Raya dan Ruang Waktu 98

Dinda
Chapter #13

Catatan dari Bi Surti

Sore menjelang petang, Pak Sanusi mengajakku untuk pergi ke salah satu rumah di samping Masjid, tak lupa akbar dan juga bayupun turut menemaniku.

Rumah yang sederhana namun asri dan juga indah. Setelah beberapa kali kita mengetok pintu rumah itu akhirnya terbukalah dan muncul dari sana seorang ibu ibu yang cukup berumur namun terlihat begitu cantik dan memiliki aura yang sangat hangat dan baik.

“Bi Surti, ini ada nak Raya, saya titip supaya bisa menginap di sini,” ucap pak Sanusi

“Mari masuk, wah manis sekali kamu, silahkan masuk," ucap perempuan itu sambil membuka pintu rumahnya lebar-lebar.

“Terima kasih Bu,” ucapku sambil menunduk dan berusaha tersenyum kepadanya.

Aku sedikit tertegun dengan paras Bi Surti yang cantik sekali, begitu anggun walau di usianya yang cukup matang.

Aura keibuan serta aura yang begitu hangat dan indah terpancar dengan jelas dari tubuhnya yang ramping itu.

Mereka berbincang-bincang sejenak sedang Bayu dan juga Akbar duduk manis di ruang tamu dan mencicipi beberapa kue kering di atas meja. Mereka berdua terlihat begitu terbiasa di rumah ini, sepertinya mereka sudah menganggap rumah ini seperti rumah mereka sendiri.

Tak lama kemudian pak Sanusi, Akbar dan Bayu pamit untuk kembali ke Masjid. Kini tinggal aku dan juga Bi Surti saja yang ada di Rumah ini.

Bi Surti pun mulai menghampiriku dan mengajakku berbicara “Nak Raya ya? ”

“Iya, Bi,” jawabku dengan sedikit malu.

“Tak usah malu-malu, anggap saja Bi Surti ibu kamu sendiri dan ini juga rumah kamu sendiri,” ucap Bi Surti dengan penuh senyum kepadaku.

Setelah itupun Bi Surti menyuruhku mandi dan memakai pakaian Bi Surti ketika masih muda yang sudah ia siapkan di kamar.

Akupun bergegas mandi karena memang badanku sudah terasa kotor sekali kemudian kulihat di kamar, ada sebuah gaun polos yang mungkin di jamanku terlihat sebagai dress vintage yang indah.

Setelah berganti baju, Bi Surti menghampiriku di kamar dan mengajakku makan bersama di ruang tengah. Ternyata di sana juga ada Akbar, Bayu serta pak Sanusi, kita pun makan malam bersama.

Kita makan malam bersama seperti sebuah keluarga kecil. Pak Sanusi sudah seperti Ayah Bi Surti, dan Bi Surti yang seperti ibu kami sendiri lalu aku seperti kakak perempuan dari Bayu dan juga Akbar.

Namun gambaran keluarga yang Indah itu hanya berlangsung sampai dengan makan malam saja,setelah kita selesai makan malam dan membantu Bi Surti untuk membereskan perlengkapan perlengkapan makan, Pak Sanusi, Akbar dan Bayu kembali pulang ke masjid karena mereka memang mesti tidur di sana.

Kini suasanya rumah kembali hening, hanya ada aku dan juga Bi Surti lagi di rumah ini. Aku dan Bi Surti hanya duduk-duduk di ruang tamu saja sambil sesekali Bi Surti memujiku bahwa aku cocok mengenakan baju masa remajanya, akupun juga balas memuji kecantikan dan berterima kasih terhadap kemurahan hati Bi Surti.

Setelah cukup lama berbincang-bincang dengan Bi Surti akupun mencoba untuk menanyakan suatu hal yang sedari tadi cukup mengusik isi kepalaku ini.

“Bi Surti," kataku lirih dan agak ragu.

“Ada apa neng Raya,” sambut Bi Surti dengan penuh senyumnya.

“Bi, kalau boleh bertanya, apa sebelumnya emang ada orang yang tersesat seperti saya? Yang tiba tiba ada di sini?”

Bi Surti pun tersenyum kemudian menjelaskan “iya, ada beberapa orang, bibi tidak tahu pasti ada berapa ya, tapi semuanya itu pasti bertemu sama si Akbar sama Bayu lalu mereka yang ngenalin ke pak Sanusi.”

“Oh jadi ada beberapa orang ya Bi, mulai kapan ini Bi? Terus orang orangnya apa bisa balik ke rumah semulanya mereka Bi?” tanyaku penuh antusias

“Iya neng, kejadian kayak gini sih baru ada akhir-akhir ini aja neng, waktu keadaan di sini mulai panas aja ketika mulai ada konflik politik dan kerusuhan itu aja neng."

Bi Surti pun mengambil jeda sejenak kemudian seakan mengingat ngingat sesuatu.

“Oh iya neng, mereka mereka yang dateng teh bisa pulang, jadi ada kayak pintu cahaya di belakang masjid tadi itu neng, tapi kita ga bisa lihat, cuman orang-orang kayak neng aja yang bisa masuk dan lihat pintunya neng”

“Ohya Bu?” aku pun sedikit bersyukur mendengar penjelasan dari Bi Surti tadi karena memang aku juga takut tidak bisa pulang dan kembali bersama dengan ayah ibu dan teman-temanku.

“Iya neng, besok bibi anter ya,” jawab Bi Surti menenangkanku.

“Wahh iya bi, makasih banyak ya bi, aku kangen sama ibu, ayah, dan temen temenku ,bi,” ucapku lirih kepada bibi

“Iya neng, bibi ngerti” ucap bibi sambil mengelus kepalaku lembut.

Tak lama setelah itu tiba-tiba pak Sanusi menelpon dan berkata bahwa keadaan sedang lumayan darurat, Bi Surti di minta untuk kembali mengecek semua pintu dan jendela di rumah memastikan bahwa semuanya sudah terkunci rapat. Mereka pun saling mengingatkan untuk saling menjaga diri dan juga menjaga anak-anak titipan mereka masing-masing.

Tak lama setelah telfon tertutup dan kita sudah selesai mengecek seluruh pintu dan jendela tiba tiba terdengar suara kerumunan orang menyumpahi negara dan juga menyumpahi pemerintahan di negeri ini. Mereka melakukannya sembari melempar lempar batu dan sepertinya juga merusak beberapa fasilitas yang ada di jalan. Suara yang sangat menakutkan untukku, akupun menangis sambil menutup mulutku, sedang Bi Surti memeluk dan menenangkanku.

Suara kerumunan itu ternyata hanya terjadi sebentar saja tapi aku yakin itu akan kekal di kepalaku selamanya.

Bahkan setelah meredanya kericuhan itupun suara-suara bising tadi masih seakan nyata terputar kembali di telingaku. Aku tak lagi menangis, aku kembali terdiam kebingungan, kepalaku berisik, hatiku remuk dan kecewa.

“Bi...,” ucapku lirih

“Iya neng,” jawab Bi Surti sambil mengelus kepalaku.

“Aku gasuka negeri ini, aku ga suka, aku salah menilai negeri ini Bi, aku ga suka, orang orang di negeri ini, mereka keras-keras, tidak ramah, mereka beringas, mereka kasar, para pejabat juga suka mengecewakan rakyat, rakyat juga suka mengecewakan pejabatnya, negeri ini tidak aman Bi, kita pergi aja dari sini, kita keluar saja, kita lupain negeri ini, negeri yang punya penduduk ramah dan lembut itu ternyata cuman kenaifanku ketika kecil saja Bi, negeri yang kaya sumber daya alam juga sudah habis di keruk berlebihan kan? Alam kita juga sudah rusak bi, orang orang jahat berkuasa, yang baik pun sepertinya bentar lagi habis, aku salah menilai negeri ini bi, ayo kita pergi saja Bi.”

Aku mengigau tak karuan, aku merasa sangat kecewa dengan negeri ini, aku mengeluarkan segala kepedihan hatiku kepada Bi Surti sambil menangis. Kegelisahan itu seakan sudah sangat lama aku pendam pendam dan kini saatnya bom itu meledak dengan keras hingga membuat seluruh tubuhku bergetar dalam tangis ini karena emosiku yang meledak begitu saja.

Setelah itu rasanya aku terlalu kelelahan setelah melepaskan semua emosiku, akupun merasa bahwa aku tertidur sejenak.

Setelah itupun aku kembali terbangun, masih dengan ingatan bahwa aku mengatakan hal-hal buruk tentang negeriku.

Dan aku juga ingat, aku tidak mendengar Bi Surti mengatakan sepatah katapun, akupun merasa bersalah dan sungkan kepada Bi Surti.

Lihat selengkapnya