Rawa Pasir

Ahmalia Azmi
Chapter #29

Bab 29 : Elang di Boncengan Sepeda

“Kenapa, bannya kempes?” tanya Elang setelah melihat Mutia yang berjongkok di bagian belakang sepedanya.

“Iya nih.” Bulir keringat dengan cepat muncul di kening Mutia. Ketika menggiring sepedanya keluar parkiran, didapatinya ban belakang sepedanya kempes. Ia tak terlalu memperhatikannya tadi saat berangkat sekolah.

“Akan kucarikan pompa, tapi kau harus mengantarku pulang ya.” Ia berlari ke kantin.

Murid-murid telah keluar dari ruang kelas masing-masing dan halaman semakin sunyi. Angin berembus sesaat, menggerakkan daun-daun dari pohon murbei yang berguguran. Dua buah murbei berwarna gelap baru saja terjatuh dekat area berumput. Mutia yang sedang duduk di satu undakan dekat pagar memungut dan segera mengulumnya. Menit demi menit berlalu, ia hampir saja menyusul ke kantin ketika bunyi derap kaki berlari mendekatinya.

“Kenapa lama?”

“Pak Ipul lupa menaruhnya dimana.”

Elang meminta Mutia bergeser, lalu ia memasang adaptor kepala pompa ke pentil ban. Pompa sepeda model lama itu ditekan-tekannya dengan semangat. Selang dua menit ban itu kembali keras.

“Makasih, ya.” Mutia masih terkaget akan kebaikan Elang dan tak masalah juga baginya jika mau menumpang. Dengan berlari menuju kantin untuk mengembalikan pompa, anak itu kembali lagi dalam sekejap, berdiri di samping sepeda, menatap Mutia. Mutia berpikir bahwa Elang bermaksud untuk duduk di jok depan, memboncengnya. Namun Elang malah memintanya yang harus mengayuh sepeda.

“Ha? Masa aku yang bawa?” Mutia melebarkan mata. “Badanmu kayak lembu begitu.”

“Enggak mau tahu. Kau sudah janji, aku sudah capek-capek memompakan sepedamu. Kakimu kan panjang kayak bangau, harusnya enggak masalah memboncengku.”

“Memberi kemudahan kemudian menyusahkanku ya.”

Satu kaki Mutia sudah berada di atas pedal, tanpa disuruh Elang segera menduduki jok belakang. Dengan menggenjot pedalnya kuat-kuat dan mendengus beberapa kali, sepedanya mulai bergerak. Meski merasa seperti hendak terjungkit pada detik-detik awal, sepeda keluar dari halaman sekolah dengan mulus tanpa oleng. Sorakan dan godaan segera mereka terima dari murid-murid yang berada di luar pagar dan yang juga mereka lewati sesudah berada di jalan.

“Cie..cie... pulang bareng ni ya....”

Elang anteng di belakangnya, sementara Mutia makin ngos-ngosan sekitar setengah perjalanan menuju rumahnya. Ketika hendak mengeluh, serpihan yang mungkin berasal pohon sekitar membuat matanya kelilipan. Ia mengerjap-ngerjap untuk kemudian menarik tuas rem.

Lihat selengkapnya