Rawa Pasir

Ahmalia Azmi
Chapter #26

Bab 26 : Keripik Johar

Setelah melaju menyusuri jalan raya satu kilometer lebih dari gapura desa Rawa Pasir, Gani, Nisa dan Agung membelok ke jalan kecil dengan bangunan tembok setinggi dua meter pada sisi jalur bagian kanan. Lalu tampak halaman berpagar milik Condro tadi malam yang diingat Gani berada dekat dengan pangkalan tabung gas elpiji.

Pintu rumah itu terbuka dan pagarnya tidak dikunci. Ketiganya turun dari mobil dan melangkah ke halaman. Kemudian tampak sesosok perempuan yang memakai daster dan rambut awut-awutan mendekati pintu, dari ekspresinya ia tampak menyesal telah membiarkan pintu rumahnya terbuka.

“Permisi, Bu, ini kediamannya Pak Condro ya? Boleh kami....” kata-katanya disambar perempuan itu.

“Maaf, enggak menerima wawancara dan kamera.” Ia sudah bersiap mendorong daun pintu, namun tubuh mungil Nisa dengan gesit memajukan tubuhnya.

“Boleh minta waktu sebentar saja Bu....”

“Suami saya enggak salah. Saya bersamanya saat tragedi itu diperkirakan terjadi dan juga sudah kami buktikan pada petugas berwajib.”

“Sebentar saja Bu.” Semangat Nisa tak juga surut, wajah istri Condro yang berbentuk kotak dengan tonjolan tulang pipi menegang.

“Mau tanya apa? Sudah saya bilang suami saya punya alibi!”

“Bagaimana dengan penambangan pasir Bu, kabarnya....” Nisa agak menumpukan tubuhnya ke daun pintu yang hampir menutup. Untuk sejenak, mata istri Condro menatap nyalang dirinya dan tampak siap menendang, namun Nisa dengan sigap, mundur selangkah.

“Jangan dekat-dekat rumahku.” Pintu itu menutup dengan bunyi keras.

***

Peristiwa malang yang pernah menimpa Johar di masa lalu baru saja diceritakan Gani pada dua temannya itu. Nisa tampaknya mempertimbangkan menyinggung hal tersebut jika pria itu bersedia ditemui dan menjawab pertanyaannya.

“Itu kurang etis dan akan terdengar kurang simpati kalau menyinggung hal tersebut,” katanya setelah berpikir sejenak dengan nada suara yang terdengar kurang meyakinkan. Gani masih mengingat bagaimana kaki kiri Nisa berusaha memalang pintu yang didesak istri Condro. Tak ada raut terhina layaknya orang terusir di wajahnya setelah dibentak. Gadis itu mungkin akan mencari celah saat diberi kesempatan, mengorek masa suram itu dengan muka lugu dan mata sayunya.

Pagar rumah itu tak dikunci dan Nisa seorang yang mendekat ke teras rumahnya. Seperti halnya istri Condro, perempuan paruh baya yang membuka pintu tak lama setelah telunjuk Nisa menekan bel tampak sudah siap menolak kehadiran mereka. Raut wajah perempuan paruh baya itu menampilkan kecurigaan.

“Sedang mengusut kasus almarhum Asyari? Tapi tak ada yang bisa saya sampaikan, saya hanya tahu dia cukup getol menolak penambangan....”

Gani dan Agung spontan menoleh ke belakang mendengar suara motor yang berhenti. Berewok putih, bahu lebar, ia pria berusia lebih dari separuh abad yang tampak mengalami penyusutan berat badan bukan karena diet dan olahraga melainkan karena penyakit. Melihat dua seragam yang menunjukkan profesi tamu tak diundangnya serta kamera yang ditenteng Agung dalam keadaan mati mengerutkan keningnya.

Lihat selengkapnya