sapto yang mana.”

“Apa yang mengganggumu soal dia?” tanya Gustian.

“Saat itu, mukanya tegang, Ayah juga serius memandangnya.”

“Mungkin ibumu bisa menjelaskan siapa orang yang mencegat Ayahmu itu. Bisa panggilkan ibumu sebentar?”

Mutia mengangguk. Masih ada beberapa kerabat yang menginap di rumahnya. Tak sampai semenit, Nuriah sudah ikut duduk di lantai bersama mereka.

“Dia enggak cerita apa pun terkait orang yang disebut Mutia. Pagi hari sebelum malamnya melaut dia pergi melihat lagi kerusakan tanaman ubi. Dia memang lebih pendiam tapi aku pikir tak ada salah dengannya hari itu.”

“Dia melaut bersama kawannya yang orang pesisir itu kan?”

Nuriah mengangguk. “Iya, namanya Bowo. Malam itu mereka melaut berdua saja.”

Lihat selengkapnya