Akupun kembali menenangkan diri mengosongkan pikiran menutup kedua mataku dan meletakkan kedua telapak tangan untuk menyentuh dadaku, aku berusaha meraih dan berbicara dengan Raya kecil itu lagi.
“Raya...,” ucapku memangilnya.
Aku merasakan dia duduk di dalam sana sambil menatapku dengan senyum manis kecilnya. Akupun kembali berkata kepadanya “Raya, apa yang ingin kamu sampaikan, boleh aku mendengar suaramu berbicara, aku kesulitan memahami semua ini?”
Aku melihat mata kecilnya itu berbinar seakan ingin sekali berbicara namun sepertinya ketakutan akan dimarahi dan kembali dicaci maki itulah yang membuatnya bungkam.
Akupun meyakinkannya dengan berkata “aku berjanji tidak akan menghakimimu lagi, tidak akan ada caci maki lagi, aku berjanji dan kamu benar benar tahu kan, apakah aku berbohong atau bersungguh-sungguh karena kamu adalah aku, aku adalah kamu juga, iya kan?”
Kita sama-sama terdiam beberapa waktu aku hanya menatap mata kecilnya dan dia juga hanya diam menatap mataku saja sampai akhirnya aku melihat Raya kecil itupun membuka mulutnya dan berbicara kepadaku “kita sayang sama negeri itu, tidak boleh tidak peduli , tidak boleh membenci tempat kita lahir, tempat kita pulang!”