Rawan

Eko Hartono
Chapter #10

Awan Hitam

Setelah peristiwa itu Indah tidak terlihat lagi di sekolah. Dia sepertinya malu isu tentang dirinya hamil berkembang luas. Semua siswa di sekolah membicarakannya. Wiwin mencoba menelepon dan chat Indah, tapi tidak direspon. Wiwin mengirim pesan agar Indah tidak usah mempedulikan isu itu. Tapi Indah sepertinya sangat terpukul oleh isu itu. Wiwin mencoba mencari tahu dari mana sumber berita itu mulai tersebar. 

Wiwin lalu menginterograsi Yesi. Anak itu bilang kalau dia dengar hal itu dari siswa lain. Jika sudah 'katanya', sulit untuk diketahui siapa orang pertama penyebar isu. Orang akan saling melempar tuduhan bila menyangkut fitnah karena tak mau disalahkan.

Esok harinya Indah tak masuk sekolah. Wiwin mencoba menghubungi Indah lewat pesan WhatsApp. Tapi anak itu tak merespon. Wiwin jadi khawatir. Dia berencana menemui Indah di rumahnya usai jam sekolah. Sementara itu Wiwin mencoba mencari tahu darimana sebenarnya isu Indah hamil muncul . Jika isu ini sampai merebak keluar sekolah tentu akan merugikan nama sekolah. Tapi Wiwin melihat para guru tampak tenang saja. Apa mereka belum mendengarnya?

Wiwin mendekati meja Danang, guru olahraga. Menurut Wiwin biasanya guru olahraga yang paling tahu kondisi fisik para siswa.

"Pak Danang sudah dengar soal Indah?" tanya Wiwin mula-mula.

"Soal Indah yang mana?" Balik tanya Danang. Mungkin karena Indah dikenal sering bermasalah, sehingga mesti ditanyakan dulu masalah yang mana.

"Soal Indah katanya hamil."

"Oh soal itu. Sudah biasa, Bu Wiwin. Beberapa bulan lalu anak-anak juga sebar isu Indah hamil. Begitulah kalau anak bau kencur suka pacaran. Apalagi Indah terlalu berani. Mereka mengira Indah pasti hamil."

Wiwin tertegun. Jadi ini bukan pertama kali isu tentang kehamilan Indah. Tapi kenapa pihak sekolah seolah membiarkan isu ini berkembang.

"Kalau memang ini nggak benar, kenapa dibiarkan? Seharusnya anak-anak yang menggunjingkan soal Indah ditegur dan diperingatkan agar tidak sampai tersebar ke luar. Ini bisa merusak citra sekolah," kata Wiwin khawatir.

"Sekolah ini sudah lama dicap negatif sama masyarakat. Jadi percuma juga. Paling isu ini sudah didengar orang luar. Nanti juga hilang sendiri kalau tak terbukti."

Jawaban Danang yang masa bodoh ini sangat menjengkelkan Wiwin. Bagaimana bisa seorang guru tak peduli dengan kondisi sekolah. 

Wiwin rasanya ingin marah melihat situasi ini. Masalah pendidikan seakan dipandang hanya sebatas kegiatan belajar mengajar. Siswa datang ke kelas mengikuti pelajaran yang disampaikan guru, setelah itu pulang. Guru menyampaikan pengajaran yang dibacakan dari buku teks. Tak ada interaksi lagi di luar kelas. Siswa mau berantem, berperilaku buruk, dan macam-macam, guru tidak peduli. Mereka baru bertindak ketika ada laporan. Itu pun hanya cukup sampai di ruang BK. Tak ada tindak lanjut untuk membina dan membimbing siswa bermasalah. Tugas guru semestinya juga mengawasi dan mengontrol perilaku siswa selama di lingkungan sekolah. Bahkan kalau perlu sampai di luar sekolah, jika siswa butuh perhatian khusus. 

Wiwin berencana menemui Indah langsung di rumahnya usai jam sekolah. Wiwin ingin mendengar langsung permasalahan yang terjadi kemarin. Karena kemarin Indah belum sempat ditanyai panjang lebar. Anak itu keburu pergi. Tidak mengikuti kelas lagi. Indah punya kebiasaan jika sedang marah langsung ngeloyor pergi. Dia impulsif dan mudah tersinggung. 

***

Rumah orang tua Indah tampak sepi saat Wiwin datang. Wiwin tak melihat Indah. Setelah memarkir sepeda motornya di bawah pohon mangga yang tumbuh di halaman depan, Wiwin melangkah menaiki tangga teras. Wiwin mengetuk pintu besar terbuat dari kayu jati. 

"Assalamualaikum," seru Wiwin mengucap salam.

Untuk beberapa lama Wiwin menunggu. Tak berapa lama pintu dibuka dari dalam. Seorang perempuan tua membuka pintu. Dia memakai daster. Wiwin mengira perempuan tua ini nenek Indah.

"Sinten?" tanya perempuan itu dengan bahasa jawa yang artinya 'siapa'.

"Indah enten griya, Mbah?" balik tanya Wiwin. 

"Indah sekolah. Sibu sinten?"

"Kulo gurune Indah. Jenengan nopo simbahe Indah?"

"Sanes. Kulo batur teng griya niki."

"Indah mboten mlebet sekolah, Mbah."

"Nanging wau pamite budhal sekolah. Ngangge seragam kaleh mbeta tas."

"Ibue Indah enten?"

"Dereng wangsul. Nembe arisan."

"Bapake?"

Lihat selengkapnya