Rayla 2.0 Side A (Catatan 2017-2019)

Rivaldi Zakie Indrayana
Chapter #1

Dimensi Masa Lalu yang Tertinggal

Kawasan Pulau Sentosa, Singapura, sore hari itu beberapa tahun setelah pandemi virus Corona.

"Bukankah dulu hidupmu baik-baik saja? Mengapa kamu sampai menyebutkan banyak masalah sepanjang hidupmu kini? Ayolah, jangan ambil pusing. Anggap saja angin lalu, lupakan dan nikmati hidupmu saat ini. Dengan begitu, kamu jadi lebih bahagia menikmati hidup bukan?”

Pertanyaan itu menghujam diri Rayla sangat telak. Bahkan langsung menusuk harga dirinya, sekaligus membuyarkan lamunan yang terus ia ratapi sejak beberapa menit lalu di Kawasan Pulau Sentosa, Singapura senja ini. Dari tadi ia sulit melepaskan pikirannya dari semua kenangan yang ia dapatkan semasa menjalani perkuliahan di program studi Ilmu Hubungan Internasional Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) beberapa tahun lalu. Menurutnya, pengalaman kuliah tidak kalah menyenangkan dibanding masa SMA—malahan boleh jadi lebih menyenangkan. Alasan masa kuliah lebih menyenangkan ketimbang masa SMA antara lain adalah banyaknya waktu kosong, diperbolehkannya mahasiswa memakai baju bebas ke kampus dan libur berbulan-bulan. Sungguh merupakan anugerah yang jarang atau sukar ditemui di tempat lain, apalagi jika sudah kerja. Dan dari situ, Rayla sendiri tumbuh menjadi orang yang sangat menyukai kebebasan.

Termasuk saat ini, setelah ia diterima bekerja menjadi guru pada salah satu sekolah internasional di Bandung. Alangkah mujur sekali nasibnya, selepas lulus kuliah beberapa bulan silam ia langsung direkrut bekerja menjadi guru sesuai cita-citanya. Terlebih lagi ia juga sekaligus menyandang status guru part time yang hanya mengajar tiga hari dalam satu pekan. Jam kerjanya pun bisa disesuaikan dengan kebutuhan mengajarnya sendiri alias tidak perlu mengikuti jam sekolah atau jam kantor kebanyakan orang. Lebih beruntung lagi, siswa-siswi yang dia ajari di sekolahnya berasal dari aneka latar belakang etnis atau status sosial. Sehingga ini membuat dirinya merasa seperti bernostalgia, kembali berpetualang jauh ke masa lalunya. Begitupun dengan teman dekatnya sejak SMA, Stevie serta Christoff sang kakak kandung. Mereka juga meniti karir sebagai guru part time seperti Rayla memakai sistem serupa dengan banyak kesamaan di antara mereka.

“Ray!! Yuk, langsung ke Stasiun Monorail dekat lokasi Patung Merlion raksasa!”

“Iya nih, sudah sore. Nanti keburu hujan lagi.”

Rayla yang saat ini usianya sudah menginjak angka 20 tahunan awal tidak punya pilihan lagi selain membalikkan badan. Sekitar lima meter di belakang tubuh kurusnya, sesosok gadis sebayanya memanggil supaya Rayla cepat bergabung bersamanya diikuti sesosok lelaki tinggi di dekat mereka. Usia kedua anak muda itu pun telah menyentuh kepala dua, menandakan mereka benar-benar tidak kalah dewasanya dibanding Rayla. Ditambah satu gadis lagi, usianya tahun ini masih menginjak hampir 20 tahunan awal. Siapa lagi kalau bukan Tiffany. Sepupu dekat Stevie ini sekarang adalah seorang mahasiswi muda nan cantik di program studi Ilmu Hubungan Internasional Universitas Nanyang Singapura. Berhubung ia berasal dari Indonesia, tentu saja selama kuliah di Singapura ini Tiffany harus bisa hidup sendiri jauh dari orang tua. Lantas bisakah ia begitu? Tentu saja bisa. Kini ia bertempat tinggal di sebuah apartemen di kawasan Novena, tidak terlalu jauh ke Orchard Road. Apartemen Tiffany di Novena itu mengingatkan Rayla pada pengalamannya mengikuti sebuah konferensi di sini dulu. Juga Kawasan Pulau Sentosa yang turut membangkitkan memori lamanya.

Lihat selengkapnya