“Ya karena kita kurang mengenal diri kita sendiri.”
Aku diam seribu bahasa setelah tanpa sadar mengatakan hal seperti itu, sedikit merasa kecewa dan sedih, serta merasa bersalah dengan diriku sendiri, merasa bersalah dengan Tuhan yang sudah memberikanku tubuh dan segenap diri ini.
Aku baru sadar bahwasannya aku memang kurang mengenal diriku sendiri, aku seringkali asik menilai dan mengamati kehidupan dan juga orang lain akan tetapi aku acuh terhadap diriku sendiri.
Bagaimana keadaanku ? Apakah aku baik baik saja? Siapakah aku? Mau hidup dengan bagaimanakah aku? Mengapa aku tidak mengenal emosiku sendiri? Bahkan Pertanyaan pertanyaan dasar seperti itupun rasanya sulit untuk aku jawab dengan langsung.
Yang aku tahu dari diriku, sepertinya hanyalah, adanya sosok kecil itu. Sosok kecil yang aku pendam di dalam diriku ini, sosok kecil yang terkadang suka tiba-tiba merepotkan ku.
Pengalaman masa kecil, kenangan dan juga berbagai luka serta perasaan yang rumpang di waktu kecilku tumbuh menjadi jiwa seorang gadis kecil yang membayangi usia remajaku.
"Bagaimana keadaan anak kecil itu sekarang ya?" pikirku.
Akupun terdiam lagi, Menenangkan diriku. Mencoba meraih diriku sendiri, jauh lebih dalam dari yang sebelumnya.
Aku berusaha kembali meraih tangannya, tangan gadis kecil yang terpenjara di dalam tubuh remajaku ini. Tangan gadis kecil yang sudah sekian lama tidak pernah aku sapa lagi.
Mungkin beberapa orang memanggilnya sebagai inner child, akan tetapi aku sudah terbiasa menyapanya dengan nama Raya kecil.
Sejujurnya aku sedikit takut jika akan berbicara dengan gadis kecil yang ada di dalam diriku itu.
Karena Raya kecil itu menyimpan sekumpulan memori luka dan semua bayang bayang masa kecilku. Hal hal yang rusak ketika aku kecil, hal hal yang rumpang, hal hal yang rapuh, hal hal yang belum selesai, hal hal itu adalah hal hal yang ingin aku lupakan dan aku kubur dalam dalam.