Namaku Helen, aku hanyalah seorang ibu rumah tangga biasa. Aku single parent. Suamiku sudah lama pergi meninggalkan aku dan anak kami satu-satunya, sejak sebelum ia dilahirkan. Ada banyak hal yang harus kurahasiakan dari publik. Salah satunya adalah rahasia menyedihkan suamiku tercinta.
Sekarang pukul 05.40, saatnya membangunkan Rayen dan menyuruhnya bersiap-siap untuk ke sekolah. Tapi sebelum itu, aku dulu yang harus bersiap-siap untuk mengantarnya. Ini adalah kegiatan sehari-hariku, kurasa bukan hanya aku, tetapi hampir semua ibu akan punya kegiatan ini. Aku pun menutup pintu kamar mandi.
Aku mengancingi kemejaku, dan berdandan sekedarnya untuk mengantar Rayen ke sekolah. Oke, aku sudah siap dan sudah cantik – menurutku. Saatnya membangunkan Rayen.
Saatku buka pintunya, entah mengapa ada aura yang berbeda. Kamar ini sangat panas, padahal semalam habis turun hujan, dan kamarku pun biasa saja. Kulihat Rayen memandang ke arahku, dia sudah bangun. Tapi, kenapa pandangannya seperti itu? Kuperhatikan seperti ada yang aneh, dan bola matanya, astaga! Ada apa ini! Mata rayen berubah menjadi sedikit juling! Yang kiri makin ke kiri dan yang kanan makin ke kanan.
Kasurnya lembab seperti bekas keringat, tapi lumayan banyak. Jangan-jangan Rayen kembali demam tinggi semalam.
“Rayen! Rayen! Rayen! Kau melihat ibu kan? Jawab Rayen!” aku panik bukan kepalang. Tubuhnya sedikit hangat, dan dia tak mengucapkan sepatah kata pun. Ini tidak seperti biasanya. Biasanya jika sudah bangun ia akan langsung duduk dan keluar untuk mandi. Tapi sekarang dengan tatapan kosong dan matanya yang juling dia melihat ke arahku. Bibirnya sedikit terbuka.
“Rayen, kamu kenapa?!”
Aku masih menggoyang-goyangkan betisnya yang kecil dan hangat. Ia tidak merespon. Ini gawat. Aku langsung menggendongnya keluar kamar dan langsung menuju telepon rumah untuk menghubungi sekolah dan memberitahu bahwa Rayen tidak bisa hadir ke sekolah hari ini, atau sampai beberapa hari ke depan. Untungnya, ibu guru Rayen langsung mengizinkan.
- 0o0 -
Aku tidak tahu harus kubawa kemana Rayen. Akhirnya kuputuskan untuk membawanya ke dokter spesialis anak.