Wajah Debi berkerut-kerut ketika mencicipi sepotong asinan buah salak.
“Apa Pak Johar menjual ini juga? Rasanya sepat dan masih asem. Kalau mau, kau boleh ambil saja semua.” Ia menggeser plastik bening berisi asinan itu beberapa senti hingga menyentuh jemari Alana yang mengetuk-ngetuk pelan meja dengan pulpen.
“Jadi gimana? Aku mesti bilang apa sama Mas Putra?”
Debi mengedikkan bahu dengan gaya kekanakan. “Aku mesti pikir-pikir dulu.”
Anak itu tidak memberinya arahan untuk melontarkan kata-kata penolakan terhadap Putra. “Maksudnya kau mungkin bakalan pacaran juga dengan Mas Putra?”
Bulu mata lentik dan lebatnya bergerak-gerak, senyum simpul terbentuk di wajah berbentuk hati itu. “Mas Putra lumayan juga....”
Sudah ada cowok dari kelas berbeda yang lebih dulu menggaet Debi, sekitar sebulan lebih mereka menjalin hubungan dan lingkungan mereka bisa berdekatan hanyalah di sekitar kantin dan lapangan sekolah. Gilang biasa-biasa saja. Nilainya akademiknya rata-rata dan demikian pula tampangnya. Tapi tinggi badannya menolong dan Debi suka berdampingan dengan cowok berkaki panjang. Ia pernah mengikik sambil menyebut hal yang disukainya itu dari Gilang.
Saat itu adalah bulan-bulan awal pertama semester dua, ancang-ancang demi menyiapkan diri lulus ujian nasional menjadi topik yang juga dibicarakan orang tua di rumah. Gilang tak meluangkan waktu lagi saat Minggu sore atau mengajak Debi menyantap semangkuk bakso selepas bel jam pelajaran berakhir di depan sekolah. Secara alamiah menjaga jarak, namun masih menyapa dan duduk di dekat Debi saat jam istirahat.
“Aku tahu dia mulai bosan sama aku,” kata Debi, dua minggu setelah Putra menitipkan asinan salak.
Di umurnya yang ke lima belas, Debi sudah cukup mengalami beberapa cinta monyet sejak kelas 7. Ia mudah bergaul dan pandai beramah-tamah, mungkin karena sejak kecil sudah dibiasakan berdiam di kedai melayani pembeli. Alana mengetahui tiga anak laki-laki yang menjadi daftar mantannya bukan karena mereka sudah berteman dekat sejak masuk sekolah dan berada di kelas yang sama seperti sekarang, tapi dikarenakan memang sewajarnya hal-hal seperti itu menjadi pembicaraan hangat dan topik yang disenangi para siswi di sekolah. Debi menyelipkan rambut di balik kuping, menatap paragraf mengenai lempeng bumi tanpa gairah. Guru Geografi mereka meninggalkan kelas sejenak dengan tugas menyelesaikan beberapa soal.
“Dia kan sudah bilang kepingin fokus sepenuhnya pada ujian kelulusan,” kata Alana.