Rawa Pasir

Ahmalia Azmi
Chapter #38

Bab 38 : Masa Depan

Pengakuan Sapto yang dikutip media online secara eksklusif tersebut masih menimbulkan pertanyaan dan debat di televisi. Masih banyak misteri yang belum sepenuhnya terjawab. Alana tampil di kamera akibat paksaan Nisa, tentang bagaimana ia bisa menemukan tanda yang semula dikira gantungan kunci bentuk tapal kuda merupakan huruf U dari merek alat kesehatan.

“Aku tiba-tiba teringat saja karena sempat melihat logo itu. Yang sebenarnya paling berjasa menemukan motifnya adalah temanku, dia seorang aktivis lingkungan hidup,” kata Alana dengan gugup sambil melirik ke seberang. Nisa mewawancarainya di halaman rumah. Sementara Gani sudah mengatakan tak ingin dilibatkan di depan kamera.

“Lalu, adakah hal lainnya yang membuat Mbak semakin yakin bahwa Sapto memang pelakunya?”

Alana hampir tersenyum geli mendengar kata ‘mbak’ yang diucapkan Nisa. Saat sedang bekerja Alana juga menyadari suara Nisa terdengar serius dan meyakinkan. “Sebenarnya aku memperhatikan video yang menunjukkan sehari sebelum Pak Ubai meninggal, saat menunjukkan luka sengatan luka. Pak Sapto juga bilang dia sempat disengat. Tapi, luka di lehernya tidak seperti disengat lebah. Aku mulai membayangkan, gantungan kunci yang ditemukan di saluran air itu, dibuang si penembak gara-gara almarhum Paman sempat menyerangnya.”

Raut terkejut segera tampak di wajah Nisa, seolah berkata ‘Aku juga melihat luka itu, tapi mengabaikannya. Jeli juga kau!’

Nuriah sedang menghadapi kamera yang menyiarkan pernyataannya secara langsung perihal status Sapto yang kini menjadi tersangka. Dua puluh jam setelah dirinya ditemukan pada rumah petak sederhana di belakang kedai roti yang berjarak lima kilometer tanpa perlawanan, Sapto resmi ditetapkan sebagai tersangka. Pengakuannya memberikan penerangan pada keseluruhan dua tragedi di Rawa Pasir.

Pada awalnya Rolian menolak semua keterangan Sapto. Namun, tak ada yang lebih didengarkan ketimbang pengakuan tersangka yang mengakui semua perbuatannya. Rolian akhirnya mengakui memang meminta uang tutup mulut pada Sapto namun tetap membantah mendorong Ubai dari tebing. Hipotesis yang tampaknya mendekati kebenaran adalah Ubai yang mendengar pembicaraan antara Sapto dan Rolian, langsung berinisiatif untuk sekalian menagih hutangnya. Pembunuhan yang terjadi secara impulsif. Ia punya motif untuk menghabisi Ubai, namun cukup beruntung karena tak ada bukti langsung yang memberatkannya. Alana memiliki pendapat mengenai Rolian yang menemui Asyari sehabis lomba panjat pinang. Mungkin laki-laki itu sama curiganya dengan Asyari mengenai korupsi dana hibah, mungkin juga malah nomor yayasan itu diberikan olehnya.

***

Dua minggu berikutnya dilaksanakan olah TKP sekaligus rekonstruksi penembakan. Nuriah menguat-nguatkan diri dan sedang bersiap-siap untuk pergi menengok, Rido memutuskan libur sekolah, sementara Mutia tetap bersekolah.

Gani, Gustian, Agung dan Nisa juga berada di halaman. Alana memutuskan di rumah karena tak ada yang mengawasi Idris, namun Nisa memberinya saran agar turut serta membawa ayahnya. Masih ada tempat duduk tersisa di mobil.

“Kalau ayahmu kepingin cepat pulang akan kami antar kalian berdua,” kata Gustian.

Alana sempat merasa tak yakin. Akan sejauh mana pemahaman ayahnya memandang reka adegan penembakan adiknya nanti. Ia lalu mencoba bicara di depan wajah ayahnya, memastikan tiap perkataannya dapat dipahami.

“Ayah. Hari ini ada reka ulang kejadian yang menimpa Paman. Ayah mau lihat?”

Alana baru menyadari dari jarak sedekat ini dan dengan tatapan lekat, bola mata ayahnya persis seperti Asyari. Ayahnya merespon lebih cepat dari yang dipikirkannya. Sebuah anggukan. Gani ikut membantu Idris berjalan di sisi kanannya. Rombongan mereka pun segera melaju.

Sesampainya di lokasi jalan, Gani mengambil sebuah kursi lipat di mobil untuk diduduki Idris. Belasan petugas kepolisian baik berpakaian biasa dan berseragam berada di sekitar. Mereka membuat batas pada puluhan warga yang ingin menyaksikan. Rekonstruksi segera dilakukan karena rombongan keluarga korban telah tiba. Alana melirik Idris, masih bertanya-tanya apa isi di kepalanya saat ini, juga menatap Nuriah yang berdiri di samping Rido. Mereka berdiri sekitar tiga meter dari bata area yang disediakan untuk reka adegan. Sosok Sapto menyeruak dari pintu belakang mobil. Gantungan leher bertuliskan kata tersangka terayun dekat dadanya ketika berjalan. Satu petugas bertindak sebagai korban. Alana menarik napas dalam-dalam.

Adegan demi adegan segera mereka lakoni. Penghentian di jalan saat korban berkendara. Lalu sepotong bambu ukuran satu meter itu diperagakan sebagai senapan yang terarah pada korban. Alana melirik Idris, pandangannya tak terhalang badan manusia di sana, ia melihat dengan terang, bagaimana akting si korban yang berkelejat, karena saat ditanya polisi adakah Asyari sempat mengucapkan sesuatu, Sapto berkata ia sempat kejang-kejang untuk waktu sekejap.

Dua orang polisi berada dekat di sekitar keluarga Asyari. Alih-alih meluapkan kemarahan, yang seharusnya wajar saja dilakukan pihak mereka, Nuriah hanya terpaku, begitu juga dengan Rido. Alana meyakini dari balik kerudung bergo sepanjang perut itu ada dada yang begitu sesak.

Gani mengulurkan tisu pada Nuriah dan juga Alana. Adegan selanjutnya tak terlalu diperhatikan Alana karena air mata mengaburkan pandangannya.

Tanpa terasa satu jam lebih reka adegan dilakoni. Sapto telah masuk kembali ke mobil. Di antara kerumunan yang saling merapatkan tubuh, sepasang mata tampak memandang ke arahnya. Yoda berada di antara warga yang berjejalan di satu titik seberang. Rasanya ganjil untuk menyunggingkan senyum, karena itu Alana hanya mengangguk pelan.

Saat mereka bersiap masuk ke mobil Gani berkata. “Si Yoda itu berkali-kali curi-curi pandang ke arahmu saat reka ulang berlangsung.”

Alana meliriknya. “Jadi kau terus memperhatikannya?”

“Yah, dia ada di seberang sana, menyelipkan diri di antara warga, berusaha tak terlihat.”

Sejak memberitahukan keberadaan Sapto yang bersembunyi di tempatnya, tak ada lagi komunikasi mereka dalam bentuk apa pun. Namun, Alana merasa perlu mendengar sesuatu dari Yoda. Ia menoleh lagi ke sekeliling, lalu mendapati Yoda akan mencapai motornya yang terpisah cukup jauh dari kerumunan. Alana berlari menyeberang. Yoda menoleh ke belakang seiring derap kakinya.

Lihat selengkapnya