Ini baru permulaan cerita, setengah semester saja bahkan masih belum sampai. Mengetahui perihal demikian ia tertegun sendiri di kegelapan kabin ketika pilot menerbangkan pesawat pada ketinggian 25.000 kaki di atas Laut Andaman, mengarah ke Teluk Benggala menuju bubungan langit India. Jika penerbangan sudah mencapai langit India, tak pelak hanya sekejap lagi pesawat akan mencapai tujuan akhirnya yakni Bandara Internasional Dubai, Uni Emirat Arab. Sebagian penumpang mengakhiri perjalanannya di sana sedangkan sisanya akan terlebih dahulu transit sebelum meneruskan penerbangan selanjutnya ke Kanada selama 16 jam ke depan.
Sementara di Dubai, ia akan transit selama kurang lebih lima hingga enam jam.
“Rute kita nanti lewat mana saja? Masih pakai transit enggak?” Tanya Tiffany polos.
“Lupa ya? Kayaknya aku sudah bilang deh waktu di Singapura. Ya sudah ini ya, baca baik-baik: Dubai, mendarat di bandara internasional setempat jam 00.50 transit kira-kira 3,5 jam. Lanjut jam 03.30 naik pesawat yang ke Kanada terbang 16 jam, mendarat jam 09.30 di Bandara Internasional Pearson Toronto.” Jawaban panjang lebar ini menunjukkan jati diri Rayla yang paling berpengalaman mempelajari rute pesawat jarak jauh sekaligus membuatnya sering ditanya ini-itu oleh Tiffany rupanya baru kali ini naik pesawat jarak jauh. “Hmm, alright sister. Merci beaucoup[1].” Imbuhnya singkat memadukan Bahasa Inggris dan Bahasa Perancis.
Sepanjang sisa perjalanan menuju tempat transit di Dubai, rasa itu terus menyembul dari lubuk terdalam di hati Rayla juga isi benaknya yang kian sukar ditahan agar tidak keluar. Berulang kali ia mengarahkan pandangan matanya ke luar jendela pesawat saat ia hanya menjumpai kepekatan langit malam yang hanya disinari percikan lampu sayap pesawat sedang gemuruh mesin tampak terus berupaya menggempur keheningan malam, bagai dengkuran makhluk raksasa. Sekali-kali juga ia mengarahkan pandangannya ke Tiffany dan situasinya tetap sama seperti tadi. Mata gadis berambut poni ini tak terpicingkan sedetikpun, tetap melek. Dan hati Rayla tetap merasakan ganjalan kuat saat melihat pemandangan demikian. Ada satu hal yang sejatinya ingin ia ceritakan pada Tiffany, hanya saja dia merasa tak enak hati sebab hanya ia yang mengalaminya dulu.
Sebuah peristiwa besar yang pernah ia alami di awal masa kuliahnya, yakni pertemuan tatap muka langsung merangkap kesempatan berjabat tangan dengan sang tokoh idola sejak remaja, yakni Presiden Joko Widodo. Ia masih ingat betul bagaimana dan seperti apa suasana kota Bandung ketika itu, pada siang hari Sabtu terakhir di bulan Agustus 2017. Suasana demikian terjadi selepas ia mengikuti kelas mata kuliah Sosiologi pagi harinya, total tiga minggu usai ia menyandang status Mahasiswi HI bersama Stevie, dan Christoff sebagai mahasiswa. Dan suasana begitu pun telah ia asumsikan sendiri dari sepekan sebelumnya melalui rilis berita di radio mobil. “Kota Bandung ditunjuk sebagai tuan rumah acara Karnaval Kemerdekaan 2017 yang akan berlangsung minggu depan, yakni pada tanggal 26 Agustus 2017 dan Presiden Joko Widodo dijadwalkan akan menghadirinya bersama Ibu Negara Iriana beserta rombongan.”
Tak heran lagi jika daun telinganya sampai berdiri melonjak ketika ia mendengar berita mengenai kedatangan sang tokoh idola sehingga tak ayal lagi, tanpa basa-basi ia langsung memasukkan acara ‘Karnaval Kemerdekaan 2017’ ke dalam susunan daftar agenda akhir pekannya tepat setelah ia mengakhiri agenda Bakti Desa di Desa Sukalaksana, Kabupaten Garut Jawa Barat. Dan agenda tersebut ia penuhi sendiri pada hari H acara, hanya satu pekan berselang.
Hanya saja kini hatinya terganjal karena terus-terusan mengingat Tiffany yang padahal kini ada di sebelahnya. Ada apakah gerangan? Memangnya kemanakah Tiffany saat itu? Oh rupanya Rayla kini baru menemukan jawabannya. Tepat satu hari sebelum ia bertemu langsung dengan Presiden Joko Widodo, yakni pada hari Jumat tanggal 25 Agustus 2017 ketika ia baru saja merampungkan kelasnya untuk mata kuliah Logika bersama Stevie ia pernah berusaha menghubungi Tiffany di Bogor. Christoff pun tidak ketinggalan ikut menghubungi Tiffany lewat sambungan aplikasi Line. Kemudian bagai gayung bersambut, Tiffany memberi respon atas panggilan Rayla, Stevie dan Christoff menanyakan apakah dirinya mau datang ke Bandung atau tidak untuk langsung menghadiri acara Karnaval Kemerdekaan sambil diiming-imingi akan menemui Presiden Joko Widodo dan Ibu Negara Iriana.
Namun sayang seribu sayang Tiffany menolak halus ‘ajakan’ tersebut tanpa basa-basi. Alasannya karena ia juga akan mengikuti agenda serupa di sekolahnya karena telah ditunjuk jadi panitia bersama para kakak kelasnya. Sehingga mau tidak mau, dengan berat hati Tiffany terpaksa mengabaikan pertemuan langsung dengan Presiden Jokowi serta Ibu Negara Iriana. “Tapi aku juga pernah lihat Pak Jokowi naik mobil di Bogor otw[2] ke Istana. Waktu Raja Salman datang, sama juga.” Nyatanya Tiffany tak pernah kehabisan akal dalam menyikapi ketidaksesuaian rencana. Dia selalu saja punya cara jitu untuk meningkatkan kadar kesombongan dirinya, menghujam lawannya telak.