Rayla 2.0 Side A (Catatan 2017-2019)

Rivaldi Zakie Indrayana
Chapter #4

Return to the Past for a While

Percikan air sisa hujan semalam menyembur wajah Rayla di kawasan Dago Atas pagi hari ini, tepat saat cuaca kota Bandung sedang cerah-cerahnya setiap kali Rayla melangkah di bawah pohon pada halaman sekolah. Di belakang, Stevie ikut berjalan mengikuti setiap langkahnya sembari mengenakan baju seragam yang sama. Perbedaannya hanya terletak pada nama masing-masing di sebelah kanan rompi seragam kotak-kotaknya. Seakan tidak mau kalah dari Rayla, sepanjang langkahnya Stevie terus berupaya menggapai-gapai tetesan air hujan dari dedaunan pohon halaman sekolahnya yang membuat dia terpekik-pekik sendiri. Dan lalu di depannya Rayla masih melakukan hal serupa sambil tidak kering-keringnya menceritakan Acara University Preparation alias Unprep di Purwokerto dan Yogyakarta kemarin. Bahkan saking senangnya bercerita, Gadis cantik tersebut sampai mengibar-ngibarkan rambut hitamnya hingga separuh melayang di udara dan tentu saja warnanya amat bertolak belakang dengan birunya langit kota Bandung bersama awan putihnya.

Langkah kedua sahabat ini terhenti di samping bangunan aula GMF[1] sekolah. Mereka tertawa bersama, menertawakan tingkahnya saat masuk area sekolah barusan. Juga hati mereka masih menyimpan kerinduan mendalam pada acara unprep minggu kemarin pertanda ingin rasanya kembali lagi ke dua kota tersebut dengan menempuh jarak antara keduanya. Sesaat usai langkahnya terhenti di samping aula, belasan hingga puluhan orang siswa berbusana senada dengan Rayla dan Stevie berdatangan ke sekolah. Banyak dari mereka adalah anak-anak SMA seperti keduanya termasuk para adik kelas di level 10-11. Anak kelas 12 yang sudah datang baru ada sedikit. Dari kejauhan sorot mata Rayla dan Stevie menangkap gerak-gerik Matthew bersama Diandra dalam kedatangannya ke sekolah. Lalu muncul Nico, Fatimah, Dessna dan Natalie berselang singkat. Juga dari kejauhan sorot mata kedua dara cantik ini mendeteksi pergerakan Jacqueline sang adik kelas kesayangan mereka yang lalu dipanggil ikut bergabung.

Jacqueline dengan topi merah khasnya bahagia menemui dua kakak kelas kesayangannya, meminta cerita tentang pengalaman selama unprep minggu kemarin. Dengan senang hati Rayla berkisah tentang unprepnya begitu juga Stevie ditemani kicauan burung-burung gereja, pipit atau kenari di dahan pohon. Kemudian bel sekolah tiba-tiba mengeluarkan bunyinya sepintas, mengingatkan siswa agar sebentar lagi berkumpul di aula melaksanakan Shalat Dhuha tentunya bagi siswa Muslim seperti Rayla dan Stevie. Keduanya bersiap mengambil wudhu, bel berbunyi lagi tetapi suara yang keluar justru tidak seperti biasanya. Malah terdengar sangat aneh, yakni lagu ‘Mungkin Nanti’ milik Peterpan keluaran tahun 2004 silam. Rayla tersentak heran, Stevie terlonjak bahagia mendengar lagu idolanya dan Jacqueline hanya bingung melongo. Sejak kapan bel sekolah mengalami transformasi drastis jadi lagu ‘Mungkin Nanti’-nya Peterpan? Dan aula juga tetap kosong, 10 menit usai bel berdering. Tidak ada siswa maupun guru yang menunaikan ibadah Shalat Dhuha.

Perlahan-lahan pemandangan sekolah memudar. Belasan-puluhan siswa dan siswi yang sudah datang sejak tadi mendadak hilang entah kemana. Jacqueline yang tepat di depan mata saja ikut menghilang secara misterius dan perlahan-lahan, jarak antara Rayla dan Stevie kian menjauh. Tanpa sempat bicara Rayla langsung berlari mencari kedua anak perempuan itu, namun apa daya yang ia dapati hanya jendela kamar depan bersama cuaca cerah di luarnya. Masih sama seperti di sekolah, koloni burung kecil jua sedang mengeluarkan nyanyian merdunya dari atas pohon bagai bahagia menyambut cuaca cerah pagi hari ini dan persis di depan jendela, terlihat bapak tengah menggenggam selang berisi semprotan air ke seisi tumbuhan di halaman rumah. Di dalam garasi Pak Warsono, Sang supir pun sedang mengutak-atik roda mobil. Di ruang TV ada ibu membaca poster. Dan di kamar ada Rayla sendiri ditemani Christoff dan band Peterpan lewat lagu ‘Mungkin Nanti.’

Rayla tercenung sendiri mendengar lagu itu di kamarnya. Ia pun bingung, mengapa lagu itu bisa berputar di dua tempat dalam waktu bersamaan sampai ke telinganya. Tadi dia berada di sekolah, sekarang justru di rumah. Penampilannya pun berubah drastis, barusan memakai baju seragam sekolah kini memakai baju rumah dan lebih parahnya lagi pakaiannya pagi ini berupa kaos oblong. Lalu ketika ia menyibak selimut, ia mencoba mengumpulkan ingatan kembali. Ah, akhirnya dia baru sadar bahwa kini dia ada di rumah, bukan di sekolahnya. Tadi hanya sebatas mimpi belaka. Lalu sembari mengurut kaki ia beranjak dari kasur ke areal belakang rumah dengan menenteng sarung kuningnya tersebut untuk dipakaikan nanti.

“Guten morgen Rayla, hast du schön aufstehst aus dein geschlafen jetzt?”[2] Kali ini Stevie menyapa dalam Bahasa Jerman lewat aplikasi Line. Sepenggal kalimat sederhana yang lazim diucapkan tiap kali ia punya kesempatan berbicara Bahasa Jerman. Kemampuan Stevie melafalkan bahasa tersebut tak perlu diragukan lagi seperti Rayla, asal kedua gadis ini bisa saling memahami ucapan masing-masing. “Morgen Stevie, Ja habe ich schön aufstehe aus mein geschlafen jetzt. Was gesacht mit dir an heut morgen?”[3] Rayla membalas juga dalam Bahasa Jerman yang pastinya tidak kalah fasih. Sejurus berselang keduanya terlibat percakapan panjang menggunakan Bahasa Indonesia.

“Rayla, Aku baru tahu dari grup angkatan semalam ternyata ijazah kita sudah bisa diambil sekarang. Padahal sebelumnya aku sempat berpikir ijazah baru bisa diambil bulan Oktober-November.”

“Habisnya pengalaman yang sudah-sudah, Waktu zaman ambil ijazah SD-SMP biasanya baru bulan-bulan segitu.” Tulis Stevie panjang lebar, mengungkap rasa baru tahunya tentang ijazah SMA.

 

Rayla selanjutnya membalas begini:

 

“Wah sama dong. Aku juga baru tahu sekarang-sekarang ini. Terus ijazahnya sudah bisa diambil hari ini kan di sekolah?”

“Ya kita bisa ambil ijazah hari ini. Ya sudah, mau berangkat jam berapa?”

 

Tanpa basa-basi keduanya mencapai kata ‘sepakat’ untuk datang ke sekolah mengambil ijazah jam 10. Melihat kesepakatan demikian Rayla langsung berlari ke jemuran halaman belakang menyambar handuknya sebelum mulai mandi, bergantian dengan Christoff yang juga akan pergi mengambil ijazah di sekolahnya. Di kamar mandi Rayla membersihkan dirinya dengan sangat cepat tidak sampai 15 menit. Cukup sekitar 10 menit ia sudah keluar lagi seraya mengenakan pakaian tidurnya untuk nanti diganti dengan pakaian pergi. Begitu selesai berganti baju di kamar, tahu-tahu Stevie sudah mengirim lagi notifikasi pesan singkat kepada telepon selulernya, berbunyi seperti ini. “Ray kalau sudah siap langsung kabari ya. Kita pergi bareng-bareng naik Grab ke sekolah.” Rayla tersenyum tipis menyambut ajakan kebaikan hati Stevie. Tawaran diantar Pak Warsono ia acuhkan sekejap, Memilih pergi mengambil ijazah bareng Stevie naik Grab.

Lihat selengkapnya