Rayhan membuka gerbang pintu rumah Sasa, gerbang terbuat dari besi, berwarna hitam dan tingginya, masih tinggi Rayhan, karena gerbang itu pas berada di depan dada bidangnya. Ia melangkahkan kakinya masuk, tanpa mengetuk pintu atau memencet bel yang sudah disediakan. Ia langsung membuka knop pintu berwarna putih itu.
“Assalamualaikum, Sasa. Miwon, Micin.. Tai oleh dia ku merasa sempurna,” teriaknya sambil bernyanyi dan duduk di sofa ruang tamu.
“Waalaikumsalam,” jawab Dinda, Mama Sasa. “Nggak usah teriak, Rayhan. Mama tau suara kamu bagus, tapi lagunya diganti dong, masa itu-itu terus?”
Suara Rayhan memang bagus, dari kecil ia selalu ikut lomba bernyanyi dan selalu menang juara satu. Tapi, kegiatan mengikuti lomba bernyanyi itu berhenti saat ia berumur 14 tahun, ia merasa bahwa ia sudah besar dan seharusnya berhenti mengikuti lomba yang tidak menambah nilai dalam sekolahnya.
“Kamu sudah makan?” Tanya Dinda sambil membersihkan meja yang berada di depan Rayhan.
“Ud-” ucapannya terpotong, saat mengingat sesuatu. “Astagfirullah, Rayhan lupa, Rayhan belum minum susu strawberry sayangnya Rayhan!”
“Ke Sasa sana, Mama udah buat susu strawberry kesukaan kamu.”
“Makasih, Mama.” Ucap Rayhan lalu pergi ke arah meja makan.
Rayhan berlari kecil ke arah meja makan. Saat sudah sampai, ia melihat Sasa yang hendak meminum segelas susu strawberry. Namun, dengan cepat Rayhan mengambilnya, dan meneguk habis susu itu. Setelah susu itu benar-benar habis, ia tersenyum ke arah Sasa.
“Ray! Lo apa-apaan, sih?” Tanya Sasa dengan kesal.
“Minum,” jawab Rayhan watados nya. Rayhan melihat wajah Sasa yang kesal, “kenapa?” tanya nya dengan polos.
“Lo kenapa ambil minuman gue?!”
Rayhan menarik kursi di samping Sasa, lalu duduk dan menatap Sasa. “Lo kan bisa ambil lagi. Susah amat,” ucapnya lalu mengambil tempe goreng di atas meja.
“Kenapa nggak lo aja tadi yang ambil? Kenapa harus punya gue?”
“Yah, like like me, lah.” Rayhan mengambil tempe goreng lagi, lalu berdiri dan berjalan pergi. “Cepet, gue tunggu di depan,” lanjutnya saat belum benar-benar keluar dari ruang makan.
***
Rayhan sedikit mempercepat langkahnya. Ia berusaha menyeimbangi langkah Sasa yang sangat cepat. Sampai akhirnya Rayhan berada di depan Sasa, dan berjalan mundur sambil memperhatikan wajah Sasa yang sedang memerah karena marah.
“Maaf, Sa. Udah dong, marahnya,” ucap Rayhan sambil terus berjalan mundur.
Sasa masih diam, tidak menjawab, bahkan tidak ingin menjawab ucapan Rayhan. Rayhan juga masih berusaha meminta maaf pada Sasa. Karena ia berjalan mundur, ia tidak tahu bahwa dibelakangnya ada seseorang, sehingga Rayhan menabrak seseorang itu hingga orang itu jatuh tersungur.
“Astagfirullah,” kata Sasa dan Rayhan bersamaan.
Mereka melihat siapa yang ditabrak oleh Rayhan. Dia seorang perempuan. Namun, memakai seragam sekolah lain. Perempuan itu hanya meringis kesakitan, memegangi sikunya tangan kirinya yang berdarah.
“Maafin, temen gue, yah,” ucap Sasa sambil berusaha membantu Perempuan itu berdiri. “Are you ok?” Tanya Sasa.
“I'm ok. Thanks,” ucap perempuan itu sambil tersenyum, “gue pergi dulu.”
Sasa mengangguk, lalu kembali melihat ke arah Rayhan. “Biasa aja kali ngelihatnya,” tegur Sasa saat melihat Rayhan masih menatap perempuan itu dengan mulut yang sedikit terbuka.