Rawan

Eko Hartono
Chapter #14

Orang Yang Sama

“Hidup itu sederhana, kita yang membuatnya sulit.” – Confucius

*

Rina dan Haryanto turun dari mobil. Haryanto terlihat terburu-buru berjalan menuju ke rumah Wiwin. Laki-laki empatpuluh dua tahun itu tampak gusar. Rina menahan tangan suaminya sebentar dan berusaha menenangkan. 

"Pa, kontrol emosi. Kita bertamu di rumah orang," katanya seperti ingin mengingatkan. 

Haryanto tidak berkata-kata. Hanya menghela nafas berat. Dia meneruskan langkahnya diikuti Rina sampai di depan pintu. 

"Assalamualaikum," ucap Rina memberi salam. 

"Waalaikumsalam, " sahut Wiwin dan suaminya dari dalam rumah.

Wiwin dan Hamdan keluar. Wiwin menyapa tamunya ramah.

"Bu Rina, bapak, silakan masuk."

"Maaf, Bu guru. Saya sebenarnya mau menunggu ibu datang mengantar Indah, tapi suami saya nggak sabar pengen segera menjemput Indah," kata Rina tampak tidak enak.

"Mana anak saya?" Haryanto bertanya dengan nada ketus.

"Silakan masuk dulu, Pak. Kita ngobrolnya di dalam saja," kata Wiwin menanggapi kalem. 

Rina menarik tangan suaminya masuk ke dalam rumah. Wiwin dan Hamdan menyilakan tamunya duduk. Mereka berusaha tenang menghadapi ayah Indah yang tampaknya sedang diliputi emosi. Setelah Haryanto dan Rina duduk di kursi ruang tamu, Wiwin mulai menjelaskan apa yang terjadi. 

"Sebelumnya saya minta maaf, karena saya tidak langsung memberitahu pada bapak kalau semalam Indah menginap di rumah saya. Indah datang kesini atas kemauannya sendiri dan menceritakan apa yang terjadi pada dirinya. Karena mungkin dia percaya pada saya, sehingga dia mau terbuka pada saya ... " Belum sempat Wiwin menyelesaikan kalimatnya, Haryanto sudah menyambar.

"Sekarang mana Indah. Saya akan bawa pulang dan biar kami yang mengurusnya!"

"Maaf, Pak. Bukannya saya lancang ikut campur masalah Indah, tapi sebagai gurunya saya juga punya tanggung jawab terhadapnya. Seperti yang saya ceritakan pada Bu Rina tadi, kita bisa tangani masalah Indah ini bersama-sama. Kita harus hati-hati, mengingat kondisi psikis Indah sangat rentan oleh peristiwa buruk yang dialaminya," kata Wiwin menjelaskan.

"Saya marah sekali setelah tahu anak perempuan saya dilecehkan oleh gurunya. Siapa guru bajingan itu? Biar saya bunuh dia karena sudah merusak kehormatan anak saya! Saya nggak takut dipenjara!"

"Tenang, Pa. Jangan bertindak gegabah dulu. Kita belum tahu siapa yang sudah melecehkan anak kita. Indah sendiri katanya juga nggak melihat orangnya pas kejadian karena kondisinya gelap. Papa mesti dengarkan dulu penjelasan dari Bu Wiwin, apa langkah yang akan kita lakukan selanjutnya," kata Rina berusaha menenangkan suaminya. 

"Ahkkk, bagaimana aku bisa tenang lihat anakku satu-satunya jadi korban kebiadan guru bejat! Ke mana aku mesti taruh mukaku ini kalau sampai semua orang tahu, anakku sudah diperkosa. Aku malu! Aku maluuu...!" 

"Aku juga malu, Pa. Lebih-lebih Indah. Dia harus menanggung aib ini seumur hidupnya. Aku nggak sanggup lihat dia menderita!" Rina tak kuasa menahan tangis kesedihannya. 

"Ini semua salah kamu yang nggak becus ngurus anak. Kamu sibuk sama urusanmu sendiri. Indah kamu biarin berperilaku semaunya yang akhirnya memancing niat jahat orang. Coba kalau kamu lebih perhatian sama Indah, nggak akan kejadian gini!" Haryanto malah menyalahkan istrinya.

Lihat selengkapnya