Sekarang saatnya bagian Rayla untuk kesempatannya bercerita sendiri. Christoff dan Stevie berdua pada bagian ini terletak agak jauh sehubungan dengan adanya perbedaan tempat yang memisahkan mereka sementara waktu ini. Ia tetap ingin menceritakannya, meski ia tahu ceritanya yang tadi masih jauh dari kata selesai. Enggan membuang banyak waktu bersama kebimbangan hatinya, di ketinggian 25.000 kaki pada momen final approaching pesawat menuju Dubai, Uni Emirat Arab ini ia mengambil sebuah keputusan besar: Menyelesaikan seluruh cerita tentang Bus Nomor 7 hingga selesai. Di luar sana gumpalan awan malam telah menipis, samar-samar mulai memperlihatkan gemerlap tipis cahaya lampu kota jauh dari bawah sana. Sementara di dalam kabin, awak pesawat sudah hilir mudik sejak lebih dari sejam lalu. Tangan mereka dibungkus sarung tangan plastik menenteng trash bag hitam ke sekeliling kabin. Mereka tak sungkan memungut sampah sisa-sisa makanan atau minuman penumpang sepanjang penerbangan dari Singapura.
Tepat di sebelahnya Stevie nampak kasak-kusuk merapikan semua perbekalan. Lembaran tiket pesawat, baik pesawat Bandung-Singapura, Singapura-Dubai maupun Dubai-Toronto kelak menjadi benda yang tak luput dari perhatian Stevie. Kertas-kertas mungil nan penting itu dirapikan jemarinya karena tadi sempat berantakan. Kumpulan tiket untuk penerbangan Dubai-Toronto beberapa jam lagi sekarang ia taruh paling depan supaya mudah diambil ketika boarding nanti. Sebagian lembar tiket penerbangan Dubai-Toronto bukan milik rombongannya dari Singapura, melainkan milik teman-teman lainnya yang terbang dari Bandung melalui Jakarta. Ia akan memberikannya pada mereka setiba di Dubai beberapa saat lagi. Kembali ke kursi paling pojok. Rayla semakin sering membolak-balik lembaran halaman buku agendanya. Dirinya kian ingin menuntaskan cerita tentang Bus Nomor 7 kala pesawat kian mendekati Dubai.
***
Erika, seorang gadis berkulit putih pemakai kerudung serta kacamata itu telah sampai di Restoran EatBoss hari Rabu sore ini sebagaimana janjinya dengan Rayla serta segelintir mahasiswa lain saat kuliah Sejarah Internasional bersama tadi pagi. Menurut rencana, sore ini ada satu mahasiswi lain yang akan ikut kerja kelompok yakni Viorra. Dia gadis langsing dengan rambut panjang di atas kulit sawo matangnya. Sedangkan anak laki-laki, yakni Rudolph dan Brandon berhalangan hadir karena ada kuliah sore ini. Maka mereka berdua hanya diminta mengerjakan tugas secara daring melalui berkas Google Document milik kelompok. Lalu setiba di EatBoss, tanpa basa-basi lagi mereka langsung mulai bekerja menyusun draft tugas kuliah Sejarah Internasional yang kelompok mereka membahas sejarah Yunani Klasik/Kuno.
“Email Yahoo kamu enggak bisa meng-input ke Google Document. Ada email selain ini? Coba pakai deh. Apa kek, misalkan alamat g-mail kamu begitu? Siapa tahu bisa masuk?” Viorra memohon supaya Rayla mengganti alamat surat elektroniknya yang ternyata tak bisa dipakai masuk ke Google Document. Usai Rayla mengganti alamat surat elektroniknya, barulah ia bisa masuk Google Document. Platform ini merupakan versi online dari Microsoft Word yang selama ini Rayla pakai demi menunjang kegiatannya sehari-hari begitu juga banyak orang lainnya. Sepintas, Google Document tidak terlihat perbedaannya dibanding Microsoft Word lantaran semua fasilitasnya hampir sama. Bedanya hanya terletak pada bagaimana cara mereka menge-save dokumen yang telah selesai dikerjakan. Microsoft Word hanya bisa menyimpan dokumen setelah sang pemakai memencet tombol ‘Save/Save As’ sedangkan Google Document bisa langsung menyimpan berkasnya secara otomatis begitu sang pemakai selesai mengetik. Perbedaan lainnya adalah Microsoft Word hanya dapat dipakai satu orang dalam satu waktu yang sama sedangkan Google Document dapat dipakai bersama-sama dalam satu waktu yang sama. Seperti tugas kuliah Rayla sore hari ini.
Rayla sekarang mencari-cari latar belakang sejarah peradaban Yunani Kuno. Berbagai sumber ia teliti satu per satu secara detail mulai dari kelengkapan informasi, akurasi data hingga validitas sumber. Poin terakhir menjadi sangat penting dalam aktivitas perkuliahannya beberapa bulan ini supaya dirinya bisa lebih berhati-hati mencari sumber informasi. Di kampusnya, setiap kali memberi tugas para dosen kerap kali melarangnya mengutip sumber data dari situs Wikipedia, Blogspot serta Wordpress karena mereka menganggap situs-situs itu tidak kredibel dan rawan penjiplakan. Kebenaran informasinya pun sukar dipertanggungjawabkan. Atau jika mahasiswa tetap nekad menyigi data dari ketiga situs tadi, maka dosen akan siap-siap meng-’nol’-kan nilainya.