Rawan

Eko Hartono
Chapter #23

Wiwin Resign

Penyesalan dan permintaan maaf seringkali datang terlambat. Tapi itu lebih baik dari pada tidak sama sekali. Karena hanya orang berjiwa besar berani mengakui kesalahan.

*

Hamdan memeluk istrinya dan berusaha menenangkannya. Wiwin masih terus menggigil. Jantungnya yang berdegub kencang terasa mengguncang dadanya. Perasaannya campur aduk tak karuan. Video yang dikirim oleh orang tak dikenal itu membuka kembali luka lama yang sudah mulai sembuh. Video itu memperlihatkan rekaman saat Wiwin remaja diperkosa di kamar mandi sekolah. Walau pun gambar video beresolusi rendah, tapi masih cukup jelas dilihat. Wiwin pun masih hapal baju seragam yang dipakainya waktu itu. Wiwin tak menyangka sama sekali kejadian itu direkam dalam video. Wiwin yakin pengirim video ini adalah orang yang sudah memperkosanya!

Hamdan mencoba menelepon nomer tersebut, tapi sudah tak aktif lagi. Ditracking melalui aplikasi penelusuran lokasi juga tidak bisa. Hamdan langsung memblokirnya. Hamdan tidak ingin orang itu menghubungi istrinya lagi. Dia pun merasa heran, kenapa orang misterius itu bisa tahu nomer Wiwin. Video yang dikirim itu menunjukkan kalau dia mengetahui masa lalu Wiwin. Tapi yang membuat Wiwin makin shock dan ketakutan, orang itu juga mengirim pesan bernada ancaman. Kamu jangan ikut campur masalah Indah dan undur diri jadi guru. Kalau kamu tidak turuti, maka video ini akan saya sebar di internet! 

"Kamu kenal nomer pengirim pesan ini?" tanya Hamdan.

"Enggak, Mas."

"Bagaimana dia bisa punya video rekaman kamu? Apa saat kejadian kamu nggak tahu sudah direkam?" 

"Waktu itu aku dalam keadaan nggak sadar, Mas. Aku nggak tahu kalau ada yang merekam," jawab Wiwin. 

Dalam video berdurasi 30 detik itu terlihat Wiwin dalam posisi terlentang di lantai dengan mata terpejam karena pingsan. Baju bagian atas terbuka memperlihatkan payudaranya yang dilepas branya. Roknya sedikit tersingkap ke atas. Entah, pada saat direkam itu Wiwin sudah diperkosa atau belum. Suasana di ruangan kamar mandi itu remang-remang karena tiada lampu. Pencahayaan datang dari sorot senter yang diarahkan ke badan Wiwin.

"Aku menduga video ini direkam pakai hape. Karena kalau pakai handycam hasilnya tidak seburam ini," kata Hamdan berkesimpulan. 

"Aku takut, Mas. Video ini akan tersebar luas."

"Kita laporkan ini ke polisi. Biar nanti polisi yang menelusuri dan melacak pengirim video."

"Jangan, Mas! Aku nggak mau kasus ini dilaporkan. Nanti bisa membuka aib aku sendiri. Aku nggak mau orang-orang jadi tahu. Namaku bakal jadi bahan gosip dan bullyan."

"Tapi ini tindak kriminal, Win. Kita tidak bisa biarkan orang itu mengancam kita!"

"Pokoknya aku nggak mau, Mas! Aku nggak mau!" Wiwin bersikeras menolak sambil menangis. 

Hamdan menarik napas dalam. Dia tak mau memaksa. Dia akhirnya mengalah dan kembali menenangkan istrinya.

"Ya sudah. Tapi kamu jangan nangis. Nanti ibu sama Nasya dengar, dikira ada apa-apa. Sekarang kamu tidur, istirahat. Jangan pikirkan soal video ini." 

Hamdan lalu membimbing istrinya naik ke atas ranjang. Wiwin meringkukkan badannya di atas kasur. Miring ke kiri memunggungi suaminya. Hamdan yang duduk di tepi ranjang menatapnya prihatin. 

***

Lihat selengkapnya