Setelah selesai acara pemakaman, kami kembali berkumpul ke masjid.
Kita terdiam sejenak sedang sama sama menenangkan diri setelah menghadapi berbagai peristiwa yang cukup emosional hari ini.
Tiba tiba si Bayupun menyeletuk, “kak Raya, kakak jadi mau pulang sekarang?” seluruh pandangan mata mereka kini beralih ke arahku.
Jujur aku bingung, aku merasa berat berpisah dengan orang-orang baik di sini, berpisah dari Akbar dan Bayu, anak anak yang hebat dan baik, pejuang kecil yang tangguh.
Bi Surti yang sangat lembut, baik dan menenangkan serta pak Sanusi yang juga sudah menjagaku dan banyak membantuku di sini.
Tapi di satu sisi akupun rindu dengan Rara dan Cita, rindu dengan ayah dan ibu, dengan semua orang yang ada di kehidupanku yang semestinya.
Di samping itu, akupun merasa sangat khawatir, aku tidak tahu apa yang terjadi dengan diriku yang ada di masa itu, apakah aku tertidur selama berhari hari? Apakah aku koma? Bagaimana mereka semua? Apakah mereka baik baik saja melihatku yang tidak kunjung kembali ini?
Aku diam dan tertunduk, begitu dilema dan sedih. Namun tiba tiba Bi Surti pun memegang pundakku sambil ku dengar dia berkata, “neng, sudah seharusnya neng pulang, kita di sini akan baik baik saja, kita bisa saling mendoakan dari jauh.”
Aku tidak bisa berkata apa-apa, air mataku kembali pecah, aku memeluk erat bi Surti, rasanya sedih sekali harus kehilangan mereka semua.
Sampai pada akhirnya akupun mampu mengucapkan kata kata perpisahan itu.
“Bi, terima kasih.. terimakasih untuk semuanya, maaf Raya banyak ngerepotin bibi, maaf kalo raya ngomong hal yang ga baik, maafin Raya ya, bi.”
Akupun melepas pelukan Bi Surti dan kini menatap pak Sanusi, “Pak Sanusi, terimakasih banyak sudah menyambut saya dengan baik, sudah perhatian sama saya, sudah melindungi saya, sudah melakukan banyak hal baik sama saya, semoga pak Sanusi bisa naik haji ya pak," aku melihat pak Sanusi tersenyum dan mengangguk haru melihatku.